yoldash.net

UU Pilkada Digugat ke MK, Minta Calon Bisa Maju Pakai Dukungan Ormas

Penggugat menilai norma dalam UU Pilkada mempersulit warga yang ingin mendapatkan calon alternatif yang diusung organisasi kemasyarakatan (ormas).
MK menggelar sidang uji materiil UU Pilkada yang menggugat syarat untuk calon kepala daerah dari jalur independen atau perseorangan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Jakarta, Indonesia --

Peneliti, advokat, hingga mahasiswa mengajukan uji materiil terhadap UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat dukungan minimal bagi calon kepala daerah jalur independen atau perseorangan.

Para pemohon itu adalah pengamat, Ahmad Farisi; Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Fahrur Rozi; dan Advokat, Abdul Hakim.

Pada intinya, pemohon ingin calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, dan calon walikota/wakil walikota jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat (ormas).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Permohonan ini tercatat dengan Perkara Nomor 43/PUU-XXII/2024. Mereka menguji Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e UU Pilkada.

Abdul mengatakan dengan diberlakukannya norma pada pasal itu, menjadi sulit bagi pemohon untuk mendapatkan calon alternatif. Sebab, seluruh calon yang maju pada kontestasi pilkada ini didominasi oleh calon yang diusulkan partai politik.

ADVERTISEMENT

Hal itu dinilai bertentangan dengan UUD 1945 karena melanggar moralitas dan hak konstitusional untuk mendapat kedudukan yang sama, kepastian hukum, dan kemudahan dalam mengakses hak yang diatur dalam undang-undang.

Lalu, Fahrur sempat menyinggung pemerintah yang memberikan izin kepada ormas untuk mengelola tambang di Indonesia melalui PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 soal Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Maka dengan itu Yang Mulia, hal ini menjadi semacam metodologi komparatif atau analogis di mana organisasi kemasyarakatan itu diakui keberadaannya. Dan sangat mungkin untuk mengusung calon perseorangan sebagai alternatif dari partai politik," kata Fahrur dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/7).

Selanjutnya, Ahmad menyoroti Putusan Nomor 5/PUU-V/2007. Ia menyebut Mahkamah berpendapat syarat dukungan bagi calon kepala daerah perseorangan tidak boleh lebih berat dari syarat dukungan yang harus dipenuhi calon yang diajukan partai politik.

Ahmad menilai yang dimaksud dengan "tidak boleh lebih berat" dalam putusan itu bukan hanya pada besaran angkanya, tetapi juga pada kemampuan calon perseorangan untuk mengakses persyaratan yang dibuat oleh pembuat undang-undang.

Lalu, pemohon pun meminta agar syarat dukungan bagi calon kepala daerah perseorangan yang tercantum dalam pasal yang diuji itu diganti dengan dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi.

Ahmad mengatakan syarat dukungan organisasi masyarakat bagi calon gubernur perseorangan minimal harus berjumlah 5 dari masing-masing kabupaten. Angka itu mengacu pada syarat minimal pembentukan daerah provinsi menurut Pasal 35 ayat (4) huruf a UU 23/2014, yakni minimal harus terdiri dari daerah 5 kabupaten/kota.

Ia juga menyebut syarat dukungan ormas bagi calon bupati perseorangan minimal harus berjumlah 5 ormas dari masing-masing kecamatan dan 4 untuk calon walikota perseorangan. Angka minimal itu berdasarkan syarat minimal pembentukan daerah kabupaten/kota menurut Pasal 35 ayat (4) huruf b dan c UU 23/2014.

"Bahwa para pemohon menyebut syarat dukungan di atas sebagai "persyaratan terbuka", yakni persyaratan yang pada pokoknya tidak menghilangkan persyaratan sebagai sistem pencalonan di satu sisi, namun juga tidak memberatkan dan apalagi sampai membatasi hak-hak konstitusional warga negara yang seharusnya dipermudah sebagaimana dijamin konstitusi," kata Ahmad.

Majelis Sidang Panel yang hadir pada persidangan ini adalah Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.

Guntur menilai pemohon perlu mempertegas dan memperjelas kedudukan hukumnya dalam upaya pengajuan diri sebagai kepala daerah baik melalui jalur independen maupun jalur partai politik.

"Bagaimana mau membahas substansinya jika pintu masuk dari kerugian konstitusional yang didalilkan hanya pada ranah pemikiran saja, setidaknya kerugian yang dimaksudkan adalah potensial terjadi sehingga terlihat posisi pemohon dengan keberlakuan norma yang diujikan," jelas Guntur.

Lalu, Ridwan meminta pemohon untuk lebih menjabarkan kedudukan hukum atau legal standing pada permohonan ini.

Selain itu, Daniel meminta pemohon untuk menyajikan perbandingan dengan negara lain terkait dengan pemberian ruang bagi ormas atau perkumpulan serta komunitas sosial untuk dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah.

"Dalam UUD 1945 jika dicermati sudah jelas dipisahkan untuk menjadi anggota DPR harus melalui parpol, dan untuk kepala daerah awalnya hanya jalur parpol dan kemudian ada jalur independen. Sekarang para pemohon ingin mengajukan jalur lain, maka coba uraikan dalil-dalil ini secara lebih meyakinkan Mahkamah," kata Daniel.

Majelis hakim panel pun memberikan waktu selama 14 hari kerja bagi pemohon untuk memperbaiki permohonannya.

(pop/wis)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat