yoldash.net

Siapa Pemilik Sritex, Raksasa Tekstil yang Diisukan Bangkrut?

Sritex didirikan oleh H.M Lukminto pada 1966 di Pasar Klewer, Solo. Usai go public, PT Huddleston Indonesia menguasai 59,3 persen saham emiten berkode SRIL itu.
Sritex didirikan oleh H.M Lukminto pada 1966 di Pasar Klewer, Solo. Usai go public, PT Huddleston Indonesia menguasai 59,3 persen saham emiten berkode SRIL itu. (Foto: Dok. Sritex)

Jakarta, Indonesia --

Perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex diisukan mengalami bangkrut. Isu itu muncul usai Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengatakan 13.800 buruh tekstil terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari 2024 hingga awal Juni 2024.

Presiden KSPN Ristadi menuturkan PHK yang maaf terjadi terjadi di Jawa Tengah lebih masif, termasuk di grup Sritex.

Namun, perusahaan membantah kabar tersebut. Direktur Keuangan Sritex Welly Salam mengatakan penyebab penurunan pendapatan secara dramatis imbas pandemi covid-19 dan persaingan ketat di industri tekstil global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Welly, kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.

ADVERTISEMENT

Selain itu, lesunya industri tekstil terjadi karena over supply tekstil di China. Hal ini menyebabkan terjadinya dumping harga, di mana produk-produk tekstil asal Tiongkok yang lebih murah ini menyebar ke negara-negara yang longgar aturan impornya, salah satunya Indonesia.

Lantas siapa pemilik Sritex?

Sritex didirikan oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional pada 1966 di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Dari situ bisnis Sritex terus berkembang. Hingga kemudian Sritex secara resmi terdaftar sahamnya di BEI pada 2013 dengan kode SRIL.

Berdasarkan data BEI, mayoritas saham SRIL atau sebesar 59,3 persen dimiliki oleh PT Huddleston Indonesia, yang merupakan induk perusahaan Sritex. PT Huddleston Indonesia merupakan perusahaan milik keluarga Lukminto, pendiri Sritex. 

Kemudian, 39,89 persen saham dimiliki oleh masyarakat, sebesar 0,53 persen dimiliki Iwan Setiawan selaku komisaris utama, serta 0,52 persen dimiliki oleh Iwan Kurniawan Lukminto yang menjabat sebagai direktur utama Sritex.

Namun, saham Sritex berpotensi delisting.

Pengumuman itu disampaikan BEI lewat keterbukaan informasi pada November 2023 lalu.

Ketentuan delisting ditetapkan jika saham perusahaan telah diberhentikan sementara (suspensi) selama 24 bulan dan saham mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum.

Saham emiten berkode SRIL itu awalnya disuspensi sejak 18 Mei 2021 karena penundaan pembayaran pokok dan bunga medium term note (MTN) Sritex tahap III 2018 ke-6 (USD-SRIL01X3MF). Suspensi kemudian diperpanjang sampai 18 Mei 2023 atau menjadi 24 bulan.

Sritex juga tengah menghadapi tumpukan utang. Berdasarkan laporan keuangan per September 2023, total liabilitas perusahaan tercatat US$1,54 miliar atau Rp24,3 triliun (kurs Rp15.820 per dolar AS).

Utang Sritex tersebut terbagi atas jangka pendek sebesar US$106,41 juta dan jangka panjang US$1,44 miliar. Utang didominasi oleh utang bank dan obligasi.

Jumlah utang Sritex lebih besar dari aset. Total aset perusahaan tercatat hanya US$653,51 juta atau sekitar Rp10,33 triliun.

[Gambas:Video CNN]

(fby/pta)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat