yoldash.net

Johanies Auri: Kenangan 2 Titah Soeharto demi Merah Putih - Halaman 2

Mantan pemain Timnas Indonesia Johanies Auri membagikan kisahnya menjalani karier sepak bola kepada CNNIndonesia.com.
Johanies Auri mendapatkan KTP DKI Jakarta usai membela Persija. (CNN Indonesia/ Surya Sumirat)

Saya mungkin termasuk pemain yang memiliki keberuntungan dalam berkarier di sepak bola. Saya lahir di Manokwari, Papua Barat. Sempat jadi pemain junior dan senior di Perseman Manokwari saat usia SMP.

Karena harus sekolah ke tingkat STM, saya pindah ke Jayapura. Di Papua saat itu, untuk pendidikan tingkat SMA ke atas adanya di Jayapura.

Keluarga saya memiliki darah olahraga. Papa saya, Leonard Auri, pemain bola juga di daerah. Dulu di Papua ada nama klub sepak bola, DOS (Door Oefening Sterk), yang diberikan orang Belanda untuk komunitas orang-orang Papua. Bajunya motif garis hitam-merah, seperti Persipura Jayapura.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu kakak saya, Decky, merupakan atlet lari di Papua. Kalau untuk di daerah, di Manokwari, dan Papua, dia tidak ada lawan. Hanya saja karena memilih bertugas di Papua dalam menjaga hutan, dia tidak melanjutkan jadi atlet atletik.

ADVERTISEMENT

Dari kecil saya dapat asupan makanan yang mencukupi, semuanya cukup buat saya. Lalu saya sekolah mulai dari SD main bola, terus ada kejuaraan-kejuaraan. Dulu itu di Papua aktif kejuaraan-kejuaraan, SD lawan SD, SMP lawan SMP, SMA lawan SMA.

Setelah di Persipura untuk sekolah STM, saya juga tercatat sebagai sprinter Papua, saya pelari estafet. Tapi begitu ada Pak Acub Zainal, Gubernur Papua, saya diminta berhenti sebagai atlet atletik.

Lalu saya masuk ke Persipura. Saya di seleksi, dari 150 anak, sampai tinggal 20 anak termasuk saya. Di Persipura ini saya dikenal sebagai pemain bek kiri. Sewaktu di Perseman, saya itu pemain kanan luar (sayap kanan), saya striker juga.

Bisa menjadi bek kiri di Persipura karena kejadiannya karena kakak yang bek kiri bermasalah dengan kesehatan, sakit. Lalu dicari siapa yang mau main di bek kiri.

Banner Testimoni

Saya ini penendang kanan. Tapi saya membaca, bahwa ini peluang buat saya. Saya bisa ambil, akhirnya saya pindah. Sampai saya pensiun tetap di bek kiri. Di Persija Jakarta juga bek kiri, di Indonesia Muda bek kiri. Tidak dipindahkan ke mana-mana.

Selama di Persipura saya pernah juara Piala Soeharto tahun 1977. Kemudian pindah ke Persija. Awalnya ke Jakarta karena ingin kerja. Jadi mau kerja, pindah ke Jakarta, ada perekrutan dari Pertamina.

Kenapa mau kerja? Karena sudah waktunya harus kerja. Kalau enggak kerja, bagaimana? Main bola kan hanya sebentar? Ngapain kita kuliah? Kita belajar untuk apa?

Mau keluar dari Jayapura saja susah saya. Pak Acub Zainal minta saya dijaga, gak boleh keluar. Tapi saya tidak hilang akal. Saya pakai baju kerja, jadi barang-barang saya yang urus pihak Pertamina.

Pak Acub itu sangat dekat dengan anak-anak. Dan dia memberikan waktu, walaupun hanya dua menit, dia akan datang ke lapangan untuk lihat.

Tapi kita kan ingin meningkatkan kualitas hidup. Itu keinginan sendiri, harus keluar dari Papua. Kebetulan Pertamina memiliki klub Indonesia Muda yang juga main di kompetisi internal Persija.

Saya ingat, tes pertama untuk masuk Persija itu pertandingan lawan Persipura di Stadion Menteng. Baru pindah dua minggu ke Jakarta, langsung bertemu Persipura. Itu dalam rangka kompetisi, pertandingan resmi PSSI.

Dan satu-satunya gol di pertandingan itu saya yang bikin. Ya saya kan sampai dihajar sama Hengky [Heipon]. Tapi di situlah Bang Ali [Sadikin] (Gubernur DKI Jakarta) bilang, "Kamu resmi jadi pemain Persija."

Itu sesuatu yang luar biasa. KTP (Kartu Tanda Penduduk) saya ditandatangani langsung sama Bang Ali di situ. KTP langsung keluar di Stadion Menteng itu. "Sore ini saya tanda tangan KTP kamu. Saya mau lihat kamu."

Ada tidak gubernur yang tanda tangan KTP? Tidak ada kan? Tapi sekarang KTP-nya hilang, tidak tahu ada di mana.

Dan saya dapat kompensasi juga pada waktu itu, mungkin yang paling tinggi di antara pemain lain. Saya punya gaji dari Pertamina masih belum apa-apa, tapi saya sudah dapat Rp360 ribu dari Bang Ali saat itu, setiap bulan.

Pemain seperti Anjas [Asmara] ada Iswadi [Idris], mereka tidak dapat. Tapi saya punya keberuntungan dapat kompensasi. Saya tidak tahu alasannya apa. Itulah Bang Ali.



(sry/sry)

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat