yoldash.net

Liontin Purba Ungkap Informasi Soal Nenek Moyang Orang Amerika

Sebuah liontin yang ditemukan di Siberia mengungkap informasi soal nenek moyang orang Amerika.
Ilustrasi. Liontin yang ditemukan di Siberia mengungkap informasi soal nenek moyang orang Amerika. (iStockphoto/ktsimage)

Jakarta, Indonesia --

Jejak nenek moyang orang Amerika terungkap usai para pakar meneliti sebuah liontin yang mengandung DNA manusia purba.

Liontin itu ditemukan para pakar saat mengekskavasi Gua Denisova di sebelah selatan Siberia. Melansir CNN, liontin tersebut diduga dipakai seorang wanita yang hidup sekitar 19 hingga 25 ribu tahun yang lalu, berdasarkan analisa material genetik yang terawetkan di liontinnya.

Wanita itu berasal dari kelompok yang diketahui sebagai Ancient North Eurasian, yang punya hubungan genetik dengan orang Amerika pertama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para pakar memperoleh informasi tersebut setelah menerapkan teknik baru yang tak merusak untuk mengekstraksi DNA dari artefak Zaman Batu.

ADVERTISEMENT

Metode baru ini juga diharapkan akan memungkinkan para pakar belajar tentang jenis kelamin dan keturunan genetik pembuat, pemakai dan pengguna berbagai alat tulang dan ornamen Zaman Batu yang digali dari penggalian di seluruh dunia.

"Luar biasa. Ini artinya, kita bisa menjawab pertanyaan yang sangat sederhana seperti tugas apa yang dikerjakan pria dan wanita di zaman itu," kata salah satu penulis studi ini, Marie Soressi, profesor dan kepala asal-usul manusia di Fakultas Arkeologi Leiden University.

"Kami akan benar-benar punya garis bukti langsung untuk memberitahu kita," katanya lagi.

Hasil penelitian para pakar ini telah dipublikasikan di jurnal Nature. Teknik ini juga contohnya dapat mengungkap apakah sebuah alat digunakan oleh Neanderthal atau nenek moang Hmo Sapiens.

Sementara itu, DNA manusia kemungkinan besar diawetkan dalam liontin tulang rusa karena keropos dan oleh karenanya lebih mungkin mempertahankan materi genetik yang ada di sel kulit, keringat, dan cairan tubuh lainnya.

Biasanya, para pakar akan menggunakan bor kecil untuk mengekstraksi bubuk tulang dari sebuah artefak atau tulang ang lebih besar. Namun teknik baru ini dideskripsikan oleh Elena Essel, pakar biologi molekuler di Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology sebagai "pencucian laboratorium tanpa pergerakan,"

Dengan teknik ini, liontin direndam dalam larutan penyangga natrium fosfat sambil meningkatkan suhu secara bertahap. Ini memungkinkan DNA dilepaskan ke dalam larutan, di mana ia diisolasi, dimurnikan, dan diurutkan menggunakan alat yang ada.

Studi terhadap liontin ini adalah bukti konsep belum jelasnya tingkat kesulitan mengekstraksi DNA manusia dari tulang, ornamen, atau alat lainnya.

Namun teknik ini, setidaknya sebagaimana adanya, hanya ampuh pada bahan yang baru digali dan di mana para arkeolog telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa artefak tersebut "bersih" - yaitu tidak terkontaminasi dengan DNA manusia modern - dengan mengenakan sarung tangan dan masker serta memastikan objek tersebut disegel dalam tas segera setelah digali.

Teknik ini juga tidak mengidentifikasi DNA purba ketika diaplikasikan kepada sebuah alat-alat dari tulang dari Gua Quincay di Prancis, yang diekskavai pada 1970 hingga 1990an. Ketika itu, tidak ada yang berpikir material genetik bisa terawetkan dalam waktu yang lama.

(can/lth)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat