yoldash.net

Ahli Bongkar Teknik Sikat Bandar Judi Online, Bukan Via Blokir Iklan

Menurut pakar, pemerintah, Polri dan PPATK yang memiliki akses dan wewenang perlu melakukan langkah efektif lainnya untuk berantas judi online.
Ilustrasi. Menurut pakar, pemblokiran iklan judol tak efektif. (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, Indonesia --

Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan langkah pemerintah dalam menangani kasus judi online selama ini belum efektif karena pemerintah masih fokus pada pemblokiran iklan-iklan di internet.

Menurutnya, strategi tersebut terbukti tidak efektif.

"Karena kalau yang diblokir cuma iklannya, itu kan gampang dia (bandar) tinggal pasang iklan lagi," kata Alfons dalam sebuah acara diskusi daring, Rabu (26/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Diblokir di Google dia pasang di Instagram, diblokir di Instagram dia pasang di Facebook, diblokir di Facebook dia pasang di SMS, jadi itu kurang efektif," lanjut dia.

Menurutnya, pemerintah bersama dengan Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perlu melakukan langkah efektif lainnya untuk berantas judi online.

ADVERTISEMENT

Alfons menyebut setidaknya terdapat tiga langkah yang bisa menjadi solusi jangka pendek untuk dilakukan.

Pertama, alih-alih memblokir iklan, Pemerintah perlu mengikuti iklannya agar bisa menelusuri aliran uangnya.

"Kami sarankan yang efektif itu follow the ads, follow the money, tetapi syaratnya harus ada yang memiliki akses dan wewenang, Kepolisian, PPATK, OJK. Jadi tiap kali dia pasang iklan, enggak usah diblokir iklannya," ucap dia.

"Dia akan meminta pemainnya untuk masuk ke nomor WA. Kalau mau main harus masukan nomor rekening, juga harus setor uang ke rekening yang bersangkutan, lalu kalau udah setor uang akan dikasih tahu servernya. Nah ini kuncinya, kalau sudah dapet, lapor ke kepolisian," imbuh Alfons.

Kedua, setelah mengikuti aliran uangnya, lakukan pemeriksaan rekening dan transaksi bersama dengan PPATK dan pihak Bank.

"PPATK liat alur uangnya kemana. Nama rekeningnya kasih ke polisi, lalu bank juga bisa proses terkait dengan pengecekan identitas yang punya rekening."

"Kalau pake KTP palsu ya banknya bisa diproses, karena kan kalau buka rekening harus pakai KTP asli. Kalau KTP asli lebih bagus lagi jadi bisa ditangkap oleh polisi," jelas dia.

Ketiga, memblokir Internet Protocol (IP) server judi online, seperti yang baru dilakukan pemerintah terhadap Kamboja dan Filipina.

"Jadi yang diblokir IP servernya, bukan iklannya. Kalau IP server yang diblok ini cukup kita apresiasi," kata Alfons. "Itu efektif karena memberi pukulan yang cukup besar bagi pelaku judi online."

Solusi jangka menengah-panjang

Di luar solusi yang menurutnya bersifat jangka pendek itu, Alfons menyarankan penggunaan kekuatan hukum untuk memberi efek jera.

"Jangka menengah mungkin PPATK ke kepolisian memproses orangnya, dihukum, masukin penjara yang berat, tetapi itu jangka menengah agar orang jadi takut menjadi afiliator," ujar dia.

Untuk solusi jangka panjang, ia menyinggung soal literasi digital dan literasi finansial.

"Karena masyarakat indonesia mudah dibuai dengan kemudahan mencari uang," sindirnya.

"Nah jangka panjangnya itu yang paling penting dan tidak susah dilakukan tapi jangka panjang, yaitu literasi digital dan literasi finansial, karena masyarakat indonesia masih banyak yang mudah dibuai dengan kemudahan mencari uang," tutur dia.

Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online sekaligus Menko Polhukam Hadi Tjahjanto sebelumnya mengungkap alasan pemerintah tak memprioritaskan pemberantasan bandar judi.

Hadi mengatakan pemerintah fokus pada pencegahan. Selain itu, pemerintah ingin menggencarkan pemulihan bagi orang-orang yang pernah terlibat judi online.

"Yang penting, pertama adalah menyelamatkan rakyat Indonesia dulu, rakyat Indonesia, baru kita bersama-sama memotong para bandar-bandar itu," kata Hadi dalam jumpa pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (25/6).

Infografis - Transaksi Judi Online Tembus Rp600 TriliunTransaksi Judi Online Tembus Rp600 Triliun (Foto: Indonesia/Astari Kusumawardhani)
(rni/dmi)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat