yoldash.net

Plt Bupati Sidoarjo Minta Rumah Doa Tarik Tak Operasi Sampai Ada Izin

Plt Bupati Sidoarjo Subandi membantah pihaknya melarang aktivitas umat Kristen di Rumah Doa Gereja Panteskosta di Indonesia (GPdI) di Mergosari.
Ilustrasi. Plt Bupati Sidoarjo Subandi membantah melarang umat Kristen ibadah di rumah doa GBdI Tarik. (Foto: CNN Indonesia/Bisma Septalismaa)

Jakarta, Indonesia --

Plt Bupati Sidoarjo Subandi membantah pemberitaan dan informasi yang menyebut terjadi larangan aktivitas umat Kristen di Rumah Doa Gereja Panteskosta di Indonesia (GPdI) di Mergosari, Tarik, Sidoarjo.

Subandi langsung mendatangi lokasi dan berkoordinasi dengan kepala desa, BPD, perwakilan rumah ibadah dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa perizinan untuk mendirikan tempat ibadah akan dilengkapi sesuai aturan yang berlaku. Selama menunggu itu, rumah doa tidak diperbolehkan beroperasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selama menunggu izin selesai, maka ibadahnya bisa di rumah masing-masing. Bukan tidak boleh beribadah," kata Subandi melalui keterangan tertulisnya, Selasa (2/7).

Menurutnya, video berisi perdebatan antara pihak kepala desa dengan pengelola rumah doa yang beredar tidak sesuai dengan kenyataan dan fakta yang sebenarnya.

ADVERTISEMENT

Warga Kecamatan Tarik, kata dia, menyambut baik pembangunan tempat ibadah tersebut, dan masyarakat Sidoarjo menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama.

"Saya meminta pemerintah desa di sana untuk membangun komunikasi dan koordinasi yang baik, sehingga isu-isu miring seperti itu tidak sampai meluas," ujarnya.

Subandi juga meminta kepala desa agar tak ada larangan membangun tempat ibadah bagi seluruh umat agama. Hal yang penting, kata dia, adalah sosialisasi kepada lingkungan sekitar dan atas sepengetahuan pemerintah desa setempat.

Dari informasi yang dihimpun, izin pendirian Rumah Doa GPdi di Kecamatan Tarik itu disebut-sebut belum ada. Menurutnya, perlu dicari solusi terbaik agar hal ini tak menimbulkan isu-isu SARA.

"Saya sebagai pimpinan daerah berharap komunikasikan saja dengan baik. Kami tidak akan mempersulit," ucapnya.

Menurut ketentuan, kata Subandi, izin pendirian sebuah rumah ibadah memerlukan sosialisasi dan penerimaan dari lingkungan. Bila hal itu sudah tercapai, maka pemerintah desa tidak boleh mempersulit.

"Semua harus dikomunikasikan dengan baik. Insya Allah kalau komunikasinya jalan, masalah apa pun bisa diselesaikan," ujarnya

Subandi juga mengimbau masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial dengan sembarangan membagikan informasi, baik tulisan, foto, gambar, maupun potongan video, jika belum jelas kebenarannya

"Mari bersikap bijak. Jangan setiap ada sesuatu, sedikit-sedikit diviralkan di medsos. Saring dulu sebelum sharing," tutur Subandi.

"Kami sebagai pimpinan daerah akan tetap membangun komunikasi. Setiap tempat ibadah yang dibangun itu diharapkan benar-benar bermanfaat bagi warga Sidoarjo," pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala Desa Mergosari Eko Budi Santoso dan jajarannya diduga melarang umat Kristen untuk beribadah di Rumah Doa Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), yang terletak di Mergosari, Tarik, Sidoarjo.

Aksi Eko dan beberapa orang lainnya itu terekam dalam video yang beredar di media sosial. Mereka terlibat perdebatan dengan pengelola rumah doa.

Gembala sidang GPdI Tarik, Pendeta Yoab Setiawan mengatakan peristiwa tersebut terjadi Minggu (30/6) kemarin. Saat itu dia sedang memimpin ibadah, tiba-tiba kades datang bersama beberapa orang.

"Minggu kemarin saya tetap melaksanakan ibadah karena di situ ada acara pemberkatan nikah, di tengah-tengah pak lurah datang dan beberapa orang," kata Yoab, Senin (1/7).

Kades kemudian menggiring Yoab ke warung di sebelah gereja. Di sana kemudian terjadi ketegangan di antara kedua belah pihak. Salah satu orang bahkan membentak dan nyaris melakukan pemukulan ke istri Yoab.

"Lalu saya digiring ke warung sebelah, kami ngobrol. Memang ada yang satu oknum, yang agak keras ngomongnya sampai istri saya mau ditempeleng," ucapnya.

Yoab mengatakan kades mulanya mengklaim menyetop ibadah di rumah doa itu karena ada protes dari warga yang terganggu, karena proses peribadatan menghadirkan puluhan orang dari luar daerah, setiap pekan.

Kades kemudian mempertanyakan soal izin mendirikan bangunan (IMB). Yoab pun mengakui pihaknya belum mengantonginya. Mereka sedang mengurusnya, dan hal itu tidaklah mudah.

Tapi, kata Yoab, rumah doa yang dikelolanya itu sudah terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) kantor wilayah (Kanwil) Jatim.

Keberadaan rumah doa itu teregister di surat keterangan tanda lapor (SKTL) dengan nomor: 20432/Kw.13.08/12/2023, yang ditandatangani oleh Kepala Kanwil Pembimas Kristen Luki Krispriyanto, pada 7 Desember 2023 lalu.

"Saya sudah urus surat domisili dan keluarlah SKTL dari Bimas Kristen Kemenag Kanwil Jatim. IMB itu ngurusnya tidak mudah, saya minta waktu dua tahun untuk proses itu," ucapnya.

Yoab menjelaskan rumah doa berbeda fungsi dan bentuk dengan gereja. Rumah doa tak memiliki penanda atau ornamen khas gereja di depannya.

Sejak diresmikan pada 13 Januari 2024 lalu, Yoab mengaku mendapatkan dukungan yang baik dari warga serta RT dan RW sekitar. Bahkan setidaknya ada enam KK di Desa Mergosari dan puluhan orang dari kecamatan Tatik juga beribadah di rumah doa itu.

"Padahal warga dan karang taruna mendukung kami, selama kami ibadah tidak ada gangguan apapun, warga sekitar tidak merasa terganggu," katanya.

(frd/wis)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat