yoldash.net

Jerat Kabel Semrawut Jakarta Berujung Maut - Halaman 3

Pada 9 Agustus 1999, Perda Jaringan Utilitas diteken Sutiyoso. Setelah 24 tahun berlalu, kabel semrawut masih banyak memakan korban.
Petugas Dinas Bina Marga DKI Jakarta menertibkan kabel udara di Jalan Mampang Prapatan. Jakarta, Senin, 13 Februari 2023. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Pada 9 Agustus 1999, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menandatangani Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Jaringan Utilitas. Utilitas yang dimaksud adalah fasilitas yang menyangkut kepentingan umum, antara lain listrik dan telekomunikasi. Aturan itu memuat larangan pemasangan kabel udara di wilayah Jakarta.

Meski sudah 24 tahun peraturan itu dibuat, masih banyak pemilik utilitas yang memasang kabel udara atau di atas permukaan tanah. Padahal pemasangan itu tidak sesuai amanat perda.

Selain Apjatel, beberapa pemilik utilitas udara lainnya yaitu Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), PLN, Telkom, Kemenhan, dan Korlantas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2019, Pemprov DKI pernah berseteru dengan Apjatel. Hal ini terkait pemutusan kabel fiber optik di udara milik anggota Apjatel oleh Pemprov DKI. Apjatel menilai masih adanya pemasangan kabel udara di Jakarta karena Pemprov DKI tidak menyediakan sarana utilitas terpadu.

ADVERTISEMENT

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga menjelaskan Perda Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Jaringan Utilitas sebenarnya masih memperbolehkan pemasangan kabel di udara dengan pengawasan dari Pemda DKI.

"Seluruh kabel yang dipasang atas izin dari Dinas Bina Marga sehingga pihak Pemda harus bertanggung jawab melakukan pengawasan dan penindakan dan sanksi tegas bahkan pemutusan/pemotongan kabel," katanya.

Dalam perda itu disebutkan penempatan jaringan utilitas di atas tanah dapat diperkenankan pada jalan layang, jembatan layang, jalan lintas atas, dan jalan lintas bawah (underpass). Di luar itu, penempatan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh gubernur.

Kabel utilitas yang semrawut di kawasan Pulo Gadung, Jakarta. Indonesia/Safir MakkiKabel semrawut di kawasan Pulo Gadung, Jakarta. (Indonesia/Safir Makki)

Pelanggaran atas aturan itu diancam pidana kurungan 6 bulan atau denda Rp5 juta. Ada pula sanksi administrasi berupa penghentian atau penyegelan pekerjaan, pembongkaran, hingga pencabutan izin penempatan jaringan utilitas.

20 tahun kemudian terbit Peraturan Gubernur Nomor 106 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas. Pergub itu menegaskan penyediaan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) wajib ditempatkan di bawah tanah.

"Pergub 106/2019 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas juga hanya mendorong pemindahan kabel ke bawah (tanah), belum bisa memaksa atau menindak tegas," kata Nirwono.

Insert Grafis Aturan-Penempatan-Kabel-di-JakartaInsert Grafis Aturan Penempatan Kabel di Jakarta. (Indonesia/Asfahan)

Raperda SJUT terbentur retribusi

Saat ini Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta masih menyiapkan rancangan peraturan daerah tentang jaringan utilitas bawah tanah terintegrasi. Bapemperda tengah mendalami kembali usulan perubahan Perda Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas.

"Draf raperda tentang SJUT sudah disiapkan sejak 2019 dan sampai sekarang masih dibahas, terakhir saya ikut rapatnya Maret 2023 sebelum Kadis BM (Bina Marga) diganti," kata Nirwono.

Secara teknis semua sudah setuju baik DPRD dan pemilik utilitas untuk dipindahkan ke bawah tanah agar estetika kota terwujud.

Pembahasan terakhir fokus di pengenaan retribusi daerah yang selama ini tidak pernah dikenakan kepada pemilik kabel utilitas. Selama ini mereka hanya membayar biaya izin pemasangan saja.

Pasal 4 poin D Perubahan Perda Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas, operator pengguna SJUT akan diwajibkan membayar retribusi kepada Pemprov DKI Jakarta. Perda tersebut diperkuat Pergub DKI Nomor 106 Tahun 2019.

Berdasarkan Instruksi Gubernur Nomor 69 Tahun 2020, Jakpro diperintahkan melaksanakan pembuatan SJUT. Namun Jakpro menyerahkan pembangunan SJUT ke Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP), anak usaha Jakpro.

Saat ini sekitar 80 operator internet beroperasi di Jakarta. Mereka masih menempatkan kabelnya di tiang. Tarif biaya sewa SJUT masih dibahas terpisah antara pemilik kabel dan pihak pemerintah agar diatur dalam peraturan yang jelas dan baku.

Hingga kini belum ada titik temu antara Jakpro dengan operator penyelenggara jaringan telekomunikasi yang diwakili Apjatel.

Pembahasan terkait ini berkutat pada berapa biaya restribusi per kilometernya, flat atau naik progresif setiap dua tahun misalnya, seperti biaya jalan tol, sistem pembayaran ke lembaga pengelola. Retribusi SJUT akan diatur dalam pergub ke depannya.

"Semoga raperda dapat segera disahkan sehingga ada payung hukum kuat untuk mewajibkan seluruh pemilik kabel utilitas memindahkan ke bawah tanah/trotoar," ujarnya.

Dia mengatakan kasus terjeratnya leher warga oleh kabel fiber optik harus menjadi momentum Pemprov DKI Jakarta untuk mempercepat pemindahan seluruh sarana jaringan utilitas terpadu ke bawah tanah.

Menurutnya, pelaksanaan pemindahan jaringan utilitas ke bawah tanah bisa bersamaan dengan kegiatan revitalisasi trotoar yang tengah dilaksanakan Dinas Bina Marga DKI, dengan target pada 2030 seluruh SJUT sudah dipindah ke bawah tanah/trotoar.

Selain itu, kata Nirwono, Pemprov DKI harus berani bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan warganya terkait keberadaan SJUT di wilayahnya. Dia berharap Pemda tidak lepas tangan dengan menyalahkan perusahaan kontraktor kabel utilitas tersebut.

"Pemda DKI harus ikut bertanggung jawab sekaligus memberi sanksi tegas kepada perusahaan kontraktor utilitas/kabel serat optik tersebut dan juga bisa pemilik/perusahaan pemberi tugas kepada kontraktor tersebut karena lalai tidak mengawasi pekerjaannya dengan baik," katanya.

(lna/pmg)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2 3

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat