yoldash.net

BMKG Bongkar Deret Bukti Krisis Iklim Terjadi di Indonesia

Apa buktinya krisis iklim juga terjadi di Indonesia? Cek penjelasan BMKG di sini.
Ilustrasi. Krisis iklim sedang terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)

Jakarta, Indonesia --

Rekor-rekor suhu pada 2023 dan 2024 di darat dan laut disebut sebagai bukti krisis iklim yang makin mengkhawatirkan. Wilayah Indonesia pun tak lepas dari dampak krisis iklim yang terjadi secara global.

Lalu, apa buktinya krisis iklim juga terjadi di Indonesia?

Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengatakan perubahan iklim mencakup berbagai aspek.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia," kata Dwikorita dalam laman resmi BMKG, Senin (25/3).

ADVERTISEMENT

Contoh nyata kenaikan suhu akibat perubahan iklim adalah mencairnya gletser atau lapisan es tropis di Puncak Jaya, Papua. Luas tutupan salju abadi di ketinggian 4.884 mdpl itu menyusut hingga 98 persen, dari 19,23 kilometer persegi pada tahun 1850 menjadi hanya 0,23 kilometer persegi pada April 2022.

Bukti lainnya perubahan iklim di Indonesia adalah suhu Indonesia yang semakin meningkat setiap harinya. Menurut dia suhu dunia saat ini sudah mendekati batas yang disepakati bersama pada Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember0215.

Saat itu, seluruh dunia sepakat harus membatasi kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5 derajat Celsius. Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45 derajat Celsius di atas suhu rata-rata di masa pra-industri.

Menurut catatan BMKG, laju kenaikan suhu di Indonesia tercatat mecapai 0,15 derajat Celsius per dekade.

Bukti krisis iklim lainnya, kata lembaga ini, adalah banyak negara yang terancam kekeringan dalam beberapa dekade ke depan.

Oleh karena itu, menurut Dwikorita, penting untuk menjaga ketahanan air. Ia mengatakan, jika ketahanan air melemah maka akan berdampak serius pada banyak hal, di antaranya ketahanan pangan dan ketahanan energi Indonesia.

Apabila kondisi ini terus berlanjut, maka hal ini akan memicu konflik yang berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan.

"Jumlah penduduk terus meningkat sehingga di waktu bersamaan kebutuhan air juga ikut meningkat. Apabila ini [air] tidak dikelola dengan baik maka dampak buruknya akan sangat serius," tuturnya.

Dwikorita menjelaskan, merujuk data Bappenas, perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi padi Indonesia sebesar 1,13 juta ton dan 1,89 juta ton. Kemudian, lahan pertanian seluas 2.256 hektar sawah juga terancam kekeringan.

Di sisi lain, kondisi ketahanan pangan Indonesia, yang dilihat dari tingkat konsumsi rumah tangga, juga membutuhkan perhatian. Angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan Prevalence of Undernourishment (PoU) pada 2022 meningkat menjadi 10,21 persen dari 8,49 persen pada 2021.

Menurut Dwikorita, apabila situasi ini tidak mendapat perhatian serius, maka ramalan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengenai krisis pangan global dan bencana kelaparan pada tahun 2050 bisa menjadi kenyataan.

BMKG menambahkan, data BNPB yang mencatat sebanyak 5.365 bencana hidrometeorologi yang terjadi sepanjang tahun lalu juga menjadi bukti lain krisis iklim sedang terjadi di Indonesia.

Rekor suhu 2023

Ardhasena Sopaheluwakan, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, mengatakan bahwa WMO mencatat tahun 2024 menjadi tahun dengan penuh rekor temperatur. Di antaranya adaah sepanjang Juni-Agustus menjadi 3 bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara serentak.

"Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot," jelas Ardhasena.

Ardhasena berharap isu dampak perubahan iklim dapat semakin mengemuka dan menjadi perhatian serius seluruh masyarakat dan stakeholder terkait. Menurutnya perubahan iklim dan semakin parahnya fenomena anomali iklim menutut transformasi pengendalian dampak yang relevan dan radikal.

"Kami berharap para pemangku kebijakan dari level pusat hingga daerah terus meningkatkan kewaspadaan dan menerapkan early warning system yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi," kata dia.

"Dengan demikian, ancaman bencanan dapat diminimalisir dan diantisipasi semaksimal mungkin," pungkasnya.

(tim/dmi)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat