yoldash.net

Rumah Tanggaku 'Panas' Gara-gara Beda Pilihan Politik

Ada benarnya juga kata orang, pilihan politik yang berbeda bisa jadi 'duri' dalam percintaan dan rumah tangga.
Ilustrasi. Perbedaan pandangan politik bisa jadi masalah dalam rumah tangga. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)

Jakarta, Indonesia --

Ada benarnya juga kata orang, pilihan politik yang berbeda bisa jadi 'duri' dalam percintaan dan rumah tangga.

Tapi, yang juga tak terduga-duga, justru 'duri' ini-lah yang saya alami saat ini: cekcok dengan suami gara-gara beda pandangan politik. Cekcok berulang, yang lama-lama bikin saya jengah.

Kami menikah kira-kira tiga tahun lalu, setelah Pemilu 2019 digelar. Kala itu, kami tak perlu repot menghadapi cekcok politik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi hal yang sama tampaknya tak berlaku untuk momen jelang Pilpres 2024 ini. Kami justru terlibat cekcok, bahkan hampir setiap hari.

ADVERTISEMENT

Ya, kami adalah sepasang suami istri, Aini dan Tedjo, yang hampir setiap hari bersikukuh dengan pandangan politiknya masing-masing.

Tedjo adalah lulusan ilmu politik di salah satu kampus terkemuka di Yogyakarta. Sementara saya menyelesaikan pendidikan saya mengambil ilmu komunikasi di salah satu universitas populer di Bandung.

Latar pendidikan kami memang berbeda. Begitu pula dengan pandangan politik kami.

Tedjo adalah tipe pria yang getol mengikuti berita-berita politik, apalagi yang menyangkut Pilpres 2024. Saban hari ia selalu membaca berita melalui gawainya. Kalau sedang makan, ia sengaja menyetel kanal berita untuk update informasi terkini.

Bagaimana dengan saya? Kebalikannya!

ilustrasi pasanganIlustrasi. Perbedaan pandangan atau pilihan politik bisa jadi petaka dalam rumah tangga. (iStockphoto)

Untuk urusan politik, saya termasuk orang yang 'bodo amat'. Sakarepmu lah. Saking tak pedulinya, saya bahkan sempat berpikir untuk menjadi golput pada Pilpres kali ini.

Bertahan hidup saja sudah bikin mumet, apalagi ditambah memikirkan politik. Siapa pun yang kelak memimpin negara ini, silakan saja-lah.

Tapi, pikiran di atas jelas tak pernah ada dalam benak Tedjo. Ia tak pernah tertinggal sedikit pun informasi soal capres pilihannya. Ia bahkan menceramahi saya saat mendengar rencana saya untuk golput saat pemilihan nanti.

Tedjo jelas telah memiliki calon pilihannya sendiri. Ia bahkan mengajak saya untuk memilih nama yang sama seperti pilihannya.

"Udah, coblos dia aja, bagus lho, kelihatan kinerjanya," kata Tedjo suatu pagi. Kalimat itu nyeplos keluar dari mulutnya saat kami sarapan bersama sambil menonton berita di televisi.

Saya cuma menggeleng, mencoba mengatakan 'tidak mau' tapi tanpa suara. Lalu, kami sibuk dengan makanan di piring masing-masing.

Lihat Juga :

Mulanya memang seperti itu. Hanya beberapa kalimat ajakan dari Tedjo yang berakhir saya diamkan.

Tapi, semakin lama, Tedjo semakin sering membangga-banggakan pilihannya. Muak betul.

Tak cuma itu, ia juga jadi lebih posesif dengan capres pilihannya. Sampai-sampai di satu titik, dengan lantang ia menyebut bahwa semua capres jelek dan tak berkualitas, kecuali yang dipilihnya.

Tedjo begitu 'mendewakan' capres pilihannya.

Simak cerita selengkapnya di halaman berikutnya..

Rumah Tanggaku 'Panas' Gara-gara Beda Pilihan Politik

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat