yoldash.net

Kenapa Pluto Bukan Planet?

Pluto pernah menyandang gelar planet sebelum statusnya dicabut pada 2006. Mengapa demikian?
Planet Pluto dan bulannya Charon. Pluto kini tidak didefinisikan sebagai planet. Mengapa demikian? (Dok. NASA)

Jakarta, Indonesia --

Pluto sempat menjadi salah satu planet di Tata Surya meski ada perubahan pada 2006. Apa yang membuatnya kehilangan status itu?

Tata surya, seperti yang sempat digaungkan di buku-buku pelajaran IPA masa lalu, memiliki sembilan planet, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dengan Pluto yang terjauh. Pada 24 Agustus 2006, status planet Pluto dicabut.

Kala itu, Persatuan Astronomi Internasional (IAU) memilih untuk mereklasifikasi Pluto dan mengubah statusnya menjadi planet kerdil, sehingga jumlah planet di Tata Surya kontan berkurang menjadi hanya delapan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

IAU sendiri mendefinisikan planet sebagai benda langit yang mengorbit Matahari, dengan tampilan hampir bulat, dan yang tidak memiliki banyak puing-puing di lingkungan orbitnya.

Sementara itu, planet kerdil didefinisikan sebagai sebuah objek langit berbentuk bulat yang wilayah orbitnya belum bersih dari puing-puing langit atau asteroid. Selain itu, sebuah planet kerdil bukan satelit dari sebuah planet.

ADVERTISEMENT

"Pluto adalah planet kerdil menurut definisi dan diakui sebagai prototipe dari kategori baru objek trans-Neptunus," kata resolusi yang disetujui pada 2006, seperti dikutip dari Space.

Awal mula

Pluto diklasifikasikan sebagai planet pada 1930 (IAU sendiri dibentuk pada 1919). Hal itu terjadi usai astronom Clyde Tombaugh dari Observatorium Lowell di Arizona membandingkan pelat foto langit pada malam-malam yang berbeda.

Ia kemudian melihat sebuah titik kecil yang melayang bolak-balik dengan latar belakang bintang-bintang.

Orbitnya sangat eksentrik, miring terhadap ekliptika (garis edar semu Matahari jika dilihat dari Bumi), dan jauh dari definisi lingkaran. Pluto sebenarnya lebih dekat ke matahari ketimbang Neptunus dalam 20 tahun dari total 248 tahun perjalanan orbitnya.

Pada 1992, para ilmuwan menemukan objek Sabuk Kuiper pertama, 1992 QB1, sebuah benda kecil yang mengorbit di sekitar Pluto dan di luar orbit Neptunus.

Lebih banyak lagi objek seperti itu ditemukan, memperlihatkan sabuk dunia kecil dan beku yang mirip dengan sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter.

Pada Juli 2005, para astronom menemukan benda jauh Eris, yang pada awalnya dianggap lebih besar dari Pluto. Orbitnya juga miring terhadap ekliptika. 

Dengan segala temuan itu, para peneliti pun bertanya-tanya: jika Pluto itu planet, apakah berarti Eris juga termasuk? Bagaimana dengan semua objek es lainnya di sabuk Kuiper, atau objek yang lebih kecil di sabuk asteroid? Di mana batas benda langit bisa disebut sebagai planet?

Perdebatan sengit menyusul, dengan banyak proposal baru untuk definisi planet yang ditawarkan.

"Setiap kali kita mengira beberapa dari kita sudah mencapai konsensus, seseorang mengatakan sesuatu dan menunjukkan dengan sangat jelas bahwa kita tidak mencapainya," kata Brian Marsden, anggota Komite Eksekutif IAU yang bertanggung jawab untuk menemukan arti baru dari planet, pada 2005.

Pada 2006, dalam delapan hari pertemuan Majelis Umum IAU di Praha para astronom tidak mencapai kesepakatan terkait empat proposal. Salah satunya membuat jumlah total planet di Tata Surya menjadi 12, termasuk Ceres, asteroid terbesar, dan bulan Pluto, Charon.

Astronom Mike Brown dari Caltech, penemu Eris, menyatakan saran itu "benar-benar berantakan".

Menjelang akhir konferensi Praha, 424 astronom yang tersisa memilih untuk membuat tiga kategori baru untuk objek di Tata Surya. Sejak itu, hanya Merkurius hingga Neptunus yang akan dianggap sebagai planet.

Pluto dan kerabatnya, benda bulat yang berbagi lingkungan orbit dengan entitas lain, selanjutnya disebut sebagai planet kerdil. Semua objek lain yang mengorbit matahari akan dikenal sebagai badan tata surya kecil.

Saat itu kurang dari 5 persen dari total 10.000 astronom dunia yang berpartisipasi dalam pemungutan suara.

"Saya malu dengan [dunia] astronomi," kata Alan Stern, pemimpin misi New Horizons NASA, yang terbang melewati Pluto pada 2015.

Misi New Horizons adalah titik balik yang signifikan dalam debat soal planet ini. Usai melewati Pluto, ia menunjukkan dunia yang jauh lebih dinamis daripada yang dibayangkan siapa pun.

Pegunungan besar, kawah yang rusak, dan tanda-tanda cairan yang mengalir di permukaannya, semuanya menunjukkan dunia yang mengalami perubahan geologis besar-besaran sejak awal pembentukannya.

Atas dasar ini saja, orang-orang seperti Stern mengatakan Pluto harus dianggap sebagai planet karena merupakan tempat yang dinamis, tempat yang tidak terlalu statis sehingga hanya mikrometeorit yang mengganggu permukaannya.

Pada 2018, Stern, bersama dengan ilmuwan planet David Grinspoon, menulis artikel opini di The Washington Post. Mereka menggambarkan definisi versi IAU "digambarkan dengan tergesa-gesa" dan "cacat" dan meminta para astronom mempertimbangkan kembali ide mereka.

Saat anak-anak bertanya kepada gurunya apa itu planet, para astronom pun masih memperdebatkan soal definisi itu dan mengakui jawabannya tidak mudah.

Manusia harus melihat melampaui Tata Surya lebih dulu untuk mempertimbangkan apa yang membuat sebuah benda disebut planet atau bukan.

Seperti dikatakan sejarawan sains Owen Gingerich, yang mengetuai komite definisi planet IAU, bahwa "planet adalah kata yang didefinisikan secara budaya yang berubah seiring waktu."

[Gambas:Video CNN]

(lom/lth)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat