yoldash.net

DPR Minta Pemerintah Bentuk Crisis Center Buntut Peretasan PDNS

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta pemerintah membentuk crisis center buntut peretasan PDNS 2 Surabaya.
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta pemerintah membentuk crisis center buntut peretasan PDNS 2 Surabaya. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)

Jakarta, Indonesia --

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta pemerintah membentuk crisis center buntut peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya.

Meutya mengatakan layanan di 282 institusi pemerintahan saat ini terdampak peretasan tersebut. Menurutnya, seluruh institusi yang terdampak itu pun harus dipandu untuk memulihkan data mereka, salah satunya lewat crisis center.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Buat crisis center. Crisis center ini salah satunya selalu meng-update," kata Meutya di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (27/6).

Meutya berpendapat crisis center itu juga berfungsi untuk memberikan perkembangan info ke publik ihwal penanganan yang dilakukan pemerintah.

ADVERTISEMENT

"Kami tetap harus wanti-wanti bahwa perlindungan data itu dinilainya bukan ketika bocor, tapi ketika sudah ada kegagalan perlindungan. Itu kami anggap menjadi ranah perlindungan data pribadi," ujarnya.

Pusat Data Nasional (PDN) lumpuh karena diserang peretas. Akibatnya, 210 instansi pemerintah terdampak dan layanan publik berbasis digital terganggu.

[Gambas:Video CNN]



Peretasan terjadi sejak 20 Juni. Pusat data yang berlokasi di Surabaya itu diserang dengan modus ransomware.

Pemerintah belum bisa sepenuhnya memulihkan PDN. Peretas pun meminta tebusan hingga Rp131 miliar.

Anggota Komisi I Mayjen Purn TB Hasanuddin sebelumnya mengkritik Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang dinilai abai hingga PDN bisa diretas.

Politikus PDI Perjuangan tersebut menganggap peretasan PDN sebagai kebodohan nasional. Sebab, peretasan dan kebocoran data sering terjadi selama bertahun-tahun.

"Ini sebetulnya kecelakaan atau kebodohan nasional. Karena apa, prihatin," kata TB Hasanuddin dalam rapat di Komisi I DPR, Kamis (27/6).

"Kami sudah hampir lima tahun ya, bekerja sama, mitra dengan terutama BSSN, dan BSSN, selalu melaporkan ada serangan," tuturnya. 

(mnf/chri)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat