yoldash.net

NASA Tepis Klaim Bumi Memanas Akibat Matahari Kian Dekat

NASA memastikan Juli tahun ini merupakan bulan terpanas sepanjang sejarah, tapi bukan berarti disebabkan posisi Matahari semakin dekat dengan Bumi.
Ilustrasi. NASA memastikan Juli tahun ini merupakan bulan terpanas sepanjang sejarah di Bumi. (Foto: AP/Ty ONeil)

Jakarta, Indonesia --

Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memastikan Juli tahun ini merupakan bulan terpanas sepanjang sejarah, setidaknya sejak tahun 1880.

Dalam sebuah pertemuan yang digelar Senin (14/8) para panelis yang terdiri dari sejumlah ilmuwan itu memastikan bahwa Juli tahun ini adalah bulan terpanas yang tercatat sejak akhir tahun 1800-an. Tidak hanya hanya itu, mereka juga menyebut bahwa bulan Juli terpanas terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir dan NASA memprediksi tahun depan akan lebih panas lagi.

"Ini adalah bulan Juli terpanas yang pernah ada," kata Sarah Kapnick, kepala ilmuwan di National Oceanic and Atmospheric Administration, dalam konferensi tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dan kesimpulan utama dari pembicaraan hari ini adalah bahwa manusia yang memegang kendali atas kebenaran yang tidak menguntungkan ini.

ADVERTISEMENT

"Tren jangka panjang yang telah kita lihat sejak abad ke-19, terutama sejak tahun 1970-an, semuanya disebabkan oleh efek antropogenik," kata Gavin Schmidt, direktur Goddard Institute for Space Studies NASA, mengutip Space, Rabu (16/8).

NASA turut menjawab keraguan warganet soal suhu panas tahun ini diakibatkan posisi Matahari yang semakin mendekat dengan Bumi.

Dalam sebuah unggahan di Twitter (sekarang X), NASA menjelaskan salah satu faktor suhu Bumi pada Juli 2023 merupakan terpanas sepanjang sejarah karena aktivitas manusia.

"Juli 2023 adalah bulan terpanas yang pernah tercatat, menurut analisis suhu global kami. Secara keseluruhan, bulan Juli lebih hangat 0,24°C dibandingkan bulan Juli lainnya dalam catatan @NASAEarth, dan hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh aktivitas manusia," menurut NASA lewat akun resminya,

Namun pengguna X @TheActualJeremy meragukan analisis NASA. Ia menghubungkan posisi revolusi Bumi terhadap Matahari mempengaruhi suhu panas di sejumlah wilayah.

"Hei NASA. Bukankah kalau orbit kita berubah-ubah di dalam zona layak huni, di mana terkadang kita mengorbit lebih dekat ke matahari dan terkadang mengorbit lebih jauh dan ketika kita mengorbit lebih dekat, kita menjadi lebih panas, tapi masih bisa ditinggali?" kata dia.

[Gambas:Twitter]

Warganet lain menuding NASA telah menjadi badan propaganda lantaran membahas panasnya cuaca.

"Mereka bahkan tidak bisa membuat roket dengan benar! Tapi, percayalah, pada apa yang mereka katakan tentang cuaca. Faktanya: Matahari dengan cepat mendekati puncak aktivitasnya yang sebenarnya mempengaruhi cuaca. Sayangnya, NASA telah menjadi badan propaganda yang haus akan uang pembayar pajak," kata akun @JohnCremeansUSA.

NASA jawab keraguan 

NASA kemudian angkat suara terkait keraguan warganet itu. Mereka menjelaskan perubahan yang relatif kecil pada jarak dan posisi Bumi terhadap Matahari dapat memberikan dampak iklim yang sangat besar.

"Namun perubahan tersebut terjadi dalam waktu puluhan hingga ratusan ribu tahun," ungkapnya.

NASA mengklaim pemanasan yang dilihat dalam beberapa dekade terakhir ini terlalu cepat untuk dikaitkan dengan perubahan orbit Bumi.

Perubahan ini, secara kolektif dikenal sebagai pemaksaan orbit. Sebenarnya menyebabkan pendinginan bertahap di belahan bumi utara sebelum pemanasan yang disebabkan oleh manusia.

Di samping itu, perubahan aktivitas dari Matahari hanya mendorong perubahan dalam penyinaran, menyebabkan cuaca antariksa yang bisa mengganggu satelit, astronaut dan mempengaruhi sinyal GPS.

[Gambas:Video CNN]

Posisi Matahari yang Dinamis

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat