yoldash.net

Keluarga Bantah Pernyataan Polisi Afif Maulana Melompat dari Jembatan

Pihak keluarga membantah keterangan polisi yang menyebut kematian Afif Maulana karena melompat dari jembatan.
Pihak keluarga membantah keterangan polisi yang menyebut kematian Afif Maulana karena melompat dari jembatan. (CNN Indonesia/Poppy Fadhilah)

Jakarta, Indonesia --

Pihak keluarga membantah keterangan polisi yang menyebut kematian Afif Maulana karena melompat dari jembatan.

Hal itu disampaikan pihak keluarga dan kuasa hukum saat menyambangi Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (1/7). Mereka memberikan keterangan serta menyampaikan sejumlah dokumentasi mengenai aduan terkait kasus dugaan penganiayaan aparat kepolisian terhadap remaja asal Padang ini.

"Saya yakin seyakin-yakinnya anak saya tidak melompat. Karena tidak ada tanda-tanda di badannya jatuh dari ketinggian," tegas ayah Afif, Afrinaldi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (1/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dan Afif pun tidak pernah tawuran sama sekali, keluar malam pun tidak pernah. Kalau memang dia melompat, pasti badannya tuh patah-patah, cara jatuhnya itu berserakan, kalau ini tidak," sambung ibu Afif, Anggun Angriani.

ADVERTISEMENT

Dalam kesempatan itu, Direktur LBH Padang sekaligus kuasa hukum keluarga Afif, Indira Suryani juga menyoroti kondisi mayat Afif saat ditemukan.

Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan adanya kekerasan yang dialami Afif.

"Mayat Afif itu bukan telungkup ditemukan, dia telentang dan tangannya begini ya. Terapung. Itu salah satu alasan ada tanda kekerasan, bentuk dia ditemukan itu terapung, bukan telungkup dan lain-lain. Dan itu meyakinkan kami ada dugaan penyiksaan itu sangat kuat terjadi," jelas Indira.

Indira juga menyinggung soal kepolisian yang seolah-olah ingin segera menutup perkara Afif ini. Adapun Ia menyadari bahwa kasus ini memang diduga banyak melibatkan anggota polisi.

"Kami merasa ada dugaan kuat obstruction of justice yang dilakukan oleh Kepolisian Sumatera Barat dalam tragedi ini. Kita tahu bahwa kasus ini tidak mudah, kasus ini melibatkan banyak polisi sebagai diduga sebagai pelaku, dan dalam keterangannya ada 45 orang yang diperiksa karena kasus ini," kata Indira.

Karenanya, Indira mengaku bakal tetap berjuang memperoleh keadilan untuk Afif Maulana dan kawan-kawannya.

Indira mengatakan pihaknya juga meminta Komnas HAM untuk membentuk tim investigasi dalam kasus ini agar bisa membuat terang kasus kematian Afif Maulana dan penyiksaan terhadap teman-temannya.

Kemudian, Indira menyoroti keterangan pihak kepolisian yang dinilai berubah-ubah.

"Hingga saat ini saya katakan dengan tegas kami dari awal sangat yakin Afif Maulana dan kawan-kawannya disiksa hingga menyebabkan dia mati," tegas Indira.

"Tidak ada perubahan statement yang kami lakukan dan kami bukan Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang selalu merubah statement dari waktu ke waktu soal situasi kematian Afif Maulana mulai dari lebam, lalu kemudian mengatakan melompat, yakin melompat, lalu forensik bilang juga kepeleset. Itu suatu keanehan yang luar biasa dalam kasus ini. Dan kami berharap kawan-kawan bersama mendukung kami dan melawan segala bentuk penyiksaan dan impunitas kepolisian atas kasus ini," sambung dia.

Hingga saat ini, Indira mengaku pihaknya belum menerima hasil autopsi.

Pada Rabu lalu, Indira mengatakan pihaknya mengelar aksi di depan Polda Sumatera Barat. Kala itu, kata dia, Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono pun turun dan menjanjikan salinan hasil autopsi dan salinan CCTV.

"Ini yang kemudian kami akan tindaklanjuti segera dan kami kirimkan permintaannya segera untuk mendapatkan dua hal yang dijanjikan oleh Kapolda Sumbar," kata dia.

Kemudian, Indira sempat menyinggung kegiatan keterangan pihak forensik yang menyebut Afif terpeleset.

Indira mengatakan keluarga meyakini kondisi mayat Afif mestinya lebih parah apabila memang lompat atau terpeleset. Namun, kata dia, kondisi Afif tidak mengalami luka-luka yang menyebabkan Afif meninggal dunia. Afif disebut meninggal dunia karena patah tulang dan mengenai paru-paru.

Indira lagi-lagi menyoroti sikap kepolisian, misalnya pada awalnya meminta keluarga untuk menandatangani surat tidak menuntut, menghalang-halangi autopsi, hingga tidak membolehkan keluarga membawa jenazah pasca autopsi.

Langkah hukum lanjutan

Awak media lantas bertanya apa langkah yang ditempuh LBH dan keluarga terkait pernyataan pihak kepolisian yang akan menuntut kasus ini.

"Kita tahu ini kasusnya itu diduga dilakukan oleh polisi. Dan pelaporannya juga dilakukan ke polisi. Lalu proses autopsi di rumah sakit polisi. Kami tentu menduga banyak konflik kepentingan dan tidak independen di situ," jelas Indira.

Sejak awal, Indira menyebut pihaknya ingin 18 orang saksi yang diamankan mesti diberikan perlindungan terlebih dahulu oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sesegera mungkin.

"Setelah mereka diberikan perlindungan barulah mereka memberikan pernyataannya, memberikan keterangannya ke kepolisian terkait apa yang terjadi. Kami tidak ingin juga ya dalam hal ini orang-orang yang tidak bersalah juga diputus bersalah. Kita hanya ingin tahu siapa berbuat apa dan siapa yang harus bertanggung jawab, bukan kemudian melakukan hal-hal yang juga tidak jelas begitu," kata dia.

Indira mengatakan pihaknya sejak awal memang tidak ingin membawa saksi-saksi anak maupun saksi lainnya ke Polresta Padang.

Sebab, pihaknya sebagai warga sipil mengaku tidak mampu untuk melindungi semua saksi-saksi itu.

"Dan kami meminta segera LPSK melindungi 18 orang itu dan melindungi saksi-saksi yang lainnya yang tahu tragedi Jembatan Kuranji 9 Juni 2024 lalu," tutur dia.

Awak media kembali bertanya apakah pihak LBH telah melaporkan perkara ini ke Divisi Propam di Mabes Polri.

"Belum. Kami saat ini masih berkomunikasi dengan banyak jaringan di sini. Dan tentu saja ini menjadi salah satu langkah yang ingin kami tempuh. Tetapi kami ingin kemudian berkoordinasi dengan teman-teman yang ada di Jakarta untuk membantu kami melakukan langkah-langkah yang lebih strategis tadi begitu," jawab Indira.

Indira menyebut pihaknya memang sudah membuat laporan ke Propam di Sumatera Barat karena tidak ingin pihak keluarga dituding melakukan trial by the press.

"Jadi untuk menghadang kriminalisasi terhadap keluarga, kami harus melapor segera kepada Propam untuk kemudian membuktikan bahwa saat tragedi itu ada SOP yang salah, dan ada penyiksaan di situ. Bukan hanya SOP-nya saja yang salah, tapi juga ada kejahatan hak asasi manusia di situ berupa penyiksaan," kata dia.

(pop/isn)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat