yoldash.net

Studi Bongkar Sisi Gelap Starlink yang Bakal Masuk RI

Di balik kecanggihan dalam menyediakan layanan internet, sejumlah penelitian mengungkap 'sisi gelap' kehadiran satelit-satelit Starlink.
Ilustrasi. Sejumlah studi mengungkap sisi buruk dari Starlink. (Foto: Tangkapan layar instagram @starlink_satellites)

Jakarta, Indonesia --

Starlink, layanan internet berbasis satelit milik Elon Musk, bakal segera hadir di Indonesia. Starlink hadir dengan tujuan meningkatkan akses internet di dalam negeri.

Sejumlah pihak antusias menyambut Starlink. Namun, di balik kecanggihan Starlink dalam menyediakan layanan internet, sejumlah penelitian mengungkap 'sisi gelap' kehadiran satelit-satelit Starlink di antariksa.

Misalnya, sebuah studi baru menemukan dengungan dari peralatan elektronik yang menggerakkan satelit Starlink dapat mengganggu pengamatan astronomi radio.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Per Maret 2024, terdapat 5.504 satelit Starlink di orbit, 5.442 di antaranya beroperasi setelah sebelumnya perusahaan mengantongi persetujuan peraturan untuk menyebarkan 12.000 satelit komunikasi broadband dan 30.000 pesawat Starlink lainnya.

ADVERTISEMENT

Namun dalam studi baru, yang diterbitkan pada 3 Juli di jurnal Astronomy & Astrophysics , para peneliti menemukan satelit Starlink memancarkan sinyal radio yang tidak disengaja dan tidak dikenali, terpisah dari sinyal yang dikirim dan diterima dari planet Bumi.

Ini kemudian menyebabkan beberapa dari sinyal tumpang tindih dengan sinyal yang terdeteksi oleh antena teleskop radio, sehingga menimbulkan masalah kepada para peneliti dalam menangkap sinyal radio.

Dalam hal ini, para peneliti dengan menggunakan perangkat teleskop Low Frequency Array (LOFAR) memantau secara dekat emisi dari 68 satelit Starlink. Dan hasilnya ditemukan bahwa 47 satelit memancarkan radiasi dengan frekuensi antara 110 dan 188 megahertz.

"Rentang frekuensi ini mencakup pita terlindungi antara 150,05 dan 153 MHz yang secara khusus dialokasikan untuk astronomi radio oleh International Telecommunications Union (ITU)," kata salah satu penulis studi, Cees Bassa, astronom di Institut Astronomi Radio Belanda, melansir Live Science.

Biasanya untuk memaksimalkan kemampuan teleskop dalam mendeteksi sinyal yang paling lemah sekalipun, regulator telah menempatkan zona radio-tenang di sekitar lokasi di mana penggunaan telepon seluler, TV terestrial, atau radio tidak diperbolehkan.

Namun karena satelit Starlink dan pemancar internet lainnya yang dapat dengan bebas melakukan perjalanan di zona tersebut mengganggu pengamatan para peneliti.

Dalam hal ini, perusahaan SpaceX diketahui tidak melanggar aturan apapun karena undang-undang ITU hanya mencegah sumber radio berbasis terestrial memancarkan panjang gelombang tersebut di dekat teleskop radio.

Meskipun demikian, para peneliti berharap bahwa SpaceX dapat berkolaborasi dengan para astronom untuk mencari solusi yang memungkinkan agar emisi sinyal yang ada tidak memberikan dampak negatif.

Masalah dengan FAA

SpaceX dan Starlink milik Elon Musk juga sempat berseteru dengan Federal Aviation Administration atau FAA. Pangkal masalahnya, FAA membuat laporan yang menuding bahwa Starlink dapat menimbulkan risiko besar bagi manusia di Bumi.

Analisis setebal 35 halaman, yang sebagian disusun oleh kelompok penelitian nirlaba The Aerospace Corporation, itu memberikan gambaran mengenai potensi bahaya terkait jaringan satelit besar seperti Starlink. Laporan itu mengungkap pada tahun 2035 Starlink bisa membunuh manusia setiap dua tahun sekali.

"Jika pertumbuhan konstelasi besar yang diperkirakan terjadi dan puing-puing satelit Starlink berhasil masuk kembali ke Bumi, satu orang di planet ini diperkirakan akan terluka atau terbunuh setiap dua tahun sekali," demikian bunyi laporan tersebut, mengutip CNN.

Infografis - Ancaman global 10 tahun ke depanAncaman Global 10 Tahun ke Depan (Foto: Basith Subastian/Indonesia)

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Masalah dengan FAA

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat