yoldash.net

Para Pakar Blak-blakan Cuaca Ekstrem Rancaekek Tornado atau Bukan

Sejumlah ahli dari berbagai lembaga menjelaskan identitas sebenarnya pusaran angin merusak di Rancekek dan sekitarnya.
Ilustrasi. Para ahli mengungkap identitas sebenarnya pusaran angin di Rancaekek. (iStockphoto)

Jakarta, Indonesia --

Para ahli menyimpulkan pusaran angin di Rancaekek, Kabupaten Bandung, pada prinsipnya adalah tornado dengan skala lebih kecil dibanding yang biasa terjadi di AS. Namun, penggunaan istilah yang tak tepat bisa memicu efek tidak produktif. 

Fenomena cuaca ekstrem itu mengguncang kawasan perbatasan Kabupaten Sumedang-Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (21/2).

Pakar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menyebutnya sebagai tornado pertama di Indonesia. Sementara, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membantah itu dan menyebutnya sebagai puting beliung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keriuhan soal polemik identitas pusaran angin itu pun menyebar di media sosial hingga jadi viral. Lalu, mana yang benar?

Peneliti Meteorologi di Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Deni Septiadi menuturkan pada dasarnya angin puting beliung adalah tornado dalam istilah lokal.

ADVERTISEMENT

"Di Indonesia kita mengenal angin kencang berputar (tornado) sebagai puting beliung, angin kencang, angin puyuh, angin leysus, angin bohorok, belalai air dan lain-lain," ujarnya, dalam keterangan tertulis kepada Indonesia.com, Sabtu (23/2) malam.

"Diksi yang paling umum digunakan adalah puting beliung sebagai bentuk istilah lazim kearifan lokal yang dikenal oleh masyarakat," lanjutnya.

Puting beliung secara teknis merupakan angin yang berputar (spin) menyerupai corong (funnel shaped), yang berasosiasi dengan sel konvektif awan badai (thunderstorm).

Terpisah, peneliti senior di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi menjelaskan fenomena itu merupakan "kejadian cuaca ekstrem yang memperlihatkan karakteristik puting beliung yang sangat kuat."

Hal tersebut ditandai dengan area terdampak yang luas serta intensitas yang sangat kuat.

Ia menyebut istilah puting beliung dikenal sebagai tornado skala kecil atau microscale tornado. Pasalnya, ukuran angin ini lebih kecil daripada tornado yang biasa terjadi di daerah lintang menengah.

"Fenomena tornado menggambarkan suatu kolom udara yang berputar sangat cepat, mulai dari awan badai hingga mencapai permukaan tanah, dan biasanya berbentuk seperti corong," ujar Didi dalam keterangannya, Jumat (23/2).

Perbedaan utama 

Lalu apa yang membedakan secara signifikan antara tornado dan puting beliung?

"Yang membedakan antara tornado dan puting beliung terletak pada skala ruang dan waktu," jawab Deni.

Kecepatan rotasi angin tornado atau puting beliung dibatasi oleh konsep fisis aliran dinamika fluida dalam meteorologi yang dikenal sebagai votisitas.

Kekuatan belokan fluida (defleksi) akan semakin melemah ketika mendekati ekuatorial akibat gaya semu 'Coriolis' yang timbul sebagai konsekuensi rotasi Bumi barat-timur.

"Artinya kekuatan rotasi tornado akan jauh lebih besar dibandingkan kekuatan rotasi pada puting beliung," jelas Deni.

Kekuatan angin Tornado yang banyak terjadi di AS, dalam Skala Fujita yang Ditingkatkan (Enhanced Fujita Scale), mayoritas berada pada skala EF0 hingga EF2. EF0 berkisar antara 105-117 km per jam. 

"Karena puting beliung/tornado merupakan rare event phenomena, sangat sulit mengukur langsung kekuatan rotasi fenomena ini. Kecepatan angin puting beliung diestimasi memiliki kecepatan jauh di bawah EF0 (tidak sampai 100 km/jam)," tutur Deni.

Bahkan, BMKG mengukur kecepatan angin di sekitar Jatinangor saat kejadian puting beliung hanya berkisar 36 km/jam meski estimasi ini akan jauh di bawah kekuatan aslinya.

"Artinya jika hanya mengacu pada skala Fujita, kekuatan puting beliung bahkan tidak masuk pada skala paling lemah Fujita (EF 0)," lanjut dia.

Didi menambahkan tornado biasanya terjadi dalam awan badai yang terbentuk sepanjang front (batas antara dua massa udara yang berbeda) atau di dalam awan badai supersel (supercell).

Sementara, puting beliung biasanya terjadi karena proses konveksi lokal di dalam awan badai dan biasanya berkaitan dengan downburst/microburst (aliran udara ke bawah) yang kuat.

Dari segi skala, tornado biasanya lebih besar dan lebih kuat, dengan angin yang lebih kencang dan diameter yang lebih besar. Sementara puting beliung biasanya lebih kecil dan kecepatan angin yang lebih rendah.

"Sedangkan puting beliung kadang-kadang disebut sebagai microscale tornado karena lebih kecil daripada tornado yang terjadi di lintang menengah," terang Didi.

Selain itu, tornado sendiri dapat berlangsung hingga beberapa jam, sementara puting beliung biasanya berlangsung lebih pendek hingga beberapa menit.

Tornado, lanjut Didi, biasanya terbentuk di wilayah lintang menengah dengan gradien atau perbedaan temperatur yang tinggi, sedangkan puting beliung biasanya terbentuk di wilayah tropis di mana konveksi sangat aktif karena kondisi atmosfer yang hangat dan lembap.

Kemudian, dampak dari tornado biasanya lebih dahsyat dibandingkan dengan puting beliung. Walaupun puting beliung juga cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan lokal terutama di wilayah padat penduduk.

Terlepas dari segala perbedaan dan kemiripan dua istilah itu, Deni mewanti-wanti penggunaan istilah yang memicu kehebohan, terlebih di tengah peningkatan insiden.

Dalam catatan BNPB, katanya, ada peningkatan frekuensi puting beliung dari 400 kejadian pada 2011 menjadi di atas 1.500 kejadian pada 2021.

"Jelas bahwa di tengah keprihatinan kita akan peningkatan bencana hidrometeorologi, penggunaan diksi yang terkesan membuat gaduh malah akan menjauhkan kita pada upaya mitigasi kebencanaan," tandas Deni.

[Gambas:Video CNN]

(lom/can/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat