yoldash.net

Meneropong Nasib APBN 2025 Pikul Rp71 T untuk Makan Gratis, Kuatkah? - Halaman 2

Pemerintahan Prabowo-Gibran akan menggelontorkan Rp71 triliun untuk Program Makan Siang Gratis di APBN 2025. Pengamat menyebut anggaran itu bebani APBN.
Pakar kebijakan publik memperkirakan Program Makan Bergizi Gratis bisa melahirkan kesenjangan baru. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

Sementara itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai Program Makan Bergizi Gratis akan menimbulkan kesenjangan baru. Ini lahir imbas anak-anak yang sebenarnya layak, tetapi malah tak mendapat makan bergizi gratis di tahun pertama.

"Dengan anggaran Rp71 triliun, biaya makan siang per anak per hari sebesar Rp15 ribu selama 240 hari atau 20 hari per bulan selama 12 bulan, bisa memberi makan sekitar 19,72 juta anak dalam setahun. Namun, ini masih jauh dari mencakup seluruh populasi anak sekolah yang lebih dari 70 juta," jelasnya.

"Memilih-milih anak yang dapat dan tidak merupakan kriteria membingungkan serta dapat menimbulkan konflik. Situasi ini tidak hanya menunjukkan ketidaksiapan program untuk dilaksanakan secara merata dan adil, tetapi juga dapat memperlebar rasa ketidakadilan di antara anak-anak," sambung Achmad.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Achmad memprediksi anak-anak yang tidak terpilih untuk menerima makan bergizi gratis bakal merasa diabaikan dan diperlakukan tidak adil. Pada akhirnya, muncul dampak negatif pada psikologis serta persepsi anak terhadap pemerintahan Prabowo.

ADVERTISEMENT

Oleh karena itu, ia berpesan agar keputusan memilih anak-anak yang berhak harus berdasarkan kriteria yang jelas dan transparan. Walaupun ia melihat kenyataan di lapangan seringkali berbeda dan tetap memunculkan kontroversi.

Di lain sisi, Achmad menegaskan bahwa sedari awal program populis Prabowo ini tidak sesuai dengan kondisi kas negara.

"Anggaran sebesar ini untuk satu program sosial memberikan beban signifikan pada APBN, yang sudah harus menyeimbangkan berbagai kebutuhan kritis lainnya, seperti kesehatan, infrastruktur, pendidikan, dan perlindungan sosial," tutur Achmad.

"Program makan gratis Rp71 triliun tidak hanya membebani APBN, tetapi juga mengancam untuk menggeser alokasi dari sektor-sektor vital lainnya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas layanan publik yang penting untuk pertumbuhan serta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan," imbuhnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan Prabowo dan Gibran untuk berpikir ulang. Achmad menyebut anggaran Rp71 trilliun itu lebih baik disalurkan ke pos-pos lain yang lebih penting.

Achmad mengatakan masih ada kebutuhan yang lebih mendesak dan strategis, ketimbang makan bergizi gratis. Harapannya pengalihan anggaran ini dapat memberikan dampak lebih besar pada kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi.

Pertama, anggaran Rp71 triliun bisa dialihkan ke Kementerian Kesehatan. Achmad menyebut ini akan digunakan untuk memperkuat sistem kesehatan, penyediaan alat medis, pembangunan rumah sakit, dan peningkatan layanan kesehatan di daerah terpencil.

Kedua, Achmad menyebut uang sebanyak itu juga bisa dibagi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Duit negara itu bisa dipakai meningkatkan kualitas pendidikan, menyediakan beasiswa, memperbaiki fasilitas sekolah, dan mendukung program-program pendidikan berbasis teknologi.

Ketiga, untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ia mengatakan masih perlu pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya.

"Dengan mengalokasikan anggaran ke sektor-sektor ini, pemerintah dapat memastikan bahwa anggaran digunakan secara lebih efektif dan memberikan manfaat yang lebih luas dan berkelanjutan bagi masyarakat," jelasnya.

"Pembentukan badan khusus untuk program makan siang juga akan memerlukan biaya tambahan untuk administrasi dan pengelolaan, yang mungkin tidak efisien mengingat skala dan kompleksitas program ini," tandas Achmad.



(agt/agt)

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat