Google Pecat 28 Karyawan yang Demo Tolak Kerjasama dengan Israel
Google memecat 28 karyawannya terkait aksi protes terhadap kerja sama dengan Israel dengan cara menduduki dua kantornya pekan ini.
Melansir The Verge, pemecatan yang terjadi usai pembubaran dan penangkapan 9 karyawan di New York dan California pada Selasa (16/4) itu terungkap dalam memo internal perusahaan.
Para karyawan yang dipecat tersebut terlibat dalam protes atas keterlibatan Google dalam Project Nimbus, sebuah kontrak cloud dengan pemerintah Israel senilai US$1,2 miliar (sekitar Rp19,5 triliun) yang juga mencakup Amazon.
Beberapa dari mereka menduduki kantor CEO Google Cloud Thomas Kurian hingga mereka diberhentikan secara paksa oleh penegak hukum. Bulan lalu, Google juga memecat karyawan lain karena memprotes kontrak tersebut saat presentasi perusahaan di Israel.
Dalam memo yang dikirimkan kepada seluruh karyawan pada Rabu (17/4), Chris Rackow, kepala keamanan global Google, mengatakan bahwa "perilaku semacam ini tidak memiliki tempat di lingkungan kerja kami dan kami tidak akan menoleransinya."
Ia juga memperingatkan perusahaan akan mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan.
"Mayoritas karyawan kami melakukan hal yang benar. Jika Anda salah satu dari sedikit orang yang tergoda untuk berpikir bahwa kami akan mengabaikan perilaku yang melanggar kebijakan kami, pikirkan lagi."
"Perusahaan menangani hal ini dengan sangat serius, dan kami akan terus menerapkan kebijakan lama kami untuk mengambil tindakan terhadap perilaku yang mengganggu, hingga, dan termasuk pemutusan hubungan kerja," lanjutnya.
Dalam pernyataannya merespons PHK ini, kelompok 'No Tech for Apartheid' (Tidak Ada Teknologi untuk Apartheid), yang berada di balik protes tersebut, mengatakan pemecatan ini merupakan "tindakan pembalasan yang mencolok."
"Dalam tiga tahun kami mengorganisasi perlawanan terhadap Project Nimbus, kami belum mendengar dari satu pun eksekutif tentang kekhawatiran kami," tulis kelompok itu dalam sebuah postingan di Medium.
"Karyawan Google mempunyai hak untuk melakukan protes secara damai mengenai syarat dan ketentuan kerja kami. Pemecatan ini jelas merupakan pembalasan."
Sebelumnya, 'No Tech for Apartheid' menuding ketentuan kontrak di Project Nimbus memungkinkan teknologi cloud dari perusahaan AS, termasuk kecerdasan buatan (AI)-nya, digunakan untuk tujuan militer.
Dokumen yang diperoleh The Intercept menunjukkan alat Project Nimbus dapat digunakan untuk pengawasan, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari penjajahan Israel di wilayah Palestina.
(tim/arh)Terkini Lainnya
-
Din Syamsuddin Bantah Ambruk di Lokasi Demo: Saya Sehat Walafiat
-
Refly Harun Turun Aksi: Permohonan AMIN Ditolak 5 Hakim Kemarin Sore
-
Surya Paloh Terima Putusan MK: Ini Final dan Mengikat
-
Media Asing Soroti Putusan MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres 2024
-
Gempa Kuat Magnitudo 5,5 Guncang Taiwan
-
Bos Intel Israel Mundur Imbas Kecolongan Serangan Hamas 7 Oktober
-
Harga Bawang Putih di Pasar Jakarta Naik Rp10 Ribu Usai Lebaran
-
Sandiaga Buka Suara soal Wacana Pungutan Dana Wisata via Tiket Pesawat
-
IHSG Loyo ke 7.073, Minim Sentimen Putusan Sengketa Pilpres MK
-
Rafael Struick, Penjelajah dan Pembuka Ruang Timnas Indonesia U-23
-
Jakarta LavAni Allobank vs Garuda Jaya Jadi Pembuka Proliga 2024
-
Jepang Tak Peduli Lawan Indonesia, yang Penting Sikat Korea Dulu
-
Google Pecat 28 Karyawan yang Demo Tolak Kerjasama dengan Israel
-
Fakta-fakta Hari Bumi, Demo Massa yang Pernah Ubah Wajah AS
-
Berapa Jumlah Planet di Alam Semesta?
-
AHY Blusukan ke Cianjur Pakai Pikap Ford Ranger Harga Rp1,1 M
-
Mengenal Kode Pelat Dinas TNI
-
Cara Mudah Perpanjang STNK 5 Tahunan
-
11 Hari Tayang, Siksa Kubur Cetak 3 Juta Penonton
-
Alyssa Soebandono dan Dude Harlino Sambut Kelahiran Anak Ketiga
-
Cherry Bullet Resmi Bubar, 4 Member Cabut dari Agensi
-
Terpukau Gaya Serba LV Lisa BLACKPINK di Coachella 2024
-
Turki Rilis Visa Digital Nomad, Syaratnya Gaji Rp48 Juta per Bulan
-
Ci(n)ta Rasa William Wongso