yoldash.net

Review Film: Burning Sun

Review film: Lewat dokumenter Burning Sun, sutradara tak perlu menampilkan berbagai adegan eksplisit yang membuat mual banyak pihak.
Review film: Lewat dokumenter Burning Sun, sutradara tak perlu menampilkan berbagai adegan eksplisit yang membuat mual banyak pihak. (AFP/JUNG YEON-JE)

Jakarta, Indonesia --

Saya butuh waktu untuk menenangkan diri agar bisa menulis soal dokumenter Burning Sun dari BBC ini yang kembali membahas bobrok selebritas Korea Selatan, yang seringkali dipandang suci tanpa dosa oleh banyak pemujanya.

Bukan karena film garapan Kai Lawrence ini sulit dipahami, melainkan permasalahan yang dibahas dalam dokumenter ini sejatinya juga terjadi di berbagai belahan dunia pada saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama satu jam, Lawrence menyusun berbagai kesaksian dan temuan para whistleblower kasus Burning Sun. Dimulai dari kasus pelecehan oleh Jung Joon-young, hingga kemudian merembet pada aksi amoral dalam grup yang 'dipimpin' Seungri.

Lawrence juga menampilkan dokumenter ini secara sederhana dan runtut, dimulai dari definisi sederhana dari molka yang diartikan sebagai pelecehan dalam bentuk perekaman seseorang secara tanpa konsensual.

ADVERTISEMENT

Molka menjadi dasar dari segala tindak pelecehan, pemerkosaan, hingga prostitusi yang dilakukan oleh sekelompok idol K-Pop menjijikkan macam Seungri, Jung Joon-young, Choi Jong-hoon, dan gerombolannya.

Lawrence tak perlu menampilkan berbagai adegan eksplisit yang pasti akan membuat mual banyak perempuan dan mereka yang pernah bersinggungan dengan pelecehan, tetapi cukup dari rekonstruksi percakapan Seungri dan kawan-kawan sudah menggambarkan itu semua.

[Gambas:Video CNN]



Namun yang menarik dan saya akui sebagai personal trigger adalah bagaimana para predator macam Seungri dan kawan-kawannya itu berlindung di balik topeng "idol" sok polos serta pembelaan buta dari banyak penggemarnya.

Saya hormat dan salut kepada jurnalis hiburan Kang Kyung-yoon dan Park Hyo-sil atas ketangguhan, perjuangan, dan pengorbanan dalam mengungkap fakta kelam ini.

Mereka bukan cuma sekadar meliput, tetapi berusaha menegakkan keadilan yang dirasakan oleh korban pelecehan kasus Burning Sun, dan siapa pun yang menghadapi hal serupa di dunia nyata.

Saya paham betul bagaimana perjuangan Kang dan Park, terutama menghadapi gelombang backlash dari para penggemar idol Korea Selatan yang sebagian mengkultuskan idola dan membelanya dalam bentuk apapun, termasuk menyerang hingga melecehkan jurnalis.

Infografis Yang Terseret di Kasus 'Burning Sun Gate' SeungriFoto: Indonesia/Asfahan Yahsyi
Infografis Yang Terseret di Kasus 'Burning Sun Gate' Seungri

Lima tahun yang lalu saya juga mengalami perundungan hingga doxing oleh para K-Poper Indonesia, meski sebenarnya tidak sebanding dengan yang dialami Park berupa keguguran dua kali karena perundungan oleh penggemar idol K-Pop kepadanya di media sosial dan surel.

Padahal, idola yang dibela mati-matian pun bukanlah orang suci. Bahkan banyak dari idola-idola di industri hiburan hanya mengenakan topeng dalam rangka profesionalitas dan bisnis semata, apalagi untuk industri K-Pop yang sangat memanfaatkan penggemar dalam mengeruk cuan.

Salah satunya, siapa yang akan sangka bahwa Jung Joon-young yang dikenal dengan lagunya yang melankolis dan tampilan 'santun', merekam pelecehan yang ia lakukan, menyebarkannya di grup laki-laki, termasuk melakukan pemerkosaan ramai-ramai?

Maka wajar bila Kang dan Park sempat merasakan kecemasan dan keraguan dalam mengungkap dan mengawal kasus ini. Apalagi, kasus ini ternyata melibatkan oknum petinggi polisi yang dibawa Seungri sebagai pelindung grup bejat tersebut.

Namun bukan keterlibatan petinggi polisi itu yang membuat saya tergelitik.

Justru, ketika fakta bahwa polisi baru menyeret Burning Sun dalam penyelidikan saat publik marah gara-gara ada tindakan kekerasan di hadapan polisi tapi malah dibiarkan. Tekanan publik itu yang kemudian menjadi bola salju hingga membuka tabir lebih lebar soal skandal Burning Sun.

Hal itu sangat relate dengan yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Ketika publik berkembang dari komentator dan penonton menjadi hakim dan juri yang menentukan kasus mana yang akan diusut oleh mereka yang mengaku sebagai aparat penegak hukum.

Sebuah ironi bahwa masyarakat yang sudah digencet dalam biaya hidup yang makin mahal, tetap harus menjadi anjing penjaga untuk mereka yang digaji oleh uang rakyat hanya demi melakukan pekerjaan sederhana: bekerja dengan baik sesuai tugasnya. Sederhananya, baru ditangani setelah viral.

Contohnya pun terjadi baru-baru ini, kasus mendiang Vina Cirebon yang terlantar delapan tahun dengan tiga pelaku masih buron. Baru ketika ada filmnya yang riuh di publik, aparat baru kembali bergerak.

Saya jadi berpikir, apa semua kasus harus menjadi film dan jadi bahan ribut netizen terlebih dahulu untuk bisa dikerjakan? Apa netizen harus ribut 24/7 agar hukum bisa berjalan sesuai dengan yang semestinya? Apa harus ada Ratu Adil biar dapat keadilan?

Terlepas dari kenyataan yang bikin makin lelah, dokumenter Kai Lawrence ini menjadi tribut yang sangat pantas untuk Go Hara. Ia adalah salah satu pahlawan dalam kasus Burning Sun, tapi harus menjalani perlakuan yang sangat tidak adil dari netizen di dunia maya.

Rasanya begitu sesak harus melihat Go Hara mengalami perjuangan yang sangat berat setelah tindakannya membantu membongkar kasus bejat ini. Apalagi, mengutip pernyataan adiknya dalam dokumenter ini, kematian Go Hara hanya sesaat sebelum dirinya mendapatkan keponakan yang mungkin saja bisa mengurungkan niatnya untuk pergi.

Dokumenter Burning Sun mungkin aslinya hanya membahas bagaimana kejahatan Seungri dan kelompoknya terjadi. Namun bagi saya, dokumenter ini jadi pengingat bahwa di balik sinar matahari yang menyinari dan menampilkan keindahan dunia, cahayanya bisa jadi sangat menyakitkan dan membakar diri.

[Gambas:Youtube]



(end)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat