yoldash.net

Review The Tortured Poets Department: Manuskrip Kegetiran Taylor Swift - Halaman 2

Review album The Tortured Poets Department: Taylor Swift rasanya membuat ini bukan untuk digemari, tetapi cuma menumpahkan kegetiran dalam relung.
Review album The Tortured Poets Department: Taylor Swift rasanya membuat ini bukan untuk digemari, tetapi cuma menumpahkan kegetiran dalam relung. (Screenshot dari Instagram @taylorswift )

Aspek penerimaan akan takdir menyakitkan (So Long, London), memilih mereka yang menghargai (The Alchemy), merangkul inner child (So High School), profesionalitas dan mengapresiasi diri sendiri (I Can Do It With A Broken Heart), serta pulih dan bersyukur atas tindakan menyakitkan dari orang lain (thanK you aIMee), tersebar dalam sajak yang ia tulis.

Selain itu --yang bikin saya makin kagum-- ia mampu menulis semua emosi kompleks manusia itu dengan sajak metaforis yang sederhana, tapi memiliki makna yang dalam, indah, dan menggetarkan bila dicermati secara seksama. Kelihaian linguistik Swift dalam permainan bahasa dan diksi bahasa Inggris jelas sangat terlihat.

Sajak-sajak tersebut kemudian dibungkus dalam melodi yang digarap oleh Jack Antonoff dan Aaron Dessner, yang secara garis besar membagi The Tortured Poets Department menjadi dua kutub, seperti yang dilakukan Swift dalam Midnights (2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam The Tortured Poets Department, Antonoff banyak menggunakan instrumen synthesizer dan elektrik ala '80-an seperti biasanya, sedangkan Dessner memakai instrumen klasik dan akustik.

Pembagian keduanya pun membelah album ini menjadi dua mood. Bila diperhatikan, Antonoff banyak menggarap lagu-lagu yang penuh dengan roller coaster mood, mulai dari dramatis hingga extravaganza, yang juga menggambarkan dramatisasi sajak-sajaknya.

ADVERTISEMENT

Lagu bagian Antonoff yang menampilkan dengan baik dramatisasi tersebut adalah saat Swift berduet dengan Florence and The Machine dalam Florida!!!. Lagu ini juga sekaligus bagai mewujudkan mimpi penggemar merasakan Swift versi rock.

In this handout photo courtesy of The Recording Academy, (L-R) Aaron Dessner, Taylor Swift and Jack Antonoff attend the 63rd Annual Grammy Awards at Los Angeles Convention Center in Los Angeles on March 14, 2021. (Photo by Kevin Mazur / The Recording Academy / AFP) / RESTRICTED TO EDITORIAL USE - MANDATORY CREDIT Taylor Swift bersama dua sahabat sekaligus ko-produsernya dalam folklore dan evermore (2020) serta Midnights (2022) dan The Tortured Poets Department (2024): Aaron Dessner (kiri) dan Jack Antonoff (kanan). (AFP/KEVIN MAZUR)

Sementara Dessner lebih terasa sederhana, melankolis, dewasa, nostalgia, dan sentimental. Permainan piano Dessner dan sentuhan konsep orkestra dalam sejumlah lagu seperti dalam So Long, London, menumbuhkan sajian yang berbeda dari karya Antonoff.

Sentuhan Dessner yang menyenangkan dalam album ini bagi saya adalah So High School yang kembali mengangkat pop-grunge ala dekade '90-an. Sekilas, drum dan gitar di So High School membuat saya mengenang lagu I Don't Want to Wait (1996) dari Paula Cole di serial Dawson's Creek.

Namun memang, eksplorasi tanpa rem yang dilakukan trio sahabat tersebut membuat album ini bagai kuliah 6 sks yang harus dipahami dalam waktu singkat. Berat dan melelahkan.

[Gambas:Youtube]



Selain daripada jumlah lagunya yang jauh di atas kebanyakan album saat ini, materinya juga gelap yang mungkin memengaruhi psikis pendengar. Sedangkan bagi penggemar --misalnya saya-- referensi lagu-lagu ini bagai ujian nasional tiga mata pelajaran yang harus dipecahkan dalam dua jam pengerjaan.

Meski begitu, saya tidak sepakat Taylor Swift butuh editor untuk album ini.

Selain daripada tidak ada yang paham materinya selain Swift, album ini adalah curahan hatinya dan mungkin sebagai penutup segala hal yang terjadi sebelum dan saat The Eras Tour berjalan, sehingga ia bisa membuka era baru dengan kisah dan perjalanan yang semoga lebih baik di masa depan.

"The only thing that's left is the manuscript. One last souvenir from my trip to your shores. Now and then I reread the manuscript, but the story isn't mine anymore." (The Manuscript)

Top 15 lagu The Tortured Poets Department pilihan Endro Priherdityo:

  1. So Long, London
  2. Florida!!! (featuring Florence and the Machine)
  3. My Boy Only Breaks His Favorite Toys
  4. Fortnight (featuring Post Malone)
  5. I Can Do It With a Broken Heart
  6. The Tortured Poets Department
  7. Who's Afraid of Little Old Me?
  8. Guilty as Sin?
  9. But Daddy I Love Him
  10. So High School
  11. ThanK you aIMee
  12. The Black Dog
  13. Down Bad
  14. Clara Bow
  15. Cassandra
(end)

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat