yoldash.net

Ada Untung di Balik Fan War Badarawuhi vs Siksa Kubur

Menurut pengamat perfilman, adu ribut netizen antara pendukung Badarawuhi dengan Siksa Kubur justru bisa menguntungkan.
Menurut pengamat perfilman, adu ribut netizen antara pendukung Badarawuhi dengan Siksa Kubur justru bisa menguntungkan. (dok. MD Pictures/Rapi Films via YouTube)

Jakarta, Indonesia --

Perilisan Badarawuhi di Desa Penari dan Siksa Kubur yang bersamaan pada 11 April 2024 dan berkembang 'memecah' penonton menjadi dua kubu, dinilai positif oleh pengamat perfilman Hikmat Darmawan.

Kedua film itu mendominasi layar lebar hingga saling menyusul dalam capaian angka penonton. Bahkan, Badarawuhi di Desa Penari dan Siksa Kubur sama-sama telah menghasilkan dua juta penonton per Rabu (17/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski obrolan di media sosial yang kemudian menjadi perdebatan dan saling 'adu jagoan' film ini bisa jadi bermula dari strategi marketing lewat buzzer, percakapan soal film ini sebenarnya menguntungkan pihak studio.

"Hal kayak begitu menguntungkan kok dalam ekonomi perhatian sekarang, di mana media sosial itu menjadi wahana percakapan yang utama maka perkelahian itu menguntungkan," kata Hikmat.

ADVERTISEMENT

Dalam beberapa hari terakhir, kolom komentar media sosial perfilman terpecah menjadi dua kubu, yakni mereka yang menggemari Badarawuhi di Desa Penari, dengan mereka yang tak suka dengan film itu dan lebih memilih Siksa Kubur.

Berbagai argumen dilontarkan kedua belah kubu soal alasan mereka mendukung atau kontra akan Badarawuhi. Bukan cuma itu, tak sedikit yang menjelekkan film 'kub lawan'.

[Gambas:Video CNN]



Perdebatan itu bisa dilihat dari kolom komentar berbagai akun, salah satunya adalah di Instagram @Indonesia, dan unggahan pengumuman jumlah penonton dari masing-masing film.

Hikmat menyebut buzzer biasanya hanya sekadar memancing percakapan, tapi pancingan itu bisa menjadi percakapan organik bila ditanggapi oleh mereka yang benar-benar penggemar.

Apalagi, bila film yang diproduksi memicu pembahasan seperti yang terjadi dengan Badarawuhi di Desa Penari, yakni 'perang' antara penggemar saga KKN di Desa Penari dengan mereka yang menilai buruk film itu.

Bagi Hikmat, selama kontroversi tidak bersifat penolakan atau cancel seperti yang pernah terjadi dengan Like & Share (2022) ataupun Penyalin Cahaya (2021) akibat skandal pemain atau krunya, maka kontroversi bisa berbuah manis.

"Kayak pertengkaran di media sosial, bisa jadi awalnya tuh pabrik, hasil pabrik, tapi viralnya itu organik," kata Hikmat.

[Gambas:Instagram]



"Tapi untuk PH itu bagus," lanjut Hikmat sembari tertawa. "'Cause bad news is good news, kan? Dicela kayak apa juga bagus. Penjual yang cerdas akan mengangkat juga celaan pada produknya,"

Meski begitu, Hikmat juga menyarankan para kreator untuk berkepala dingin dan berdada lapang bila terseret dalam pergulatan argumen netizen di dunia maya. Apalagi, menghadapi berbagai kritikan soal film mereka.

"Kalau besar hati, dia akan meniadakan aspek toksik, tapi kan sebenarnya kebanyakan yang ramai-ramai itu ya hanya ramai saja, kitanya juga harus belajar lebih santai," kata Hikmat.

"Tapi ada yang sudah serius ya, sampai doxing, sampai apa begitu... Nah itu kalau sineas dan PH-nya besar hati, dia akan mengingatkan, akan menghentikan aspek toksik dari percakapan viral, viral discourse, viral kontroversi terkait produknya." katanya.

Badarawuhi di Desa Penari masih diadaptasi dari semesta cerita SimpleMan. Namun, film kedua itu tidak lagi diarahkan Awi Suryadi.

Kimo Stamboel menyutradarai Badarawuhi di Desa Penari, dengan skenario garapan Lele Laila bersama SimpleMan.

Sementara itu, Siksa Kubur menjadi proyek terbaru Joko Anwar yang telah menggarap sembilan film panjang sejak debut melalui Janji Joni (2005). Proyek ini juga akan menjadi karya horor terbaru Joko Anwar.

(frl, van/end)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat