yoldash.net

Juli Resmi Jadi Bulan Terpanas Sepanjang Masa, Ahli Sindir Duet Maut

Bulan Juli resmi dinobatkan jadi yang terpanas sepanjang masa. Pakar menyebut itu dipicu oleh tiga faktor utama, termasuk El Nino.
Warga memakai payung di tengah gelombang panas di Roma, Itala, 19 Juli. Bulan ini resmi dinobatkan jadi yang terpanas. (REUTERS/GUGLIELMO MANGIAPANE)

Jakarta, Indonesia --

Juli dinobatkan sebagai bulan terpanas yang pernah tercatat. Pakar menyebut El Nino, aktivitas Matahari, serta erupsi gunung berapi membantu manusia menciptakan rekor panas tersebut.

Menurut Badan Perubahan Iklim Copernicus, suhu rata-rata global pada Juli mencapai 16,95 derajat Celcius atau lebih tinggi sepertiga derajat Celcius dari rekor sebelumnya pada 2019.

Biasanya, rekor suhu global dipecahkan oleh seperseratus atau sepersepuluh derajat C. Para ahli pun menilai margin saat ini tidak biasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Juli bahkan mencatatkan rekor suhu terpanas harian berkali-kali dalam sebulan. Rekor panas dalam satu hari sebelumnya ditetapkan pada 2016 dan dipecahkan pada 2022.

ADVERTISEMENT

Dikutip dari AP, sejak 3 Juli, setiap harinya rekor panas terpecahkan. Saking panasnya, Copernicus dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) membuat pengumuman yang tidak lazim bahwa bulan ini kemungkinan akan menjadi bulan terpanas beberapa hari sebelum Juli berakhir.

Kedua lembaga pun menyebut pekan ketiga Juli saja sudah menjadikan bulan tersebut jadi yang terpanas sepanjang sejarah.

Kombinasi manusia dan alam

Pakar menyebut peningkatan suhu global disebabkan oleh faktor antropogenik atau ulah manusia. Namun, ada beberapa faktor yang juga mendorong pemanasan ini.

Profesor Ilmu Bumi, Lingkungan, dan Planet di Washington University, St. Louis, Michael Wysession menyebut tiga faktor alam tambahan membantu meningkatkan suhu global dan memicu bencana tahun ini.

"Orang-orang dengan cepat menyalahkan perubahan iklim, dan mereka benar, sampai titik tertentu: pemanasan global yang disebabkan manusia memang memainkan peran terbesar," ujarnya, dikutip dari The Conversation.

"Tiga faktor alam tambahan juga membantu menaikkan suhu global dan bencana bahan bakar tahun ini: El Niño, fluktuasi Matahari, dan letusan gunung berapi bawah laut yang masif," imbuh dia.

Menurutnya, faktor-faktor ini saling berkombinasi sehingga memperparah pemanasan global.

Lebih buruk lagi, katanya, kita dapat memperkirakan suhu yang sangat tinggi akan terus berlanjut hingga setidaknya tahun 2025, yang berarti cuaca yang lebih ekstrem dalam waktu dekat.

El Nino merupakan fenomena iklim yang terjadi setiap beberapa tahun sekali ketika air permukaan di Pasifik tropis berbalik arah dan memanas. Hal ini menghangatkan atmosfer di atasnya, yang memengaruhi suhu dan pola cuaca di seluruh dunia.

Sementara itu, fluktuasi atau peningkatan aktivitas Matahari tengah berada di puncaknya dalam siklus 11 tahunan Matahari.

Puncak dari siklus ini disebut terlalu kecil untuk kita sadari pada tingkat harian, tetapi puncak siklus ini memengaruhi sistem iklim Bumi.

Peningkatan suhu Bumi selama siklus maksimum Matahari sebetulnya hanya sekitar 0,05 derajat Celcius. Ini hanya kira-kira sepertiga dari yang diakibatkan El Nino besar. Namun, ketika keduanya terjadi bersamaan, suhu Bumi akan meningkat signifikan.

Letusan gunung berapi juga dapat secara signifikan memengaruhi iklim global. Letusan gunung berapi biasanya menurunkan suhu global ketika aerosol sulfat yang meletus melindungi dan menghalangi sebagian sinar Matahari yang masuk.

Dalam hal yang tidak biasa, letusan gunung berapi terbesar di abad ke-21 sejauh ini, letusan Hunga Tonga-Hunga Ha'apai di Tonga pada 2022 memiliki efek pemanasan dan bukan pendinginan.

Letusan ini melepaskan sejumlah kecil aerosol sulfat pendingin yang luar biasa kecil, dan melepaskan uap air yang sangat besar. Magma cair meledak di bawah air, menguapkan sejumlah besar air laut yang meletus seperti geyser tinggi ke atmosfer.

Uap air adalah gas rumah kaca yang kuat, dan letusannya mungkin akan menghangatkan permukaan Bumi sekitar 0,035 derajat Celcius.

"Semua ini muncul di atas antropogenik, atau pemanasan global yang disebabkan oleh manusia," ucap Wysession.

"Manusia menaikkan suhu rata-rata global sekitar 2º F (1,1º C) sejak 1900 dengan melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca ke atmosfer," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]



(lom/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat