yoldash.net

Tren Nama Muhammad, Tajikistan Larang Warga Beri Nama Arab Pada Anak

Tak hanya melarang gunakan hijab, Tajikistan juga menerapkan aturan anti-Islam lainnya termasuk larangan pemberian nama-nama Arab pada anak.
Tak hanya melarang gunakan hijab, Tajikistan juga menerapkan aturan anti-Islam lainnya termasuk larangan pemberian nama-nama Arab pada anak. (AFP/NOZIM KALANDAROV)

Jakarta, Indonesia --

Tajikistan menjadi sorotan usai meloloskan rancangan undang-undang yang akan melarang penggunaan hijab di ruang publik pada pekan lalu.

Larangan penggunaan hijab ternyata merupakan aturan anti-Muslim terbaru yang selama ini telah diterapkan pemerintahan sekuler Presiden Emomali Rahmon.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, menurut data sensus penduduk 2020, 96 persen dari total sekitar 10,3 juta penduduk Tajikistan merupakan umat Muslim.

Pada awal 2016, Tajikistan juga pernah merancang undang-undang yang melarang penggunaan "nama asing", terutama yang berbau Arab dan Islam.

ADVERTISEMENT

Dalam pembahasan amandemen UU tentang Keluarga dan Pencatatan Sipil pada Januari 2016 itu, Menteri Kehakiman Tajikistan Rustam Shohmurod menilai nama "asing" telah menyebabkan perpecahan dalam masyarakat Tajik.

Menurut media lokal saat itu, larangan soal nama ini bertujuan melawan tren yang berkembang di negara Asia Tengah tersebut, di mana semakin banyak orang tua yang memberikan nama anak-anak mereka dengan nama khas Arab.

RUU ini muncul setelah Presiden Rahmon memerintahkan parlemennya mempertimbangkan larangan pendaftaran nama yang dianggap terlalu Arab, kata seorang pejabat di departemen catatan sipil Kementerian Kehakiman kepada Interfax seperti dikutip The Guardian pada 2015 lalu.

"Setelah peraturan ini disahkan, kantor pendaftaran tidak akan mendaftarkan nama yang salah atau asing dengan budaya setempat, termasuk nama yang menunjukkan benda, flora dan fauna, serta nama asal Arab," kata seorang pejabat di Kementerian Pencatatan Sipil Tajikistan, Jaloliddin Rahimov.

Saat itu, RUU tersebut diyakini bakal mendapat persetujuan parlemen dan akhirnya disahkan menjadi undang-undang oleh sang presiden seumur hidup Tajikistan.

Sebab, sejak 1994 berkuasa, Rahmon terus berupaya menjadikan Tajikistan negara sekuler dengan mempromosikan nilai-nilai paham tersebut dan mencegah praktik keagamaan dan keyakinan yang ia anggap asing mengakar dalam kehidupan politik dan sosial negara tersebut.

Dikutip Radio Free Europe, nama-nama yang berasal dari tokoh Isma seperti Sumayah, Aisha, dan Asiya yang dulunya hampir tidak ada di Tajikistan kini menjadi nama terpopuler untuk anak perempuan dalam beberapa tahun terakhir.

Sementara itu, nama Muhammad, Yusuf, hingga Abubakr juga kian populer di kalangan anak laki-laki Tajikistan.

RUU itu juga melarang penambahan nama awalan berbau Arab seperti Mullah, Khalifa, Syekh, Amir, hingga Sufi pada laki-laki.

Saat itu, Komite Bahasa dan Terminologi Tajikistan sampai merilis daftar 4.000 nama yang direkomendasikan untuk bayi yang baru lahir.

Daftar nama tersebut sebagian besar terdiri dari nama-nama khas Tajik atau Persia yang "murni" dan telah didistribusikan ke kantor pendaftaran sipil di seluruh negeri untuk membantu orang tua memilih nama untuk bayi mereka.

Dalam rapat parlemen, ketua majelis rendah saat itu, Shukurjon Zuhurov, mengatakan bahwa memilih nama-nama dari daftar yang disiapkan pemerintah itu tidaklah wajib. Namun dia mengatakan orang tua harus memilih nama yang "sesuai dengan budaya Tajik."

Sementara itu, Komite bahasa mengatakan amandemen tersebut hanya berlaku untuk etnis Tajik dan tidak akan berlaku untuk etnis minoritas. Tajikistan memiliki etnis minoritas Uzbek yang besar, serta kelompok kecil Kyrgyzstan, Rusia, dan lainnya.

(rds/bac)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat