yoldash.net

Fakta-fakta Ilmiah Banjir Parah di Dubai, Badai Hingga Krisis Iklim

Para pakar menjelaskan fakta-fakta ilmiah soal banjir parah yang melanda Dubai, UEA, Selasa (16/4), termasuk soal pengaruh krisis iklim.
Banjir landa Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa (16/4). Simak fakta-fakta ilmiah bencana tersebut. (REUTERS/Abdel Hadi Ramahi)

Daftar Isi
  • Masalah selokan
  • Sistem tekanan rendah
  • Perubahan iklim berkontribusi
  • Bukan akibat penyemaian awan
Jakarta, Indonesia --

Banjir parah yang melanda Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa (16/4), dikaitkan dengan badai yang datang ke wilayah Timur Tengah hingga masalah perubahan iklim.

Curah hujan tertinggi sepanjang tahun melanda Uni Emirat Arab dan Oman hingga membuat air menggenangi jalan raya, rumah-rumah, hingga bandara, yang kemudian gambar dan videonya viral di media sosial.

Badai tersebut awalnya melanda Oman pada Minggu (14/4) sebelum menghantam UEA pada Selasa (16/4), memutus aliran listrik dan menyebabkan gangguan besar pada penerbangan karena landasan pacu berubah menjadi sungai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masalah selokan

ADVERTISEMENT

Di UEA, rekor curah hujan 254 milimeter tercatat di Al Ain, kota yang berbatasan dengan Oman. Itu adalah curah hujan tertinggi dalam 24 jam sejak pencatatan dimulai pada 1949.

Curah hujan tinggi jarang terjadi di UEA dan wilayah lain di Semenanjung Arab, yang biasanya dikenal dengan iklim gurun yang kering. Suhu udara di musim panas bisa melonjak hingga di atas 50 derajat Celsius.

Melansir Reuters, UEA dan Oman kekurangan sistem drainase untuk mengatasi hujan lebat dan jalan yang terendam yang tidak jarang terjadi saat hujan.

Sistem tekanan rendah

Esraa Alnaqbi, prakirawan senior di Pusat Meteorologi Nasional UEA, mengatakan sistem tekanan rendah di bagian atas atmosfer, ditambah dengan tekanan rendah di permukaan, bertindak bak tekanan yang 'memeras' di udara.

Tekanan tersebut, kata dia, yang diperparah oleh suhu yang lebih hangat di permukaan tanah dan suhu yang lebih dingin di tempat yang lebih tinggi, menciptakan kondisi terjadinya badai petir yang dahsyat.

Esraa menilai "fenomena abnormal" ini bukan hal yang tidak terduga pada April. Pasalnya, ketika musim berganti, tekanannya berubah dengan cepat.

Peneliti klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menuturkan badai di UEA ini dipicu oleh vorteks atau pusaran badai di wilayah tersebut.

"Dubai alami hujan yang luar biasa ekstrem: 21 mm turun dalam waktu 3 jam, atau tepatnya 259 mm dalam satu hari dari hasil pengukuran. Padahal, rata-rata hujan di bulan April secara klimatologis di Dubai hanya 7 mm," tutur Erma di akun X atau Twitter-nya.

"Hujan ekstrem dipicu oleh badai vorteks yang bergerak dari wilayah baratnya (Oman, Saudi Arabia) pada 14-15 April yg menuju ke Teluk Persia dan sebabkan hujan ekstrem di Dubai."

Pemicu vorteks itu sendiri adalah pusat tekanan rendah di sekitar Teluk Persia.

"Apa penyebab badai vorteks dari wilayah sekitar Oman menuju ke Teluk Persia? Karena ada pusat tekanan rendah di laut tertutup tersebut yang lebih rendah dari wilayah di atas Oman."

[Gambas:Twitter]

Perubahan iklim berkontribusi

Para ahli juga mengakui curah hujan yang tinggi kemungkinan besar disebabkan oleh sistem cuaca normal yang diperburuk oleh perubahan iklim.

Menurut Esraa, perubahan iklim kemungkinan besar berkontribusi terhadap badai tersebut.

Para ilmuwan iklim mengatakan kenaikan suhu global, yang disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penggunaan berlebih BBM, menyebabkan terjadinya cuaca yang lebih ekstrem di seluruh dunia, termasuk curah hujan yang tinggi.

"Curah hujan akibat badai petir, seperti yang terjadi di UEA dalam beberapa hari terakhir, mengalami peningkatan yang kuat seiring dengan pemanasan. Hal ini karena konveksi, yang merupakan aliran udara ke atas yang kuat dalam badai petir, menguat di dunia yang lebih hangat," jelas Dim Coumou, profesor bidang iklim ekstrem di Vrije Universiteit Amsterdam.

Pemanasan global telah mengakibatkan air menjadi hangat "luar biasa" di laut sekitar Dubai, yang juga memiliki udara sangat hangat di atasnya, kata Mark Howden, Direktur Institut Solusi Iklim, Energi & Bencana di Universitas Nasional Australia.

"Hal ini meningkatkan potensi laju penguapan dan kapasitas atmosfer untuk menampung air, sehingga memungkinkan terjadinya curah hujan yang lebih besar seperti yang baru saja kita lihat di Dubai."

Pakar iklim di University of Edinburgh, Gabi Hegerl, mengatakan curah hujan ekstrem, seperti di UEA dan Oman, kemungkinan akan bertambah buruk di banyak tempat akibat dampak perubahan iklim.

Jika kondisinya sempurna untuk hujan lebat, udara akan lebih lembap, sehingga hujan akan turun lebih deras. Kelembapan ekstra ini terjadi karena udara menjadi lebih hangat, yang disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, kata Hegerl.

Bukan akibat penyemaian awan

Setelah bencana pada Selasa itu, viral pertanyaan apakah penyemaian awan, sebuah proses yang sering dilakukan UEA, dapat menyebabkan hujan lebat.

Penyemaian awan adalah proses penanaman bahan kimia ke dalam awan untuk meningkatkan curah hujan di lingkungan yang mengkhawatirkan kelangkaan air.

UEA, yang terletak di salah satu wilayah terpanas dan terkering di Bumi, telah memimpin upaya untuk menciptakan awan dan meningkatkan curah hujan.

Namun, badan meteorologi UEA mengatakan kepada Reuters bahwa tidak ada operasi seperti itu sebelum badai terjadi.

Lihat Juga :

Friederike Otto, dosen senior ilmu iklim di Imperial College London, mengatakan curah hujan menjadi jauh lebih deras di seluruh dunia seiring dengan pemanasan iklim karena atmosfer yang lebih hangat dapat menampung lebih banyak kelembapan.

Baginya, menyesatkan jika membicarakan penyemaian awan sebagai penyebab hujan lebat.

"Penyemaian awan tidak bisa menciptakan awan dari ketiadaan. Hal ini mendorong air yang sudah ada di langit mengembun lebih cepat dan menjatuhkan air di tempat-tempat tertentu. Jadi pertama-tama, Anda memerlukan kelembapan. Tanpanya, tidak akan ada awan," papar dia.

[Gambas:Video CNN]

(tim/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat