Review Serial: Parasyte The Grey
Yeon Sang-ho mengembangkan semesta Parasyte dengan solid melalui Parasyte: The Grey. Ia memastikan esensi original Parasyte karya Hitoshi Iwaaki tetap ditampilkan meski dengan penceritaan baru.
Berdasarkan ide awal yang sama, Yeon Sang-ho menggambarkan situasi Korea Selatan ketika parasit misterius tiba-tiba menyerang manusia. Ia pun masih menyoroti tentang tujuan dari eksistensi hingga coexistence.
Kisah itu dikemas berbeda, baik dari kisah, karakter utama, bentuk parasit itu sendiri dengan lebih kekinian, sehingga memberikan warna baru untuk semesta Parasyte yang telah ada, mulai dari manga (1989-1994), serial animasi (2014), dan dua film live-action (2014,2015).
Yeon Sang-ho selaku penulis naskah sekali lagi menunjukkan kepiawaiannya dalam memastikan semua hal penting, dari narasi permasalahan, pengenalan karakter, hingga referensi karya original bisa tersampaikan dalam enam episode Parasyte: The Grey.
Adegan-adegan laga serta gore juga sudah dimasukkan untuk bisa dinikmati fan semesta ini dalam episode yang sedikit itu. Komentar sosial tentang identitas, moralitas bahkan agama dan komunitas, serta kemanusiaan ada di dalamnya.
Semua diceritakan dengan pas tanpa ada terasa terburu-buru, termasuk saat klimaks dan penyelesaian masalah. Sehingga, tak ada adegan yang tampak sia-sia.
Hal tersebut yang membedakan Parasyte: The Grey dengan serial-serial tulisan Yeon Sang-ho lainnya, seperti Hellbound, Monstrous, dan The Bequeathed yang jelas terasa slow-paced.
Para bintang pun memiliki spotlight masing-masing, seperti Jeon So-nee yang apik memerankan dua karakter dengan kepribadian bertolak belakang, Koo Kyo-hwan bak penetralisir dengan guyonan dan sindiran-sindirannya.
Begitu pula dengan Kwon Hae-hyo yang menghadirkan sedikit kehangatan dari kisah thriller tersebut, dan
Yoon Hyun-gil yang memiliki pengembangan karakter paling jelas.
Poin tambahan lainnya bagi serial ini adalah CGI yang cukup baik, bahkan bisa dibilang lebih bagus daripada serial Korea fantasi Netflix yang sudah sangat dinanti-nanti dan dirilis tahun lalu.
Perubahan fisik manusia ketika berubah jadi parasit tampak makin meyakinkan dengan sokongan efek suara.
Review serial: Parasyte: The Grey menampilkan CGI cukup baik dalam perubahan fisik manusia ketika jadi parasit. (Netflix/Cho Wonjin) |
Secara keseluruhan, Parasyte: The Grey merupakan serial yang berhasil menampilkan kisah baru dan tetap menyenangkan seperti kisah originalnya meski hanya dengan enam episode.
Serial ini pun juga ramah bagi para penonton baru yang belum membaca manga atau menonton serial animasi dan dua film live-action Jepang sebelumnya. Parasyte: The Grey bahkan bisa jadi pintu untuk mendatangkan fan baru dalam semesta itu.
Meski memang ada kisah yang belum sepenuhnya belum dieksplorasi lebih lanjut, hal itu bisa dikembangkan dalam musim selanjutnya apabila diproduksi.
Kehadiran Masaki Suda sebagai versi baru Shinichi Izumi di akhir episode sesungguhnya membuka lebar pintu untuk Parasyte: The Grey season 2.
Parasyte: The Grey bisa ditonton di Netflix.
[Gambas:Youtube]