yoldash.net

5 Alasan Warga Korsel Tuntut Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol

Hampir 1 juta warga Korsel tandatangani petisi pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol, karena alasan korupsi hingga kontroversi ibu negara.
Ribuan warga Korsel tandatangani petisi pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol. Foto: AFP/-

Daftar Isi
  • 1. Kembali bikin panas Korut
  • 2. Hapus pajak orang kaya
  • 3. Kebijakan atasi resesi seks tak efektif
  • 4. Kontroversi ibu negara
  • 5. Risiko kesehatan imbas limbah nuklir Fukushima
Jakarta, Indonesia --

Jutaan warga Korea Selatan mendesak pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol melalui petisi daring di situs Majelis Nasional.

Per Rabu (3/7), 1.000.000 orang telah menandatangani petisi yang dirilis pada 24 Juni tersebut.

Warga Korsel ramai-ramai menandatangani petisi tersebut untuk meminta parlemen mengajukan rancangan undang-undang (RUU) pemakzulan Yoon.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yoon didesak mundur dari jabatan karena dianggap tidak layak untuk menjadi presiden Korea Selatan.

ADVERTISEMENT

Berikut ini alasan Yoon mau dimakzulkan.

1. Kembali bikin panas Korut

Dalam keterangan petisi, Yoon disebut telah meningkatkan risiko perang dengan Korea Utara karena serangkaian kebijakan yang diambil semasa jabatannya.

Di bawah pemerintahan Yoon, Korsel mengambil langkah berani dengan membatalkan perjanjian militer antar-Korea pada 19 September lalu.

Korea Selatan juga memutuskan untuk melindungi kebebasan berpendapat aktivis yang mengirim selebaran propaganda ke Korea Utara sehingga membuat marah Pyongyang.

2. Hapus pajak orang kaya

Selain meningkatkan risiko perang, warga Korsel juga menilai kebijakan Yoon tidak merata dan adil bagi seluruh masyarakat.

Menurut warga Korsel, Yoon memutuskan untuk menghapus pajak bagi orang kaya ketika perekonomian negara sedang ambruk. Korsel sedang dilanda suku bunga tinggi hingga nilai tukar yang tinggi.

3. Kebijakan atasi resesi seks tak efektif

Korea Selatan belakangan dilanda resesi seks. Orang-orang muda di Korsel banyak yang tak ingin punya anak sehingga angka kelahiran di negara ini menurun drastis.

Pada 2018, Korsel jadi satu-satunya negara Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang memiliki angka kelahiran di bawah 1.

Pada 2023, angka kelahiran di Korea Selatan juga hanya mencapai 0,72. Pada 2024, negara ini diprediksi mengalami penurunan sampai 0,68.

Pemerintah Korsel telah menerapkan sejumlah kebijakan guna mengatasi resesi seks ini, salah satunya dengan menggelontorkan 379,8 triliun KRW atau sekitar Rp4,4 kuadriliun.

Uang itu mayoritas dipakai untuk memberikan bantuan bagi keluarga yang memiliki anak mulai dari subsidi rumah hingga layanan taksi gratis. Pemerintah juga membebaskan tagihan rumah sakit sampai perawatan IVF bagi pasangan menikah yang akan memiliki anak.

Menurut masyarakat, upaya-upaya ini tidak berjalan efektif.

4. Kontroversi ibu negara

Ibu negara Korsel Kim Keon Hee sempat terkena skandal suap karena menerima tas mewah Dior dari seorang pendeta.

Kejaksaan Agung telah meluncurkan penyelidikan atas kasus gratifikasi ini. Pada Februari, Yoon juga telah mengakui bahwa istrinya menerima tas mewah tersebut.

Ia menunjukkan kekecewaan karena istrinya gagal "menolak dengan dingin" pemberian hadiah tersebut.

Kendati begitu, Yoon menyebut kasus ini bermotif politik. Dia juga dilaporkan beberapa kali menghindari pertanyaan mengenai kasus istrinya ini.



5. Risiko kesehatan imbas limbah nuklir Fukushima

Warga Korea Selatan juga memprotes kebijakan "lemah" Yoon dalam mengatasi pembuangan limbah nuklir Fukushima Jepang.

Warga Korsel selama ini menyuarakan kecemasan akan potensi biota laut mereka tercemar limbah nuklir.

Meski begitu, pemerintah Korsel seolah tak ambil pusing dengan pembuangan limbah ini. Yoon bahkan terang-terangan pamer makan makanan laut di tengah kecemasan warganya.

(blq/dna)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat