The Eras Tour, Bukti Magis Musik dan Persona Taylor Swift - Halaman 2
Saya rasa tak perlu banyak penjelasan bagaimana Taylor Swift menyajikan satu era ke era yang lain. Semua sudah tersebar di media sosial dari berbagai fancam, dan ada juga di film konser The Eras Tour yang akan nanti rilis.
Seluruh sapaan, koreografi, improvisasi, nyaris sama dari satu konser ke konser lain.
Semula, saya merasa kesamaan itu membuat Taylor terlihat 'kurang kreatif'. Namun setelah menjalani konser ini dan mengingat jadwal dia yang super padat, saya sadar itu satu-satunya cara agar konser ini berlangsung optimal dan efisien.
Hanya satu yang saya tangkap berbeda dari Taylor kala itu. Saya merasa dirinya kurang fit, suaranya agak sengau. Bahkan saya sempat melihat ia batuk kecil beberapa kali, dan terlihat semakin batuk dari video tangkapan penonton pada malam ketiga.
Saya rasa kondisi Taylor agak menurun setelah konser maraton di Tokyo, lanjut ke Melbourne, dan Sydney.
Di Australia, hujan pun mengguyur konser Eras Tour seperti di Singapura. Kondisi tropis Singapura yang lembab dan jadwal padat rasanya jadi alasan logis kenapa imun Taylor Swift akhirnya goyah.
Taylor pun mengakui kala akan membawakan champange problems pada malam itu. Ia bilang rambutnya kembali "ke setelan pabrik" alias keriting karena kelembaban Singapura. Saya rasanya ingin menimpali, "apa jadinya kalau lo ke Jakarta yang kadang gerah lembabnya di luar logika, Tay?".
Namun sebatuk dan sesengaunya suara Taylor Swift, ia tetap bisa bernyanyi lagu 10 menit hanya dengan iringan gitar, koreografi keliling panggung sepanjang separuh lapangan sepak bola, membawakan banyak nada tinggi, dan menyanyikan sekitar 44 lagu dari 10 album yang sebagian besar adalah hit.
Momen saat Taylor Swift mengumumkan di The Eras Tour Singapura, Minggu (3/3), tentang versi terakhir dari album barunya, The Tortured Poets Department, yang akan rilis 19 April 2024. (Indonesia/Endro Priherdityo) |
Ia merayakan 18 tahun perjalanannya bersama para penggemar yang jadi Swifties dari berbagai era dan negara, dengan segala efek cahaya, semburan api dan asap, dentuman sound, hingga confetti yang grande.
Saya beruntung diberi Taylor Swift beberapa lagu yang memang jadi favorit saya dalam sesi Surprise Songs, yakni long story short dari evermore (2020) dan Clean dari 1989 (2014).
Plus, saya ikut jadi saksi pengumuman versi akhir dari album terbarunya, The Tortured Poets Department, yang rilis 19 April nanti.
Lebih baik di Singapura?
Di tengah perayaan yang sangat vibrant, suara sound dan akustik stadion kebanggaan Singapura ini menurut saya kurang proper. Beberapa kali saya merasa suara dari speaker kurang jernih hingga echoes yang membuat risih telinga saya.
Namun kelemahan itu tertutupi teriakan dan nyanyian 60 ribu penonton yang mengikuti Taylor Swift. Anehnya, saya menemukan rekaman fancam saya punya kualitas audio lebih baik dibanding yang saya dengar secara langsung di stadion.
Begitu konser rampung dengan magis dan semarak usai 3,5 jam, Singapura membuktikan mereka layak jadi rumah Eras Tour di Asia Tenggara.
Puluhan ribu orang keluar stadion secara bersamaan dengan sebagian besar menuju MRT. Akses stasiun pun diberlakukan buka-tutup demi mencegah penumpukan di dalam stasiun, meski jarak tiba kereta sudah dipercepat tak sampai per lima menit.
Para Swifties yang sejak keluar stadion masih bernyanyi-nyanyi, justru diajak karaoke bareng lagu Taylor Swift oleh disjoki depan stasiun selama fase buka-tutup. Namanya juga penggemar berat, begitu mendengar lagu Taylor otomatis mereka langsung bernyanyi tanpa malu-malu.
Uniknya, momen "merayakan musik Taylor Swift" ini bukan cuma dinikmati penonton konser, tetapi juga petugas crowd management hingga polisi yang berjaga-jaga. Semua menikmati, minimal menggoyang-goyangkan kepala.
Kelar konser 60 ribu penonton pukul 22.30 dan sudah tiba di kamar hotel kurang dari sejam, saya anggap sebagai kecanggihan promotor dan Singapura dalam menggelar The Eras Tour. Bila konser ini di SUGBK, saya rasa baru akan tiba di kamar saya di Kebayoran lewat tengah malam.
Akhirnya, The Eras Tour memang jadi panggung terbaik dalam merayakan sebuah fenomena bernama Taylor Swift. Dan tentu saja, pesta dan hajatan besar bagi para Swifties.
Butuh lebih dari sekadar promotor profesional dan mumpuni untuk menggelar konser ini mengingat skala produksi dan massa yang datang, yakni pemerintah yang peduli dan infrastruktur kota yang memadai menghadapi The Eras Tour and The Taylor Swift effect.
(end/end)Terkini Lainnya
-
FOTO: Penertiban Tenda Pencari Suaka di Setiabudi Jakarta
-
Polisi Ungkap Adik Remaja Bunuh Ayah di Duren Sawit Ikut Terlibat
-
Heru Budi: Pencari Suaka di Depan UNHCR Dikembalikan ke Tempat Layak
-
Viral Gereja di Meksiko Jual Lapak Surga Rp1,6 Juta per Meter Persegi
-
Korut Klaim Sukses Uji Coba Rudal Nuklir buat Gertak AS dan Sekutu
-
Tak Bisa Dituntut, Mahkamah Agung AS Putuskan Trump Kebal Hukum
-
Pelni Ajukan PMN Rp500 M Buat Ganti Kapal Usang Berusia 39 Tahun
-
Jokowi Bahas Nasib Wacana Bea Masuk 200 Persen Impor Produk China
-
28 Perusahaan Garmen-Tekstil Mulai Pangkas Hari Kerja Imbas Lesu Order
-
Kata-kata Diogo Costa Jadi Pahlawan Portugal di 16 Besar Euro 2024
-
Indra Sjafri Ungkap Pelajaran Berharga dari Toulon Cup 2024
-
Guinness World Record Ledek Ronaldo Nangis, Sindir Paceklik Gol
-
Daftar Hp Tidak Bisa Pakai WA Juli 2024, Termasuk iPhone dan Samsung
-
VIDEO: Detik-detik Roket China Tak Sengaja Meluncur dan Meledak
-
Siapa Brain Chiper yang Ngaku Jadi Pembobol PDNS 2?
-
Data Apa Saja Harus Dibawa Saat Bikin SIM Pakai BPJS?
-
Singapura Bakal Larang Sepeda Motor Tua dan Batasi Mesin Diesel
-
Syarat Perpanjang SIM Pakai BPJS Berlaku 1 Juli 2024
-
Perjalanan Cinta Ayu Ting Ting dengan Fardhana hingga Batal Menikah
-
Apa Itu Acara Clash of Champions yang Viral di Media Sosial?
-
Ramai Tren Cek Khodam di Media Sosial, Apa Hukumnya dalam Islam?
-
INFOGRAFIS: Polutan, Kamu Ngapain Aja di dalam Tubuh?
-
Ci(n)ta Rasa William Wongso