yoldash.net

Situasi Terkini Perang Rusia vs Ukraina selama 792 Hari

Perang antara Rusia dengan Ukraina telah berlangsung selama 792 hari sejak serangan pada Februari 2022.
Kota Odessa Ukraina hancur lebur oleh serangan udara Rusia. (REUTERS/STRINGER)

Daftar Isi
  • Pertempuran tanpa henti
  • Korban jiwa
  • Hubungan diplomatik
Jakarta, Indonesia --

Perang antara Rusia dengan Ukraina telah berlangsung selama 792 hari sejak serangan pada Februari 2022.

Menurut laporan terkini, Rusia masih gencar menyerang beberapa wilayah Ukraina menggunakan roket dan artilerinya.

Ukraina yang telah digempur Rusia selama lebih dari 2 tahun kian kewalahan menghadapi serangan tanpa henti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlebih, negara-negara Barat dan sekutunya masih belum memberi kejelasan terkait bantuan yang Kiev minta selama beberapa bulan terakhir.

ADVERTISEMENT

Bagaimana situasi perang Rusia-Ukraina terkini?

Pertempuran tanpa henti

Rusia telah melancarkan serangan tanpa henti ke Ukraina sejak 2 tahun lalu. Serangan yang telah menewaskan ribuan tentara dan warga sipil itu masih terus berlanjut hingga saat ini.

Menurut laporan terkini yang dilansir dari Al Jazeera, Rusia telah melancarkan sejumlah serangan ke berbagai daerah Ukraina.

Belum lama, Rusia meluncurkan 31 roket dan rudal balistik ke arah ibu kota Ukraina, Kiev pada Minggu (21/4). Sebanyak 17 orang dikabarkan mengalami luka berat tertimpa bangunan roboh.

Selain itu, sebanyak tiga orang tewas dan empat lainnya luka-luka akibat gempuran yang terjadi di desa Udachne, sebelah barat Donetsk.

Rusia juga menggempur beberapa titik lainnya seperti provinsi Kharkiv hingga Cherkasy. Lebih dari 7 orang pun dikabarkan tewas akibat gempuran Rusia menggunakan berbagai hal seperti pesawat nirawak (drone) hingga rudal balistik.


Korban jiwa

Korban jiwa yang terus berjatuhan kian menghantui pemerintah Ukraina. Tak jarang yang beranggapan bahwa Kiev gagal melindungi warga negaranya akibat terus-terusan diserang Rusia.

Menurut data terakhir yang dirilis Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) (OHCHR) pada Kamis (15/2), mengatakan terdapat 30.457 penduduk sipil tewas akibat gempuran brutal Rusia.

Selain itu, sekitar 19.875 warga dikabarkan mengalami luka berat karena agresi tersebut, seperti dilansir dari Statista.

OHCHR pun meyakini bahwa korban akan terus bertambah seiring dengan serangan Rusia yang semakin menjadi-jadi.


Hubungan diplomatik

Hubungan diplomatik antara Rusia dengan negara sekutunya kian mesra. Pasalnya, China dengan Rusia telah menandatangani sejumlah perjanjian dagang hingga politik.

Terlebih, Presiden China Xi Jinping telah melawat ke Moskow pada tahun lalu untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin.

Kedua pemimpin negara berbicara perihal hubungan politik hingga mengungkap bahwa 'rasa saling percaya politik antar negara semakin dalam'.

Dampak dari perang yang terjadi juga menyebabkan huru-hara politik di dalam Rusia hingga Ukraina.

Salah seorang Menteri Pertanian Ukraina Mykola Solsky dikabarkan mengundurkan diri di tengah penyelidikan kasus dugaan keterlibatan korupsi dalam akuisisi tanah ilegal milik negara senilai US$ 7 juta.

Lalu, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengatakan bahwa 'beberapa lusin' senjata nuklir taktis Rusia telah dikerahkan ke Belarus. Hal ini dapat memungkinkan keterlibatan Belarus terhadap perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung.

Terlepas dari huru-hara tersebut, Washington pada bulan ini berhasil menyetujui bantuan dana senilai US$95 miliar yang siap dikirim ke negara-negara sekutunya seperti Ukraina, Israel, dan Taiwan.

Ukraina yang menjadi sekutu AS pun mendapat cipratan bantuan berupa paket senjata baru senilai US$6 miliar. Beberapa paket lainnya paket berisi amunisi artileri, drone, hingga rudal jarak jauh juga dikirim oleh AS demi menyokong Kiev melawan Rusia.

(val/bac)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat