yoldash.net

Suara 'Berisik' Voice of Baceprot, dari Nasyid sampai Metal

Voice of Baceprot adalah tiga remaja berhijab asal Garut yang memutuskan membentuk band beraliran metal. Sebelumnya mereka pernah menjajal nasyid.
Voice of Baceprot, tiga puan asal Garut yang membentuk band beraliran metal. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

Jakarta, Indonesia -- Tiga siswi Madrasah Tsanawiyah Al-Baqiyatussolihat itu terpana saat mendengar lagu Toxicity milik System Of A Down dari laptop seorang guru. Musik metal yang diusung band asal Amerika Serikat itu tak masuk kuping kanan dan langsung keluar kuping kiri.

Toxicity seakan 'meracuni' mereka.

Lagu itu merangsang mereka membentuk band. Alirannya metal. Mereka adalah Firda Kurnia, Euis Siti Aisah dan Widi Rahmawati yang sejak 2014 lebih dikenal sebagai Voice of Baceprot. Firda di vokal dan gitar, Siti menggebuk drum dan Widi memainkan bas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dalam bahasa Sunda, 'baceprot' berarti berisik, seperti musik yang mereka mainkan. Voice of Baceprot asal Garut, Jawa Barat, meski nama mereka kini sudah dikenal di mana-mana.

Dalam wawancara dengan Indonesia.com, Firda mengingat band-nya tidak langsung mengusung genre metal pada awal terbentuk. Mereka sempat bergenre rock sembari belajar memainkan alat musik secara otodidak. Bahkan sebelumnya mereka sempat mendadak membuat grup nasyid.

ADVERTISEMENT

"Kami awalnya ada 15 personel karena waktu itu ingin ikut lomba di Garut. Dengan formasi itu kami hanya ikut satu kali lomba dan hanya bertahan setengah tahun," kata Firda.

Voice of Baceprot saat berkunjung ke redaksi Indonesia.com.Voice of Baceprot saat berkunjung ke redaksi Indonesia.com. (Indonesia/Bisma Septalisma)
Grup nasyid itu bernama Voice of Baqitos, yang diambil dari nama sekolah mereka, Baqiyatussolihat. Nama sekolah dicantumkan agar mereka direstui saat ikut lomba.

Berangsur-angsur personel Voice of Baqitos berkurang karena tak dapat izin dari orang tua. Sampai akhirnya tersisa tujuh personel. Tak lama setelah itu, Siti bergabung untuk mengisi posisi drum. Sayang formasi itu pun tidak bertahan lama. Akhirnya hanya ada tiga orang.

"Kami bertiga ini akhirnya membentuk Voice of Baceprot," kata Firda.


Pembentukan Voice of Baceprot tak lepas dari peran guru konseling serta teater bernama bernama Cep Ersa Ekasusila Satia, atau akrab disapa Abah. Firda, Siti dan Widi sudah mengikuti kelas teater kala masih tergabung dalam grup Voice of Baqitos.

Abah yang ikut Voice of Baceprot saat berkunjung ke kantor redaksi Indonesia.com menerangkan, tiga siswinya terbiasa berpikir kritis karena tergabung dalam teater bengenre satire. Pemikiran itu tercermin dalam tulisan yang mereka buat untuk mading sekolah.

Seiring berjalannya waktu, kata Abah, Firda, Siti dan Widi juga jadi menyukai musik bertema perlawanan. "Sejak itu kami diskusi soal musik, saya tanya kalau mau bermusik ke depan mau seperti apa. Saya juga bertanya soal genre meraka mau seperti apa," kata Abah.

[Gambas:Youtube]

Meski alat musik yang dipunya hanya seadanya, Abah tetap menyemangati mereka. Firda dan Widi berlatih dengan gitar rusak yang ada di sekolah. Sementara Siti belajar memainkan drum dari alat-alat marching band sekolah dengan susunan yang aneh karena terbatas.

Abah tak kalah berjuang. Ia melobi sekolah untuk menjadikan satu ruangan yang tidak terpakai sebagai markas kegiatan English Club. Padahal tujuan sebenarnya menjadikan ruangan itu sebagai studio latihan. Dari situ setidaknya mereka bisa berlatih rutin.

"Setelah latihan dengan alat seadanya, mereka ikut lomba dan bisa kasih piala ke sekolah, bahkan kasih piala terbanyak dibanding ekskul lain. Kemudian sekolah membelikan satu set drum dan bas," kata Abah. Sayang, studio itu tak bisa lagi mereka pakai setelah lulus.


Voice of Baceprot melanjutkan sekolah ke SMK jurusan Administrasi Perkantoran di Banjarwangi, Garut. Perlahan mereka mencicil alat musik bekas dan memangun studio dengan menyisihkan uang. Abah pun masih ikut membantu. Ia bahkan merelakan rumahnya jadi studio.

"Sebenarnya belum layak dibilang studio kalau untuk band. Studio itu ada di rumah saya dan kami sepakat kasih nama Rumah Ramah Musikal," kata Abah.

Firda menambahkan, "Kami dapat support alat musik dari Shecter. Mereka memberikan kami dapat gitar, bas dan sner drum." Dari kesederhanaan itu mereka menghasilkan suara berisik.


Suara itu pun sampai ke media sosial awal 2017 lalu. Voice of Baceprot sempat viral. Tiga perempuan, masih remaja, berhijab pula. Tapi memainkan musik metal. Orang pun tertarik.

Namun Voice of Baceprot tak mau menjadikan Muslim dan hijab sebagai 'komoditas.'

"Kami sudah berhijab sebelum membentuk band metal, kami bermusik karena ingin dan hobi. Ketika orang heboh metal dan hijab kami biasa saja, apa yang salah," kata Firda.


Mei lalu, Voice of Baceprot merilis single perdana bertajuk School Revolution. Lagu itu bentuk kritik mereka terhadap sekolah yang hanya menjadi tempat lomba mendapat nilai bagus, alih-alih wadah untuk mengembangkan potensi.

Menurut Firda, Voice of Baceprot sudah memiliki enam lagu yang siap dirilis. Lima di antaranya adalah Rumah Tanah Tidak dijual, DJ Oriented, The Enemy, Jalan Kebenaran dan You'll Never Walk Alone. "Ada tiga lagu lagi, tapi masih belum matang," kata Firda.

Lagu-lagu mereka selalu berasal dari pengalaman pribadi dan kejadian sehari-hari. Biasanya mereka menceritakan itu pada Abah, lalu diracik bersama menjadi lirik.

"Lirik yang mereka buat terlalu sarkas dan kasar. Menurut saya metal bukan kasar dalam bunyi, tapi dalam arti," kata Abah yang biasa memoles lirik tiga puan Voice of Baceprot. (rsa/rsa)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat