Review Film: Kingdom of the Planet of the Apes
Saya sempat khawatir saat mengetahui saga Planet of the Apes berlanjut dengan Kingdom of the Planet of the Apes. Waralaba itu telah melahirkan trilogi yang solid sekaligus revolusioner untuk sebuah reboot film sci-fi era modern.
Kingdom of the Planet of the Apes juga mengusung era baru dengan wajah berbeda di depan dan balik layar. Tak ada lagi Caesar sebagai jantung cerita trilogi, Andy Serkis sang pemeran simpanse legendaris, begitu pula dengan Matt Reeves yang meninggalkan kursi sutradara.
Kekhawatiran dan tanda tanya besar itu berbuah jawaban meyakinkan setelah menghabiskan 145 menit menonton film keempat tersebut. Kingdom of the Planet of the Apes sanggup mengikuti jejak waralaba Apes itu dengan cukup menjanjikan.
Sekuel ini masih menghadirkan premis yang sama dengan tiga film sebelumnya: Dapatkah manusia dan kera hidup berdampingan?
Premis itu kemudian dikembangkan menjadi narasi baru yang diramu Josh Friedman sebagai penulis naskah dan Wes Ball di kursi sutradara. Mereka lantas sepakat untuk mengambil latar jauh ke depan, tepatnya 300 tahun sejak kematian Caesar (Andy Serkis).
Keputusan itu memberi keleluasaan untuk membangun dunia yang baru bagi kera dan manusia. Josh Friedman memanfaatkan peluang itu dengan menunjukkan kera yang terus berjuang membangun peradaban lantaran menjadi spesies paling dominan di Bumi.
Review film: Kingdom of the Planet of the Apes menampilkan era manusia nyaris berakhir sejak orang-orang yang tersisa berubah menjadi liar dan primitif.: (20th Century Studios) |
Di sisi lain, ia juga tidak luput memperlihatkan manusia yang mengalami kemunduran hingga menghilang dari peradaban. Era manusia pun nyaris berakhir sejak orang-orang yang tersisa berubah menjadi liar dan primitif.
Penggambaran tentang perubahan kondisi dunia setelah peristiwa War for the Planet of the Apes (2017) itu diracik rapi. Film ini menghormati trilogi pendahulunya dengan tetap menyelipkan peristiwa hingga warisan Caesar dalam bagian-bagian penting cerita.
Hal itu membuat peralihan cerita dari era Caesar menuju era Noa (Owen Teague) berjalan mulus. Kingdom of the Planet of the Apes bahkan mempertegas perubahan itu dengan memperlihatkan betapa eksistensi manusia dan kera sudah bertukar di Bumi distopia tersebut.
Tengok saja ketika salah satu adegan menampilkan Noa dan Raka (Peter Macon) berusaha menjinakkan manusia dengan memberikan apel. Berbagai karakter kera dalam cerita itu juga berulang kali menyebut manusia sebagai makhluk yang bodoh.
Pemandangan semacam itu tentu berbanding terbalik ketika kera masih dikurung dan dianggap primitif oleh manusia dalam Rise of the Planet of the Apes (2011).
Josh Friedman dan Wes Ball juga mengerahkan daya imajinasi mereka ketika membangun peradaban kera. Dunia baru itu dieksplorasi dengan menampilkan para kera yang membentuk klan dengan ciri khas masing-masing.
Klan-klan dalam Kingdom of the Planet of the Apes juga dilengkapi detail imajinatif yang masih masuk akal. Klan Elang, misalnya, memiliki tradisi memelihara elang untuk berburu dan bertahan hidup.
Penulisan cerita menjadi semakin menarik karena dalam film ini, penulis menggambarkan watak kera yang tidak jauh berbeda dengan manusia jika sama-sama dibekali kecerdasan.
Lanjut ke sebelah..