yoldash.net

Meneropong Ancaman Kiamat Pabrik Tekstil, Apa Biang Kerok Sebenarnya?

Pengusaha tekstil mengakui tengah tertimpa beban berat, salah satunya oleh aturan Kemendag yang mempermudah produk tekstil China membanjiri Indonesia.
Pengusaha tekstil mengakui tengah tertimpa beban berat, salah satunya oleh aturan Kemendag yang mempermudah produk tekstil China membanjiri Indonesia. (CNN Indonesia/Poppy Fadhilah).

Jakarta, Indonesia --

Industri tekstil Tanah Air tengah merana. Hal ini diketahui dari pernyataan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN).

Organisasi itu menyebut kinerja penjualan mereka lesu belakangan ini. Presiden KSPN Ristadi menyebut tingkat pesanan yang masuk ke sejumlah pabrik tekstil di Indonesia terus menurun.

Lara pabrik tekstil menjalar. Maklum, imbas lesunya penjualan itu, mereka harus melakukan efisiensi, dengan salah satunya melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KSPN mencatat sekitar 13.800 buruh tekstil sudah terkena PHK dari Januari 2024 hingga awal Juni 2024 imbas masalah itu.

ADVERTISEMENT

Ristadi menuturkan data PHK yang terjadi di Jawa Tengah lebih masif. Ia mencatat pabrik-pabrik yang terdampak, misalnya di grup Sritex.

Ia mencontohkan tiga perusahaan di bawah grup Sritex yang mem-PHK sejumlah karyawannya. Ada PT Sinar Pantja Djaja di Semarang, PT Bitratex di Kabupaten Semarang, dan PT Djohartex yang ada di Magelang.

Masalah pun diakui Direktur Keuangan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Weilly Salam. Ia blak-blakan soal kondisi sulit yang dialami perusahaan.

Blak-blakan ia berikan di tengah isu bangkrut yang melanda Sritex. Ia membantah Sritex bangkrut. 

Meski demikian, Welly menuturkan saat ini kondisi industri tekstil sedang tidak baik-baik saja. Hal itu terjadi buntut kondisi geopolitik dan banjir barang murah dari China.

"Kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS," kata dia melalui keterangan resmi di keterbukaan informasi BEI, Sabtu (22/6).

Di tengah masalah itu katanya, Indonesia malah kebanjiran  produk tekstil di China. Weilly menyebut situasi geopolitik dan gempuran produk China masih berlangsung, hingga penjualan belum pulih.

"Kendati, perusahaan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor," jelasnya.

Ambruknya industri dan produk tekstil (TPT) pun menjadi perhatian Jokowi. Selasa (25/6) kemarin, ia mengumpulkan sejumlah menteri untuk membahas masalah itu.

Para menteri yang hadir di antaranya Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, hingga Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Usai rapat, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pemerintah akan mengeluarkan sejumlah kebijakan demi melindungi industri tekstil dalam negeri.

Terkait dengan kewenangan Kementerian Keuangan, Sri Mulyani akan segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) soal pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMPT) untuk sejumlah komoditas impor, khususnya tekstil.

Ia mengatakan pengenaan bea masuk tambahan itu sebagai respons atas permintaan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk melindungi bisnis tekstil dalam negeri, yang kini dihantam banjir produk impor.

"Jadi Permenkeu akan keluar berdasarkan permintaan beliau (Menperin) dan Menteri Perdagangan (Zulkifli Hasan). BMPT dan BMAD seterusnya akan di-follow up berdasarkan permintaan Mendag dan Menperin," kata Sri di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/6).

Lantas cukupkah itu. Adakah cara efektif mencegah kematian industri tekstil terus berlanjut?

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengatakan maraknya PHK di industri tekstil disebabkan kondisi global yang masih tidak baik-baik saja. Imbas kondisi itu, daya beli masyarakat dunia lesu karena lonjakan inflasi.

Selain inflasi, kondisi global diperburuk dengan perang Israel - Palestina. Perang berdampak pada jalur pelayaran. 

Imbasnya, kapal yang mengangkut produk tekstil harus memutar. Hal itu katanya, membuat ongkos atau biaya pengapalan meningkat sebanyak lima kali lipat.

Karenanya industri menahan pengiriman barang yang melewati kawasan tersebut. Imbasnya, pasokan menumpuk. Salah satu penumpukan terjadi di China sebagai produsen tekstil dan produk tekstil terbesar di dunia.

"Kondisi ini mengakibatkan dunia kelebihan pasokan termasuk Tiongkok sebagai produsen TPT terbesar di dunia. Kelebihan pasok ini membanjiri negara-negara yang lemah dalam menerapkan perlindungan perdagangan salah satunya Indonesia," katanya kepada Indonesia.com.

Danang mengatakan dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor  menambah angin segar pada produk tekstil China untuk menjajah Indonesia. 

Pasalnya, aturan itu menghapus pertimbangan teknis (Pertek) impor pakaian jadi. Setelah aturan terbit, produk impor pakaian jadi dari China membanjiri Indonesia bak tsunami.

Produk impor khususnya dari China yang harganya murah, sambungnya, membunuh produk pakaian jadi buatan dalam negeri. Kondisi itu yang membuat penurunan order di sektor hilir industri TPT.

"Penurunan permintaan di sektor hilir berdampak domino pada industri intermediate dan hulu TPT Indonesia sehingga terjadi penurunan order dari hilir sampai hulu industri TPT Indonesia," katanya.

Danang mengatakan penurunan permintaan membuat perusahaan mau tidak mau melakukan rasionalisasi dan efisiensi pada jumlah tenaga kerjanya. API mencatat hingga Mei 2024, total PHK yang terjadi di industri tekstil kurang lebih 10.800 tenaga kerja.

Sementara di luar angka tersebut, ada juga tenaga kerja kontrak yang tidak tercatat sehingga angka PHK yang sebenarnya jauh lebih besar.

Jika industri TPT berjatuhan, sambungnya, maka akan memberikan multiplier effect pada UKM non TPT. Misalnya masyarakat sekitar pabrik akan kehilangan keuntungan, kemudian juga rantai pasok bahan baku dan transportasi.

"Pemerintah mesti menyusun peta akurat tentang strategi perbaikan kebijakan demi perlindungan industri dalam negeri. Bukan hanya impor dari China, tetapi dari semua negara, kita mesti mampu menyusun regulasi restriktif yang cukup," katanya.

Prahara Industri Tekstil Bisa Menjalar

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat