yoldash.net

'Yalla, Haji!' dan Sengatan Panas di Mina

Berikut ini cerita jurnalis CNNIndonesia.com dalam perjalanan ibadah haji di Tanah Suci di tengah cuaca panas yang ekstrem.
Kawasan Mina saat suhu panas melanda Arab Saudi di musim haji 2024. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Makkah, Indonesia --

Hari itu, Minggu, 16 Juni 2026, saya bersama rombongan jemaah haji lainnya tiba di Mina, Arab Saudi, sekitar pukul 17.00 waktu setempat.

Fisik saya dan jemaah lainnya sedang tidak dalam kondisi 100 persen. Di hari sebelumnya kami menjalani Wukuf di Arafah hingga malam hari, melakukan Tawaf Ifadah pada Minggu dini hari, dan kemudian solat Id pada pagi harinya.

Semula sepertinya berjalan dengan lancar, meski fisik mulai terkuras. Lempar jumrah Aqabah kami lalui dengan lancar dan berakhir pukul 18.00. Namun, masalah kemudian muncul karena pihak keamanan di wilayah Mina memberlakukan satu arah bagi jemaah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jarak lempar jumrah ke Maktab 2, yang merupakan tempat tenda kami melakukan mabit di Mina, sebenarnya hanya 800 meter.

Tapi kebijakan satu arah membuat rombongan kesulitan ke maktab. Penutupan jalan di beberapa titik membuat semuanya semakin rumit.

ADVERTISEMENT

Kami baru sampai maktab sekitar pukul 23.00 waktu Saudi. Salah satu jemaah kemudian mengatakan, "Total kita jalan hari ini sekitar 25 kilometer."

Pernyataan 'ibadah haji adalah ibadah fisik', yang membutuhkan kebugaran tubuh dan kondisi kesehatan baik adalah benar adanya.

Dibutuhkan fisik luar biasa untuk berjalan puluhan kilometer di bawah cuaca panas rata-rata 43 hingga 50 derajat celsius.

Di antara empat lokasi ibadah haji, kondisi di Mina terbilang paling tidak bersahabat bagi jemaah. Pemerintah Arab Saudi harus benar-benar berpikir ulang dan menemukan cara yang lebih baik untuk mengatur alur jemaah dalam menjalani ibadah lempar jumrah dan mabit di Mina.

Memang bukan tugas mudah mengatur lebih dari 2 juta jemaah haji beribadah di dalam satu tempat hingga tiga hari beruntun (empat jika jemaah menggunakan nafar tsani).

Angka jemaah dipastikan jauh lebih banyak jika dihitung jemaah yang hadir di Mina tanpa visa resmi haji.

Melihat video-video viral dan pemberitaan banyak jemaah meninggal di Mina, saya sebenarnya tidak terkejut.

Meski tidak melihat langsung jenazah jemaah yang meninggal, namun sejak kali pertama menginjakkan kaki di Mina, saya sudah melihat banyak jemaah yang istilahnya 'ngemper' di pinggir jalan. Situasinya memprihatinkan. Para jemaah ini terlihat kelelahan dan kepanasan.

Saya kurang paham apakah mereka duduk-duduk dan tiduran di pinggir jalan karena merasa kelelahan mondar-mandir maktab dan lokasi lempar jumrah, atau karena memang tidak memiliki maktab. Satu yang pasti, situasinya sangat tidak ideal untuk beribadah.

Sebagai contoh, saya menempati Maktab 2 di Mina, yang lokasinya hanya berjarak sekitar 800 meter. Namun karena kebijakan satu arah untuk berjalan, maka saya harus melalui lebih dari 5 kilometer untuk bisa kembali ke Maktab 2, karena saya harus memutar. Itu pun dengan catatan tidak ada penutupan jalan seperti di hari pertama.

Saya pergi dengan rombongan haji khusus, jadi bayangkan apa yang harus dilalui jemaah haji reguler, yang pastinya memiliki posisi maktab lebih jauh dari lokasi lempar jumrah. Dalam haji reguler juga lebih banyak jemaah yang sudah lanjut usia.

Situasinya jauh lebih buruk bagi jemaah yang tidak memiliki maktab di Mina. Mereka harus ngemper di pinggir jalan di bawah sinaran matahari yang bisa mencapai 50 derajat celsius.

Jika kemudian muncul pertanyaan: "Kenapa jemaah itu tidak berdiam diri saja di dekat lokasi maktab?", jawabannya adalah petugas keamanan di Mina dan seluruh lokasi ibadah haji sangat tegas dan 'galak-galak'.

Petugas keamanan selalu mengusir jemaah, terutama rombongan, yang berhenti atau menunggu di sepanjang jalan.

"Yalla, haji! Yalla, haji! Yalla, haji!" teriak setiap petugas keamanan jika melihat ada jemaah yang berdiri di tempat atau sekadar beristirahat dan menunggu. "Yalla, haji!" memiliki arti seperti "Ayo jalan, haji!".

Mau tidak mau jemaah terus dipaksa berjalan. Jadi bayangkan jika jemaah itu tidak memiliki maktab di Mina. Alhasil mereka harus 'ngemper' tidak menentu di pinggir jalan sambil kucing-kucingan dengan petugas keamanan.

Sebenarnya strategi yang diterapkan petugas keamanan di Mina sudah tepat, karena jika tidak diminta terus jalan, maka akan terjadi penumpukan dan bisa menghambat alur jalan jemaah.

Tapi setidaknya ajari petugas keamanan berbahasa Inggris hingga bisa berkomunikasi dengan jemaah menggunakan bahasa yang lebih universal.

Salah satu masalah saat ibadah haji di Mina adalah petugas keamanan tidak bisa berkomunikasi dengan jemaah, dan petugas keamanan tidak paham denah keseluruhan maktab di Mina.

Masalah komunikasi sebenarnya juga terjadi di semua lokasi ibadah haji, baik di Masjidil Haram, Arafah, Mina, hingga Muzdalifah. Padahal jika itu tidak terjadi, setidaknya jemaah tahu apa yang harus dilakukan, jalan ke mana, ibadah di mana. Sehingga tidak perlu terjadi perdebatan antara jemaah haji dengan petugas keamanan.

Jadi, 'ibadah haji adalah ibadah fisik' adalah pernyataan yang benar adanya. Tapi setidaknya dari pernyataan itu pemerintah Arab Saudi sadar dan bisa memiliki persiapan yang lebih baik dalam menangani jemaah haji. Jangan kami jemaah haji cuma diteriaki, "Yalla, haji!, Yalla, haji!".

(pua/pua)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat