yoldash.net

Pakar Ungkap Leluhur Manusia Bukan dari Satu Populasi di Afrika

Studi mengungkap leluhur manusia muncul di Bumi bukan dari satu sumber komunitas awal di Afrika. Simak penjelasan para pakar.
Ilustrasi. Simak penjelasan ahli soal kemunculan leluhur manusia. (iStockphoto/00Mate00)

Jakarta, Indonesia --

Penelitian mengungkap leluhur manusia (Homo sapiens) muncul di muka Bumi lewat pencampuran genetik dalam jangka panjang, bukan dari satu populasi khusus di Afrika.

Studi tersebut menguji materi genetik populasi saat ini di Afrika dan membandingkannya dengan bukti fosil yang ada dari populasi awal Homo sapiens di sana.

Hasilnya, para peneliti menemukan model baru evolusi manusia yang mengubah keyakinan sebelumnya bahwa satu populasi di Afrika menjadi awal semua manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profesor antropologi dan Pusat Genom di UC Davis sekaligus penulis koresponden penelitian Brenna Henn mengatakan secara luas dipahami bahwa Homo sapiens berasal dari Afrika.

ADVERTISEMENT

Namun, ketidakpastian muncul soal bagaimana cabang-cabang evolusi manusia bisa berbeda dan bagaimana manusia bermigrasi melintasi benua-benua.

"Ketidakpastian ini disebabkan oleh terbatasnya data fosil dan data genomik kuno, dan fakta bahwa catatan fosil tidak selalu selaras dengan ekspektasi dari model yang dibangun menggunakan DNA modern," katanya, dikutip dari ScienceDaily.

"Penelitian baru ini mengubah penjelasan asal-usul spesies," tambahnya.

Suku Nama

Penelitian yang dipimpin oleh Henn dan Simon Gravel dari McGill University ini menguji berbagai model evolusi dan migrasi di seluruh Afrika yang diusulkan dalam literatur paleoantropologi dan genetika, dengan menggabungkan data genom populasi dari Afrika selatan, timur, dan barat.

Para penulis menyertakan genom yang baru saja diurutkan dari 44 individu suku Nama modern dari Afrika bagian selatan, sebuah populasi asli yang dikenal memiliki tingkat keanekaragaman genetik yang luar biasa dibandingkan dengan kelompok-kelompok modern lainnya.

Para peneliti kemudian menghasilkan data genetik dengan mengumpulkan sampel air liur dari individu modern yang melakukan kegiatan sehari-hari di desa mereka antara 2012 hingga 2015.

Model ini menunjukkan proses pecahnya populasi paling awal di antara manusia purba yang dapat dideteksi pada 120 ribu hingga 135 ribu tahun yang lalu.

Hal itu terjadi setelah dua atau lebih populasi Homo yang secara genetik berbeda bercampur selama ratusan ribu tahun.

Setelah populasi terpecah, orang-orang masih bermigrasi di antara populasi induk, menciptakan induk dengan perbedaan genetik yang lemah.

Para peneliti menyebut hal ini memberikan penjelasan yang lebih baik mengenai variasi genetik di antara individu manusia dan kelompok manusia daripada model-model sebelumnya.

"Kami menyajikan sesuatu yang bahkan belum pernah diuji oleh orang lain. Hal ini memajukan ilmu antropologi secara signifikan," kata Henn, dikutip dari situs University of California.

"Model-model sebelumnya yang lebih rumit mengusulkan kontribusi dari hominin purba, tapi model ini menunjukkan sebaliknya," kata Tim Weaver, profesor antropologi UC Davis yang memiliki keahlian dalam bidang fosil manusia purba.

Menurut model ini, para peneliti memprediksi 1-4 persen diferensiasi genetik di antara populasi manusia kontemporer dapat dikaitkan dengan variasi pada populasi induk. Model ini mungkin dapat memberikan penjelasan penting untuk interpretasi catatan fosil.

Lebih lanjut, dikarenakan migrasi antar cabang populasi, beberapa garis keturunan ini mungkin serupa secara morfologis, yang berarti fosil hominid yang berbeda secara morfologis (seperti Homo naledi) tidak mungkin mewakili cabang-cabang populasi yang berkontribusi pada evolusi Homo sapiens.

(lom/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat