yoldash.net

Anggota Komisi Hukum DPR: Dewas KPK seperti Macan Ompong

Anggota Komisi III DPR RI Benny K Herman mengkritik fungsi dan kewenangan Dewas KPK yang dinilai lemah dan jauh dari harapan.
Anggota Komisi III DPR RI Benny K Herman mengkritik fungsi dan kewenangan Dewas KPK yang dinilai lemah dan jauh dari harapan. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)

Jakarta, Indonesia --

Anggota Komisi III DPR RI Benny K Herman mengkritik fungsi dan kewenangan Dewan Pengawas (DewasKPK yang dinilai masih lemah dan jauh dari harapan.

Benny menilai Dewas tak menjalankan fungsinya dengan baik dalam mengawasi kewenangan para pimpinan KPK. Menurut Benny, Dewas KPK seperti macan ompong.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalnya, memantau wewenang pimpinan KPK untuk melakukan supervisi dan koordinasi. Sebab, saya melihat ketika tidak ada Dewas dulu, tugas wewenang KPK yang satu ini tidak jalan. Tapi setelah ada Dewas pun tambah tidak jalan," ucap Benny di Komisi III DPR, Rabu (2/6).

"Makanya saya bilang Dewas ini seperti macan ompong," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Pernyataan itu disampaikan Benny dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan Dewas KPK yang dihadiri langsung lima pimpinan yang dipimpin Tumpak Hatorongan Panggabean.

Benny menilai selama hampir lima tahun ini publik miskin informasi terkait tugas yang dilakukan Dewas. Dia terutama menyoroti fungsi pengawasan Dewas terhadap kewenangan lima pimpinan KPK.

Benny lebih jauh mempertanyakan kinerja Dewas KPK selama ini. Dia tak sependapat dengan dalih Dewas bahwa fungsi dan kewenangan mereka dibatasi undang-undang. Menurut Benny, Ketua Dewas Tumpak Hatorangan saat ini tak setegas dan sekeras saat menjadi pimpinan KPK.

"Kelihatannya Pak Tumpak yang dulu sangat ditakuti ketika pimpinan KPK, setelah jadi Dewas menjadi Pak Tumpak yang lemah lunglai," katanya.

Selain itu, politikus Partai Demokrat itu juga mengkritik Dewas karena dalam beberapa kesempatan kerap mereduksi pidana yang dilakukan pimpinan KPK menjadi pelanggaran kode etik.

Dia kecewa sebab ada mantan pimpinan KPK bisa mengundurkan diri dari jabatannya usai terbukti melakukan korupsi tanpa pertanggungjawaban di Dewas. Perlakuan itu dinilai tak adil dengan kasus yang menjerat masyarakat pada umumnya.

"Coba bayangkan ada pimpinan KPK yang begitu saja berhenti tanpa pertanggungjawaban. Ada kan, Pak? Enggak jelas. Hilang ke mana publik enggak tahu. Lalu Dewas ke mana? Dewas bikin apa? Bingung," katanya.

Menjawab kritik Benny, Ketua Dewas Tumpak Hatorongan membantah hal itu. Tumpak mengaku tak pernah mereduksi pelanggaran pidana pimpinan menjadi pelanggaran etik.

Dia bilang Dewas KPK selama ini tak pernah ikut campur menangani dugaan korupsi yang dilakukan pimpinan KPK. Dewas, kata dia, hanya menangani pelanggaran kode etik.

"Saya rasa tidak begitu. Dari dulu kalau sudah merupakan tindak pidana korupsi kami serahkan kepada penyelidik. Tapi etiknya kami sidangkan," katanya.

Dia mencontohkan kasus tindak pidana pemerasan yang dilakukan penyidik KPK, Robin. Menurut Tumpak, pihaknya menyerahkan kasus pidana Robin kepada penyelidik setelah Dewas memberikan sanksi etik kepada yang bersangkutan.

"Bahkan sudah ditahan. Bahkan sudah diputus," katanya.

(thr/pmg)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat