Review Film: Menjelang Ajal
Bagi saya, satu-satunya alasan Menjelang Ajal (2024) masih menarik untuk disaksikan hingga akhir adalah penampilan Shareefa Daanish. Daanish mampu membuat perhatian saya teralihkan dari naskah film ini yang kurang konsisten.
Pengalaman Daanish dalam film horor dan thriller memang tak perlu diragukan, Dara (2007), Rumah Dara (2009), dan The Night Comes for Us (2018) mungkin jadi sedikit portfolio Daanish menampilkan aksi gila di layar lebar.
Meski begitu, Daanish memang tampak lebih luwes ketika memerankan karakter yang 'sinting', atau dalam film ini berupa kesurupan. Pendalaman karakter, eksplorasi mimik wajah, hingga ekspresi vokal bisa dimainkan Daanish dengan apik.
Hal yang berbeda justru terjadi ketika ia berperan sebagai 'manusia biasa', dalam hal ini sebagai Ibu Sekar. Saya sempat mengernyitkan dahi ketika babak-babak awal Daanish sebagai Sekar muncul, terutama saat mengomeli anak sulungnya, Dani (Daffa Wardhana).
Respons Daffa sebagai Dani juga tidak kalah kaku. Saya bahkan merasa heran mengapa adegan tersebut begitu cringe, padahal posisinya di awal film yang mestinya menarik perhatian. Namun saya kemudian sadar itu semua baru awalan.
Naskah yang dibuat Deni Saputra memang sebagian besar berisi percakapan atau dialog yang membuat saya refleks mengatakan "naon siih???". Entah referensi awal 2000-an mana yang digunakan Deni sehingga dialog terasa seperti melihat pergaulan angkatan Onky Alexander kala muda.
Review Film Menjelang Ajal (2024): Daanish memang tampak lebih luwes ketika memerankan karakter yang 'sinting', atau dalam film ini berupa kesurupan. (Rapi Film via IMDb) |
Penggunaan bahasa dengan referensi budaya dan waktu dalam adegan terasa tak cocok. Hal itu belum termasuk dengan printilan-printilan kecil yang saya rasa kurang pas ada di layar.
Apalagi, Hadrah Daeng Ratu tampaknya juga tak banyak melakukan eksplorasi naskah selain dari pada pengaturan angle kamera. Ratu jelas berusaha menakuti penonton dengan gaya sorot kamera yang seolah-olah akan memberikan jumpscare.
Saya merasa, frekuensi Ratu menggunakan teasing tersebut terlalu banyak dalam film ini dan mengurangi nilai horor dalam situasi adegannya. Apalagi, suara latar yang selalu ada membuat film layar lebar ini serasa film layar kaca.
Namun semua mulai berubah saat setan itu masuk ke dalam Sekar. Di sinilah sajian utama setelah pembukaan yang kurang meyakinkan. Daanish perlahan tapi pasti merebut perhatian dari segala cringe yang ada di film ini.
Dibantu dengan prostetik dan tata rias yang pas, Daanish menunjukkan kengerian yang sudah dinanti sejak awal. Pada saat ini pula, pengarahan fokus gambar dari Ratu menjadi ada maknanya.
Dramatisasi gambar yang dimainkan Ratu kawin padu dengan ekspresi dan akting Daanish. Bahkan, beberapa adegan jumpscare dan gore yang ditampilkan detail oleh Ratu meningkatkan intensitas cerita.
Deni, yang debut menulis untuk film panjang lewat film ini, sebenarnya punya banyak peluang mengeksplorasi situasi yang lebih horor tanpa harus menampilkan banyak dialog. Beberapa peluang tersebut seperti ketika mendadak warung penuh pengunjung.
Review Film Menjelang Ajal (2024): ada banyak bagian cerita film ini yang bila dibuang pun tidak akan mengurangi esensi cerita, seperti sebagian besar adalah kisah karakter Ratna (Caitlin Halderman) dan Dodi (Shakeel Fauzi). (Rapi Film via IMDb) |
Fokus pada eksplorasi momen menurut saya menjadi salah satu kunci untuk bertahan pada konsistensi yang masih terasa lemah untuk naskah panjang pertama Deni ini.
Selain itu, ada banyak bagian cerita film ini yang bila dibuang pun tidak akan mengurangi esensi cerita, seperti sebagian besar adalah kisah karakter Ratna (Caitlin Halderman) dan Dodi (Shakeel Fauzi).
Hal itu belum termasuk dari detail-detail cerita yang menertawakan nalar seperti saat berada di hutan bambu, atau keberadaan dari Ki Jabrik yang ia perankan sendiri.
Pada bagian karakter dirinya itu pula, jujur saja, saya seolah kembali ke era horor Orde Baru yang mana itu kontradiktif dengan 'settingan' cerita sejak awal.
Namun terlepas dari semua itu, Menjelang Ajal cukup bisa menjadi awal yang cukup baik bagi Deni Saputra. Saya pun menantikan film-film horor lainnya yang akan ia tulis di masa mendatang, yang semoga tidak terjebak dalam pola repetitif menjemukan hanya demi cuan.
Kesan serupa juga saya rasakan untuk Hadrah Daeng Ratu yang dua tahun terakhir bagai non-stop merilis film --dan nyaris semuanya horor--, mulai dari Perjanjian Gaib, Sijjin, 172 Days, Pemandi Jenazah, dan Menjelang Ajal.
Ratu memiliki potensi besar menghasilkan sajian horor yang bikin kena mental, apalagi mengingat dirinyalah yang membuat Makmum (2019) yang traumanya kembali jadi pembahasan beberapa waktu lalu.
Namun saya juga mengingatkan kepada Ratu akan pentingnya menjaga ritme produktivitas demi mempertahankan kualitas karya. Sederhananya, jangan semua bekal dihabiskan di awal karena perjalanan masih panjang.
[Gambas:Youtube]
[Gambas:Video CNN]