yoldash.net

Mengapa Orang-orang Belum Move On dengan Brand Twitter?

Sejak Twitter sudah berubah menjadi X, masih banyak pengguna yang belum move on dengan menyebut media sosial itu dengan nama lamanya.
Sejak Twitter sudah berubah menjadi X, masih banyak pengguna yang belum move on dengan menyebut media sosial itu dengan nama lamanya. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Jakarta, Indonesia --

Sejak Twitter sudah berubah menjadi X sejak Juli 2023, ternyata masih banyak orang yang belum move on dengan menyebut media sosial itu dengan nama lamanya.

Meski segelintir orang sudah menggunakan merek X, sebagian besar penggunanya masih setia dengan merek lama. Mengutip CNN, pengguna yang telah menyebut X merupakan penggemar Elon Musk, miliarder yang membeli Twitter.

Sedangkan, banyak orang, baik secara daring atau langsung, masih menyebut platform itu dengan nama Twitter, dan menyebut posting sebagai tweet.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa outlet berita bahkan masih menggambarkannya sebagai "X, platform yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter" atau beberapa variasi lainnya.

ADVERTISEMENT

Bulan lalu, ketika CEO X Linda Yaccarino berbicara di sidang Senat AS tentang kegagalan media sosial dalam mengekang eksploitasi anak, salah satu ibu korban menyebut platform tersebut sebagai "Twitter, atau sekarang X" dalam pernyataan videonya.

Hal ini mungkin dilakukan untuk menghindari kebingungan. Menurut para ahli, hal ini juga kemungkinan disebabkan oleh psikologi desain dan branding.

[Gambas:Video CNN]



Melihat ke belakang, Twitter diluncurkan ke publik pada 15 Juli 2006. Dalam beberapa tahun kemudian, platform itu telah membangun branding secara luas.

"Perusahaan ini menjadi salah satu dari sedikit perusahaan dengan pengalaman produk yang begitu unik sehingga nama mereknya menjadi identik dengan suatu perilaku," kata Ramon Jimenez, Global Principal di agen konsultan merek Wolff Olins, kepada CNN.

Twitter bahkan merambah setiap bagian kehidupan online dan budaya populer. Pada 2011, frasa "tweet" ditambahkan ke kamus Merriam-Webster, dan "retweet" ditambahkan ke Kamus Bahasa Inggris Oxford Ringkas pada tahun yang sama.

Setelah Elon Musk membeli platform tersebut pada Oktober 2022, Twitter dengan cepat berubah.

Pada awal 2023, perusahaan induk Twitter Inc. berubah menjadi X Corp. Kemudian, lebih dari 17 tahun setelah Twitter go public, Musk mulai mencuit bahwa sudah waktunya untuk mengubah citra platform tersebut menjadi X.

Perubahan merek menyebabkan gelombang kebingungan di dunia maya, terutama ketika logo diubah. Namun, perusahaan lambat dalam memperbarui situs webnya yang masih bertuliskan Twitter.

Tidak hanya itu, kata "tweet", "retweet", dan "quote tweet", masih ada di daftar selama berhari-hari sesudahnya.

Sementara itu, Elon terus memposting tentang terminologi merek pilihannya, menanggapi pengguna dengan mengatakan bahwa tweet sekarang harus disebut "X" dan bahwa keseluruhan konsep retweet harus dikaji ulang.

Kini, terminologi itu sudah berubah menjadi "post", "repost", dan "quote post".

"Semua upaya yang mereka lakukan di Twitter dan tweet, dan Anda tahu, semua terminologi keren, terhapus begitu saja," kata pakar merek Neumeier.

Sejak tahun 1980-an, Neumeier telah membantu perusahaan teknologi besar, termasuk Apple, Adobe, dan Google, membangun merek mereka. Ia bahkan sempat sempat bekerja sebagai konsultan merek untuk Twitter pada tahun 2013.

"Seolah-olah dicoret dengan tanda X. Seperti, 'Anda tidak bisa memilikinya lagi'," ujarnya.

Empat pakar menyatakan adanya fakta bahwa banyak pengguna tidak memahami alasan Twitter diganti mereknya membuat mereka sulit menerima platform tersebut sebagai X.

"Perubahan nama Twitter menjadi X sejauh ini gagal dalam budaya arus utama karena nama tersebut hilang dalam kalimat dan terlihat seperti salah cetak," ujar Neumeier.



Sementara itu, Global Executive Strategy & Innovation Director untuk spesialis merek Landor, James Withey mengatakan perubahan nama membutuhkan waktu untuk membiasakan diri.

"Perubahan merek X mungkin memiliki perjalanan yang lebih sulit, karena ini merupakan kasus yang tidak biasa dari merek dengan ekuitas tinggi - merek yang telah menjadi kekuatan budaya selama lebih dari satu dekade - diganti namanya dalam semalam," kata Withey.

"Pemilihan nama baru tidak membantu karena itu hanya sebuah abjad dan tidak menggugah pengalaman pengguna, seperti halnya Twitter," ujarnya menambahkan.

Sementara itu, sejak perubahan merek beberapa pengguna X terus mendukung merek platform sebelumnya.

Ketika sebuah akun mengeluarkan jajak pendapat yang menanyakan apa sebutan pengguna untuk platform tersebut, hampir 95% dari 33.210 suara memilih Twitter.

Penggemar lain bahkan telah membuat kaos dengan tulisan "I Still Call It Twitter" di bagian depan.

(yoa/pra)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat