yoldash.net

Artefak Manusia Purba Berusia 44 Ribu Tahun Ditemukan di Timor Leste

Arkeolog menemukan artefak manusia purba di Timor Leste yang berusia 44 ribu tahun lalu, jauh sebelum piramida pertama Mesir dibangun.
Tim arkeolog menemukan artefak manusia purba di Timor Leste. (iStockphoto/gorodenkoff) (dok. Ceri Shipton dkk di Jurnal Nature Communications)

Jakarta, Indonesia --

Artefak batu dan tulang binatang yang ditemukan di sebuah gua dalam di bagian utara Timor Leste. Temuan ini mengungkap tentang tempat tinggal manusia purba lebih dari 35.000 tahun sebelum orang Mesir membangun piramida pertama.

Para arkeolog dari sejumlah universitas di Australia dan Inggris mengatakan ribuan artefak batu dan tulang binatang yang ditemukan di sebuah gua, yang dikenal sebagai tempat perlindungan batu Laili, di bagian utara Timor Leste, menunjukkan manusia purba hidup di sana sekitar 44 ribu tahun lalu.

Para peneliti mengatakan analisis mereka terhadap sedimen dalam, yang berusia antara 59.000 dan 54.000 tahun, dari gua dan lokasi lain di Timor Leste mengungkapkan 'tanda kedatangan' yang menunjukkan bahwa manusia tidak ada di wilayah tersebut sebelum 44.000 tahun yang lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak seperti situs lain di kawasan ini, tempat perlindungan batu Laili menyimpan sedimen dalam yang tidak menunjukkan tanda-tanda jelas adanya pendudukan manusia," kkata Shimona Kealy, arkeolog dan paleobiolog dari Australian National University seperti dilansir dari Al Jazeera, Kamis (23/5).

ADVERTISEMENT

Profesor dari Australian National University dan arkeolog Sue O'Connor mengatakan sedimen yang baru diperiksa mengungkap tentang kapan manusia tiba di pulau Timor.

"Tidak adanya manusia di Pulau Timor lebih awal dari setidaknya 50.000 tahun yang lalu merupakan hal yang signifikan karena menunjukkan bahwa manusia purba ini tiba di pulau tersebut lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya," ucap dia.

Para peneliti dari Australian National University (ANU), Flinders University, University College London (UCL) dan ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage telah mempublikasikan temuan mereka di jurnal Nature Communications minggu ini.

Lukisan gua tertua

Penemuan baru di Timor Leste ini adalah yang terbaru di wilayah yang dikenal dengan beberapa temuan arkeologi paling kuno, selain di negara tetangganya, Indonesia dan Australia.

Pulau Timor terletak di sebelah selatan Sulawesi, Indonesia, tempat para peneliti meyakini bahwa lukisan babi rusa berusia 45.500 tahun kemungkinan merupakan lukisan seni cadas tertua di dunia.

Basran Burhan, arkeolog Indonesia dari Sulawesi Selatan yang memimpin survei dan menemukan lukisan tersebut, mengatakan tentang penemuan pada tahun 2021 bahwa 'manusia telah memburu babi Sulawesi selama puluhan ribu tahun'.

"Babi-babi ini adalah hewan yang paling sering digambarkan dalam seni cadas zaman es di pulau tersebut, menunjukkan bahwa mereka telah lama dihargai baik sebagai makanan maupun sebagai fokus pemikiran kreatif dan ekspresi artistik," kata Burhan.

Tim sebelumnya menemukan lukisan berusia 44.000 tahun di gua lain di Sulawesi, yang menggambarkan pemburu setengah manusia menggunakan tombak dan tali untuk mengejar binatang liar.

Penemuan lukisan itu dinobatkan sebagai salah satu dari 10 terobosan ilmiah terbaik tahun 2020 oleh majalah Science.

Warisan budaya kuno terancam?

Banyak situs warisan budaya tertua di dunia ditemukan di Australia hingga selatan Timor Leste dan Indonesia.

Masyarakat Aborigin yang tinggal di Australia memiliki salah satu budaya tertua yang masih bertahan di Bumi, sebagaimana didokumentasikan oleh bukti arkeologi setidaknya berusia 60.000 tahun.

Di Murujuga di barat laut Australia, diperkirakan ada satu juta petroglif yang mencakup ukiran batu yang berasal dari 40.000 tahun yang lalu.

Ukirannya mencakup gambar binatang yang kini telah punah, termasuk walabi ekor paku dan harimau Tasmania, yang juga dikenal sebagai harimau Tasmania.

Lanskap Budaya Murujuga secara resmi dinominasikan untuk status Warisan Dunia UNESCO awal tahun ini.

"Murujuga adalah lanskap bersejarah tempat nenek moyang Ngarda-Ngarli hidup dan berkembang selama ribuan generasi," ucap CEO Murujuga Aboriginal Corporation, Kim Wood.

"Setiap bagian dari lanskap ini diukir dengan sejarah, budaya, dan pengetahuan yang telah mengelola Ngurra [kata untuk 'negara' dalam bahasa gurun Pribumi Barat] selama 50.000 tahun," lanjutnya.

Namun beberapa pemilik tradisional telah menyatakan kekhawatirannya bahwa Murujuga dapat menjadi situs warisan masyarakat adat terbaru di Australia yang akan rusak atau hancur karena adanya proyek gas di wilayah tersebut.

Meskipun Petroglif bisa dilindungi dalam daftar warisan dunia UNESCO, pemerintah negara bagian Australia Barat tahun lalu membatalkan undang-undang warisan budaya baru yang diberlakukan untuk melindungi situs warisan budaya.

Hal itu terjadi setelah raksasa pertambangan Rio Tinto menghancurkan situs warisan budaya berusia 46.000 tahun di Ngarai Juukan, sekitar 1.075km (668 mil) utara Perth.

Penghancuran tempat perlindungan Ngarai Juukan pada bulan Mei 2020 menimbulkan kemarahan yang meluas, yang menyebabkan CEO Rio Tinto mengundurkan diri.

Laporan pemerintah Australia berjudul Never Again merekomendasikan agar raksasa pertambangan tersebut menerapkan moratorium penambangan di wilayah tersebut dan merehabilitasi situs-situs suci.

[Gambas:Video CNN]

(dis/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat