yoldash.net

Hitam-Putih Kratom Kata Pakar BRIN

Peneliti dari Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN memaparkan kelebihan dan efek dari daun kratom.
Budidaya daun kratom jadi pencaharian warga Desa Jongkong, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Pakar menjelaskan untung rugi tanaman ini. (CNN Indonesia/Hamka Winovan)

Jakarta, Indonesia --

Kratom (Mitragyna speciosa) punya manfaat besar sekaligus efek samping. Simak paparannya berdasarkan studi pakar di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Tanaman jenis ini telah lama digunakan oleh masyarakat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk keperluan medis tradisional. Daun ini dipercaya memiliki efek analgesik, stimulan, dan dapat membantu mengatasi kecanduan opioid.

Peneliti dari Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN Masteria Yunovilsa Putra menjelaskan  opioid adalah sekelompok obat yang bekerja pada sistem saraf pusat untuk menghasilkan efek pereda nyeri dan euphoria.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebagian besar opioid menghasilkan efek analgesik, dengan mengaktifkan reseptor mu-opioid. Namun demikian, penggunaan beberapa senyawa opioid dalam jangka panjang dapat mengakibatkan efek samping yang merugikan seperti toleransi terhadap dosis analgesik, depresi pernafasan, dan konstipasi," ujar dia, di Jakarta, Selasa (2/7), dikutip dari situs BRIN.

ADVERTISEMENT

Banyak pengguna kratom melaporkan bahwa daun ini membantu mereka mengatasi rasa sakit kronis, kecemasan, dan depresi.

Selain itu, kratom juga disebut-sebut sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan obat-obatan opioid yang dapat menyebabkan ketergantungan parah.

Beberapa penelitian menunjukkan beberapa senyawa pada kratom punya potensi menyebabkan efek samping seperti mual, kejang dan lainnya.

"Kratom juga menghasilkan efek analgesik . Efek analgesik ini disebabkan oleh kandungan alkaloid utamanya yaitu mitragynine dan turunannya seperti 7-hydroxymitragynine," jelas Masteria.

Sebelumnya, silang pendapat muncul di publik menyikapi peluang ekspor kratom.

Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan kratom bukanlah narkotika meski ada efek kecanduan bila dikonsumsi dalam dosisi tinggi.

"Dari Kemenkes bilang kratom tidak masuk kategori narkotika. Berikutnya untuk itu maka perlu diatur baik dan BRIN kita minta penelitian atas kratom ini," kata dia, di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (21/6).

"Kita tunggu dari riset lanjutan kalau itu memang tak berbahaya dan dalam jumlah besar. Sama saja kopi juga kalau dalam jumlah besar bisa repot, rokok juga gitu, tembakau juga gitu," lanjutnya.

Sementara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merujuk pada pendapat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan berjudul Pre-Review Report: Kratom (Mitragyna speciosa), mitragynine, and 7-hydroxymitragynine.

Bahwa, kratom berpotensi memproduksi racun bila dikonsumsi dalam dosis tinggi.

Manfaat lain

Masteria melanjutkan studi pengikatan radioligand terbaru menunjukkan beberapa senyawa alkaloid dari kratom memiliki afinitas pengikatan yang lebih rendah pada reseptor mu-opioid dibandingkan dengan morfin.

Dengan demikian, mitragynine kratom jauh lebih aman sebagai agen analgesik daripada morfin.

"Studi aktivitas analgesik secara in vivo yang kami lakukan dengan menggunakan hotplate menunjukkan bahwa ekstrak alkaloid kratom dengan kandungan senyawa mitragynine sekitar 46 persen menimbulkan efek analgesik terhadap rasa sakit akibat panas yang diinduksi oleh hotplate pada hewan coba (mencit)."

Berdasarkan hasil penelitiannya, pemberian ekstrak alkaloid kratom secara kronis selama sepuluh hari pada hewan coba menunjukkan bahwa efek analgesik alkaloid kratom hampir sama dengan efek analgesik yang ditimbulkan morfin.

"Sebagaimana halnya ditemukan pada studi yang lain efek morfin mengalami penurunan (toleransi terhadap dosis analgesik) pada hari kelima treatment, sementara ekstrak alkaloid kratom dapat menunda efek toleransi hingga hari ke-10," jelas dia.

Efek analgesik yang dimiliki oleh alkaloid kratom memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam bidang kesehatan.

Salah satunya adalah penggunaan ekstrak alkaloid kratom sebagai adjuvant untuk pengobatan kanker bersama penggunaan dosis rendah obat antikanker doxorubicin.

Tujuannya adalah menghambat pertumbuhan sel kanker secara in vitro seperti yang telah dipublikasikan di jurnal ilmiah Molecules.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Masteria yang dalam proses peer review journal, ada pula potensi alkaloid kratom untuk dikembangkan sebagai obat antiinflamasi.

Obat ini disebut mampu menurunkan efek samping yang biasa ditemui pada obat-obatan anti inflamasi golongan non steroid (non-steroid antiinflammatary drugs) secara in vitro.

"Aktivitas ini ditengarai karena adanya mekanisme dual inhibisi dari senyawa alkaloid kratom terhadap enzim yang berperan dalam proses inflamasi," urai dia.

Menurutnya, di Indonesia, khususnya di daerah Kalimantan, kratom menjadi komoditas penting bagi petani lokal. Ekspor daun kratom ke mancanegara memberikan pendapatan yang signifikan bagi mereka.

Dalam bidang kesehatan, kratom memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk bahan baku obat. Namun demikian, penggunaan ekstrak dari alkaloid kratom dalam dosis tertentu diindikasikan dapat memberikan efek samping.

"Oleh karena itu, regulasi yang tepat diperlukan tanpa mempengaruhi mata pencaharian para petani tersebut dan memberikan efek negative pada masyarakat."

"Penelitian lebih lanjut dan dialog terbuka antara pemerintah, ahli kesehatan, dan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang adil dan bijaksana terkait penggunaan dan pengembangan daun kratom," pungkas Masteria.

[Gambas:Video CNN]

(tim/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat