yoldash.net

Review Film: Abigail

Review film: Abigail layak jadi salah satu rekomendasi dan memperpanjang kontingen film horor-komedi terbaik tahun ini setelah Agak Laen.
Review film: Abigail layak jadi salah satu rekomendasi dan memperpanjang kontingen film horor-komedi terbaik tahun ini setelah Agak Laen. (dok. Universal Pictures via IMDb)

Jakarta, Indonesia --

Abigail mungkin jadi contoh paling anyar dan sederhana bahwa film "bagus" tidak melulu harus produksi art-house, cerita menjelimet dengan pesan metaforis mendalam, dan tipikal film dalam obrolan anak-anak sinefili.

Film horor komedi --yang mana saya rasa lebih cocok menyebutnya dengan thriller dengan sedikit komedi-- ini dikemas dengan pas oleh duet sutradara Matt Bettinelli-Olpin dan Tyler Gillett, dari naskah Stephen Shields dan Guy Busick.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abigail juga jadi proyek reuni antara Bettinelli-Olpin, Gillett, dan Busick, setelah Scream VI (2023) dan Ready or Not (2019). Secara umum pun, keseruan dalam Abigail tak jauh berbeda dari kedua film tersebut.

Namun bagi mereka yang belum pernah melihat filmografi ketiganya, tak perlu khawatir. Abigail menawarkan sajian yang ringan, tapi sanggup membuat penonton untuk kaget hingga terpana dengan visual juga jalan ceritanya.

ADVERTISEMENT

Kisahnya juga sederhana, soal sekelompok orang yang terjebak dalam satu rumah dalam satu malam dengan seorang vampir anak perempuan. Sekelompok yang semula tak saling mengenal itu pun harus berusaha bertahan hidup bisa keluar dengan selamat.

Pembagian karakter di dalamnya juga tipikal film popcorn, ada yang serba tahu, ada yang bodoh, ada yang bertindak bagai pahlawan, ada juga yang antagonis, serta ada yang terkesan 'tak ada gunanya' dalam film itu. Persis film-film survival popcorn.

Cerita Abigail mengisahkan kelompok penjahat yang berencana menculik anak perempuan dengan tebusan puluhan juta. Namun, rencana itu berubah petaka saat target mereka justru seorang vampir.Review film: Cerita Abigailterbilang sederhana, soal sekelompok orang yang terjebak dalam satu rumah dalam satu malam dengan seorang vampir anak perempuan. (dok. Universal Pictures via IMDb)

Namun yang membedakan adalah bagaimana Shields dan Busick menempatkan karakter-karakter itu dalam konflik yang tak biasa: dikejar anak perempuan penggila balet yang sebenarnya vampir buas selama sepanjang malam dan sekeliling rumah.

Premis yang sebenarnya konyol itu pun dilengkapi dengan sajian brutal ala Scream dan Ready or Not. Selain itu, Shields dan Busick menambahkan dengan cemoohan atas berbagai narasi soal vampir, mulai dari bawang putih hingga salib, sampai soal citra vampir era modern macam Twilight.

Menerima naskah yang 'agak lain', Bettinelli-Olpin dan Gillett pun mengeksekusinya dengan "serius tapi santai". Hal itu terlihat dari bagaimana detail komposisi dalam frame, efek visual, angle kamera, hingga penempatan alur cerita agar tidak membosankan.

Keputusan tersebutlah yang saya puji dari keduanya dalam film ini. Naskah film popcorn yang "tipikal" sebenarnya cenderung mudah membuat sineasnya terjebak sehingga film malah jadi membosankan. Namun sekadar menyelipkan plot-twist juga bukan hal yang mudah.

Cerita Abigail mengisahkan kelompok penjahat yang berencana menculik anak perempuan dengan tebusan puluhan juta. Namun, rencana itu berubah petaka saat target mereka justru seorang vampir.Review film: Abigail bagai permainan seorang balerina di atas panggung. Kadang mendayu mengikuti alunan lagu, tapi bisa berubah menjadi gerakan yang cepat, intens, dan menampilkan gerakan akrobatik yang membuat penonton ternganga. (dok. Universal Pictures via IMDb)

Plot-twist yang tidak dirancang dengan baik bisa jadi malah membuat penonton tersesat lantaran sudah mulai kehilangan fokus dengan cerita yang "tipikal". Pencegahan inilah yang dilakukan Bettinelli-Olpin dan Gillett lewat sejumlah sisipan lelucon, efek, serta sajian visual di layar.

Hasilnya, Abigail bagai permainan seorang balerina di atas panggung. Kadang mendayu mengikuti alunan lagu, tapi bisa berubah menjadi gerakan yang cepat, intens, dan menampilkan gerakan akrobatik yang membuat penonton ternganga.

Formula tersebut untungnya terbantu dengan penampilan para pemain dalam Abigail. Keputusan tidak menggunakan aktor dan aktris kelas A mampu membuat penonton fokus akan karakter serta cerita dan tidak akan mempermasalahkan tampilan "siapapun". Bagi saya, ini salah satu yang "meringankan" dari film popcorn.

[Gambas:Youtube]



Sementara itu, bagian tata rias, prostetik, dan efek visual juga bisa dengan pol-pol-an mewujudkan imajinasi sutradara dan penulis. Saya tak ingin spoiler, tapi yang jelas kerja mereka patut disebut mantap betul.

Abigail layak menjadi salah satu rekomendasi dan memperpanjang kontingen film horor-komedi terbaik tahun ini setelah Agak Laen dengan performa sinematik dan komersil mengagumkan pada awal 2024.

[Gambas:Video CNN]



(end)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat