Deflasi Dua Bulan Berturut-turut, Alarm Bahaya Ekonomi RI?
![Deflasi Dua Bulan Berturut-turut, Alarm Bahaya Ekonomi RI? Deflasi selama dua bulan terakhir menjadi salah satu sinyal pelemahan daya beli masyarakat yang perlu diantisipasi pemerintah.](https://akcdn.detik.net.id/visual/2023/03/17/harga-pokok-merangkak-naik-jelang-ramadan-11_169.jpeg?w=650&q=90)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi secara bulanan (month to month/mtm) pada Mei dan Juni 2024.
Pada Mei, deflasi tercatat 0,03 persen (mtm). Sedangkan, inflasi tahunan mencapai 2,84 persen.
Kelompok penyumbang deflasi terbesar pada Mei adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi 0,29 persen dan andil 0,08 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, deflasi Juni tercatat 0,08 persen (mtm) meskipun secara tahunan (yoy) mengalami inflasi sebesar 2,51 persen.
ADVERTISEMENT
Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,49 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 0,14 persen.
Lantas apa makna deflasi dua bulan berturut-turut?
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menilai deflasi mengindikasikan pelemahan permintaan dan daya beli masyarakat. Pasalnya kenaikan harga sejak awal tahun tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan masyarakat.
"Hal tersebut terlihat cukup jelas dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang berada di bawah angka pertumbuhan ekonomi sejak akhir tahun lalu," katanya kepada Indonesia.com.
Deflasi, sambungnya, juga bisa menandakan harga-harga mulai kembali ke level yang moderat alias tidak lagi bergeliat secara signifikan. Harga mulai melandai dibandingkan awal tahun di mana harga komoditas pokok silih berganti melonjak karena ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.
Namun kini pasokan komoditas pokok mulai membaik dan permintaan mulai melandai karena momen peak season permintaan yakni Lebaran sudah berlalu sehingga membuat terjadinya deflasi dalam dua bulan terakhir.
Ronny mengatakan dari sisi harga deflasi tentunya menjadi berita baik. Masyarakat menjadi senang jika harga mulai stabil atau kenaikannya sangat minor karena akan membuat disposal income atau pendapatan yang dapat dibelanjakan semakin berdaya beli.
Namun dari sisi makro, melandainya harga karena sisi permintaan turun menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah karena berpotensi menurunkan kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi. Jika konsumsi rumah tangga turun maka akan menekan angka pertumbuhan ekonomi.
Lihat Juga : |
Kemudian dari sisi investasi, pelemahan permintaan juga menjadi sinyal peringatan. Ronny mengatakan investor akan berpikir ulang untuk melakukan investasi baru atau ekspansi usaha jika permintaan melemah.
Pasalnya prospek investasi menjadi suram jika permintaan kurang bagus karena tidak menjanjikan keuntungan.
"Buat apa investor buka usaha baru, bikin produk baru, jual rumah baru, mobil baru, jika permintaan lemah. Jadi ini sinyal warning buat pemerintah dan dunia usaha, meskipun sinyal bagus buat konsumen," katanya.
Mengatasi situasi tersebut, pemerintah katanya harus memperbaiki daya beli masyarakat terutama kelas menengah ke bawah melalui berbagai kebijakan sosial kesejahteraan.
Lihat Juga : |
Pemerintah, sambung Ronny, juga perlu mengakselerasi investasi karena pelemahan permintaan juga berasal dari meningkatnya segmen masyarakat yang kehilangan pendapatan karena kehilangan pekerjaan dan banyaknya angkatan kerja baru yang gagal menemukan pekerjaan, seperti 10 juga Gen z yang menganggur.
"Investasi baru berarti lapangan pekerjaan baru sekaligus permintaan baru dari para pekerja baru," katanya.
Pemerintah, sambung Ronny, juga perlu meningkatkan belanja. Sebagaimana diketahui, sejak pandemi covid-10, belanja pemerintah adalah salah satu tumpuan perekonomian nasional.
Ronny mengatakan belanja pemerintah perlu ditingkatkan terutama untuk kebijakan sosial kesejahteraan, perbaikan SDM, dan akselerasi investasi.
Lihat Juga : |
"Jadi setop dulu berpikir mau menaikkan harga BBM, memberi makan gratis, dan lain-lain. Ini akan memperburuk situasi," katanya.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan deflasi yang terjadi pada dua bulan terakhir merupakan kombinasi atas harga barang yang terkendali dan melemahnya daya beli.
Ia menyebut harga kebutuhan pangan pada Mei dan Juni relatif mulai melandai dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan harga katanya disebabkan oleh kebijakan pemerintah terkait pengaturan harga serta faktor musiman yakni Ramadan dan Idulfitri yang sudah berlalu.
Terkait pelemahan daya beli, Yusuf mengatakan sudah terlihat dari beberapa indikasi. Misalnya data penjualan retail pada Mei terutama secara bulanan mengalami kontraksi pertumbuhan dibandingkan pada April.
Kemudian pertumbuhan penerimaan pajak terutama untuk pajak pertambahan nilai (PPN) di mana dari sektor perdagangan mengalami kontraksi pertumbuhan pada Mei.
"Kedua data tersebut sebenarnya mengindikasikan aktivitas perekonomian. Artinya ketika penerimaan pajak mengalami kontraksi maka itu bisa menjadi salah satu indikasi aktivitas perekonomian mulai melambat," katanya.
Meski indikasi tersebut sudah ada, Yusuf mengatakan perlu dikaji lebih mendalam untuk mengkonfirmasi apakah benar terjadi pelemahan daya beli. Ia pun menambahkan tidak ada angka pasti apakah tingkat deflasi bisa dikatakan berbahaya.
"Apakah deflasi di angka tersebut relatif berbahaya atau tidak, yang perlu dimitigasi atau dilihat lebih lanjut bagaimana angka deflasi ini, disesuaikan dengan data lain yang mencerminkan kondisi daya beli termasuk data pertumbuhan penerimaan PPN kemudian PPH badan ataupun PPH personal, dan data penerimaan pajak sektor terutama perdagangan," katanya.
Terkini Lainnya
-
PDIP-PKB Belum Sepakat Sohibul Cawagub Anies, Andika Perkasa Jadi Opsi
-
Muhadjir Setuju Mahasiswa Bayar Kuliah Pakai Pinjol: Kenapa Tidak?
-
Ratapan Pencari Suaka Asal Myanmar: Jarang Makan, Cuci Baju di Masjid
-
Hakim Tunda Vonis Donald Trump Terkait Kasus Uang Tutup Mulut
-
VIDEO: Penampakan Kepulan Asap Selimuti Langit Sejhaiya Gaza
-
Korban Tewas Festival Keagamaan di India Bertambah Jadi 116 Orang
-
Alasan Anak Pendiri Astra Gugat Waskita dan Kedubes India Rp3 T
-
IHSG Diproyeksi Merekah Hari Ini
-
Kemenkeu Tak Pernah Gagal Bayar Dana Penjaminan Proyek Negara Rp12 T
-
Kata-kata Montella Usai Bawa Turki Lolos Perempat Final Euro 2024
-
Jadwal Siaran Langsung Indonesia vs Vietnam di Piala AFF U-16 2024
-
Top 3 Sports: Netizen Murka ke BWF Soal Zhang Zhi Jie, Atlet Marah
-
Daftar Hp Tidak Bisa Pakai WA Juli 2024, Termasuk iPhone dan Samsung
-
Pakar Sorot Penyimpanan Data Dalam Negeri: Mending di Luar, Aman
-
FOTO: Lubang Raksasa Ancam Lumbung Pangan Turki
-
Siapa Pesaing Vinfast VF 5, Mobil Listrik Harga Rp200 Jutaan?
-
Cara Mudah Perpanjang SIM Bulan Juli 2024 Tanpa Calo
-
Data Apa Saja Harus Dibawa Saat Bikin SIM Pakai BPJS?
-
Ayu Ting Ting Soal Putus dari Fardhana: Allah Menjaga Saya dan Bilqis
-
Eminem Akan Rilis Album ke-12 The Death of Slim Shady 12 Juli
-
Mau Diet Tiongkok? Ini 5 Pilihan Menu Sehat yang Bisa Dicoba
-
Nyalakan Lampu, Ini 7 Alasan Sebaiknya Bercinta Tidak Gelap-gelapan
-
Ci(n)ta Rasa William Wongso