yoldash.net

Kala Industri Fesyen Melawan Emisi Karbon

Emisi karbon jadi salah satu masalah yang disebabkan oleh industri fesyen. Proses daur ulang jadi solusinya.
CFCL jadi salah satu jenama mode yang mengusung konsep fesyen berkelanjutan. (AFP/MIGUEL MEDINA)

Paris, Indonesia --

Industri fesyen jadi salah satu penyumbang masalah lingkungan di dunia. Salah satunya adalah masalah emisi karbon yang masih sulit diatasi hingga saat ini.

Setiap proses produksi hingga pemasaran dalam industri fesyen mengeluarkan emisi karbon. Berdasarkan catatan UNFCCC, badan PBB untuk perubahan iklim, industri fesyen dan garmen diperkirakan mengeluarkan emisi sebesar 10 persen dari total emisi di seluruh dunia.

Recycle atau daur ulang jadi salah satu solusi yang bisa dilakukan industri fesyen untuk menangkal masalah emisi karbon.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Peralihan ke poliester daur ulang telah mengurangi emisi gas rumah kaca dalam proses pengadaan bahan mentah untuk barang-barang tersebut sekitar 70 persen," ujar pendiri jenama Clothing for Contemporary LIfe (CFCL) Yusuke Takahashi pada Indonesia.com di Paris, Prancis, awal April lalu.

Daur ulang menjadi salah satu signature dari CFCL. Jenama asal Jepang ini bahkan telah mendapatkan B Corp Certification yang menjadi benchmark penting di industri fesyen, yang mengkalkulasi dampak produksi industri terhadap sosial dan lingkungan.

ADVERTISEMENT

Takahashi membangun sebuah rumah mode dengan kesadaran sosial dan lingkungan. Pilihannya ini tak cuma penuh tantangan dari segi kreativitas, tapi juga dari sisi teknis.

Dalam koleksi yang dipamerkan di ajang Paris Fashion Week pada Februari lalu, misalnya, CFCL menampilkan jas yang dibuat dari 36 botol air mineral. Pada musim sebelumnya, jas yang sama nyaris dibuat dari 6,5 botol air mineral.

Begitu pula dengan sebuah celana panjang, yang awalnya dibuat dari 8,5 botol air, kini dibuat dari 44,7 botol plastik.

"Untuk celana saja, mengganti poliester murni dengan 100 persen poliester daur ulang telah menurunkan persentase emisi dari pengadaan bahan baku dari 44 persen menjadi 36 persen", jelasnya sambil menampilkan skema daur ulang untuk setiap item yang ia ciptakan.

Di koleksinya yang bertajuk "Knitware Cadence" itu, Takahashi dengan mulus memadukan daya tahan sporty dengan estetika formal dan streetwear, memenuhi yang ideal untuk sebuah wardrobe sehari-hari karena variasinya. Tapi, siapa sangka jika koleksi-koleksi yang ciamik itu terbuat dari bahan daur ulang plastik.

Ilustrasi Fashion DesainerIlustrasi. Industri fesyen jadi salah satu penyumbang masalah lingkungan terbesar di dunia. (wendybuiter/Pixabay)

Gelombang fesyen berkelanjutan memang tengah menjamur dalam beberapa waktu ke belakang. Tak hanya di ranah global, tapi juga di Indonesia. Sebut saja Sejauh Mata Memandang yang beberapa kali menggunakan material yang didaur ulang dan ramah lingkungan. Atau juga Sukkha Citta yang kerap menggunakan bahan baku natural dan organik untuk mengurangi limbah produksi.

Namun, Takahashi menilai sulit bagi industri fesyen untuk mempertahankan konsep berkelanjutan sebagaimana yang diusungnya.

"Sangat sulit [gelombang fesyen berkelanjutan bertahan dan diikuti]," ujar Takahashi.

Salah satu pasalnya adalah tingkat kesulitan teknis serta investasi awal yang besar serta sering kali tidak konvensional. Hal ini menambah tantangan bagi pelaku industri fesyen yang ingin menerapkan konsep berkelanjutan.

(asr/asr)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat