28 Perusahaan Garmen-Tekstil Mulai Pangkas Hari Kerja Imbas Lesu Order
![28 Perusahaan Garmen-Tekstil Mulai Pangkas Hari Kerja Imbas Lesu Order Dirut BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menyebut 28 perusahaan garmen, tekstil, dan alas kaki mulai mengurangi jam dan hari kerja karena lesu order.](https://akcdn.detik.net.id/visual/2020/08/05/ekonomi-ri-kuartal-ii-minus-532-persen-2_169.jpeg?w=650&q=90)
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan sekitar 28 perusahaan di industri garmen, tekstil, dan alas kaki mulai mengurangi jam dan hari kerja.
Hal tersebut dilakukan buntut lesunya permintaan pesanan.
Anggoro menuturkan fakta tersebut berdasarkan hasil komunikasi BPJS Ketenagakerjaan dengan 57 perusahaan di industri garmen, tekstil, dan alas kaki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun hal yang dikomunikasikan mencakup tiga poin utama. Ketiga poin itu, yakni kondisi perusahaan, permasalahan yang terjadi, dan kebijakan yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Terkait kondisi dan permasalahan yang terjadi di perusahaan, Anggoro menyampaikan separuh dari 57 perusahaan mengeluhkan lesunya pesanan.
"Paling tidak 53 persen dari perusahaan mengalami penurunan pesanan. Sehingga, dampaknya pengurangan jam kerja dan hari kerja. Jadi dampaknya efisiensi. Lebih dari separuh menyampaikan hal tersebut," jelas Anggoro dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (2/7).
Di satu sisi, Anggoro menyampaikan 43 persen dari 57 perusahaan di industri garmen, tekstil, dan alas kaki sudah mulai mengalami peningkatan pesanan.
Sementara, 4,17 persen perusahaan masih dalam pemulihan pascapandemi covid-19.
Lebih lanjut, Anggoro mengatakan 57 perusahaan tadi juga mengharapkan kebijakan dari pemerintah. Para pengusaha mengharapkan kebijakan itu untuk menyembuhkan kondisi di industri.
"Hasil yang kami gali sebagai mitra, mereka punya lima aspirasi. Mereka menyampaikan untuk bisa survive," ucap Anggoro.
Lima aspirasi itu yakni pertama, kemudahan perizinan bagi para investor agar tidak kalah saing dengan negara berkembang lainnya. Kedua, penyerapan upah minimum yang tidak membebani finansial perusahaan.
Ketiga, ketersediaan bahan baku dalam negeri yang mudah dan murah. Keempat, peningkatan dan pelatihan kemampuan pekerja. Kelima, insentif pajak.
(mrh/pta)Terkini Lainnya
-
Said Aqil Setuju Izin Tambang untuk Ormas: Harus Selamanya
-
Kapolri Terjunkan Itwasum-Propam, Supervisi Penyelidikan Kasus Afif
-
FOTO: Penertiban Tenda Pencari Suaka di Setiabudi Jakarta
-
VIDEO: Kondisi Kabin Air Europa usai Diguncang Turbulensi Kuat
-
Viral Gereja di Meksiko Jual Lapak Surga Rp1,6 Juta per Meter Persegi
-
Korut Klaim Sukses Uji Coba Rudal Nuklir buat Gertak AS dan Sekutu
-
Anak Pendiri Astra Gugat Waskita dan Kedubes India di Jakarta Rp3 T
-
BPS Catat RI Deflasi Dua Bulan Berturut-turut Tahun Ini
-
Pelni Ajukan PMN Rp500 M Buat Ganti Kapal Usang Berusia 39 Tahun
-
Nova Arianto dan Erick Thohir Sepelekan Selebrasi Berlebihan Australia
-
Reaksi Lee Chong Wei Soal Zhang Zhi Jie Meninggal
-
Kata-kata Diogo Costa Jadi Pahlawan Portugal di 16 Besar Euro 2024
-
Daftar Hp Tidak Bisa Pakai WA Juli 2024, Termasuk iPhone dan Samsung
-
VIDEO: Detik-detik Roket China Tak Sengaja Meluncur dan Meledak
-
Siapa Brain Chiper yang Ngaku Jadi Pembobol PDNS 2?
-
Data Apa Saja Harus Dibawa Saat Bikin SIM Pakai BPJS?
-
Singapura Bakal Larang Sepeda Motor Tua dan Batasi Mesin Diesel
-
Syarat Perpanjang SIM Pakai BPJS Berlaku 1 Juli 2024
-
Jennifer Lopez-Ben Affleck Konon Sudah Bubar Sejak Maret
-
Perjalanan Cinta Ayu Ting Ting dengan Fardhana hingga Batal Menikah
-
Ramai Tren Cek Khodam di Media Sosial, Apa Hukumnya dalam Islam?
-
Ci(n)ta Rasa William Wongso