Fenomenal Goyang Ngebor Inul, Awal Mula Koplo Taklukkan Indonesia
"Kata-kata koplo mungkin enggak enak didengar dari bahasa narkoba 'pil koplo' ya," kata pentolan Orkes Melayu (OM) New Monata, Cak Sodiq, saat berbincang dengan kami soal asal-usul musik koplo, pada pertengahan Januari lalu.
"Ada sesuatu yang enggak enak didengar kan?"
Stigma negatif dari musik koplo pada awal masa kelahirannya membuat gaya baru musik dangdut itu tumbuh hanya di kelompok tertentu. Keterbatasan dan cakupan yang sempit membuat para penyanyi di dalamnya saling beradu unjuk gigi.
Termasuk bagi perempuan asal Pasuruan bernama Ainur Rokhimah yang tumbuh besar di Gempol, perbatasan Surabaya dan Pasuruan. Di atas panggung koplo, ia memilih nama Inul Daratista dan tenar dengan aksinya yang berbeda dibanding biduan lainnya.
Menurut Weintraub dalam Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia (2012), Inul muda sesungguhnya lebih gemar musik pop dan rock and roll era '80 dan '90-an. Loriel (2003) dalam Weintraub menyebut, Inul bahkan mengidolakan Paramitha Rusady dan Shakira sebelum mantap ke dangdut pada awal 2000-an.
"Aku zaman dulu, walaupun nyanyiku di desa, enggak mau kalah sama penyanyi yang lain-lain!" ujar Inul saat berbincang dengan Indonesia.com, di sela kesibukannya, pada akhir Februari 2023.
Lihat Juga : |
Pada saat itu, goyang semi-erotis dan mengundang gairah lelaki jadi jurus ninja para biduan dangdut demi meraup atensi dan rupiah. Namun menurut Inul, erotisme bukan kunci yang bikin penonton betah menikmati koplo, melainkan kesegaran dan hal unik.
"Di atas panggung, anak itu jogetnya telanjang, aku enggak mau telanjang. Tapi aku mau jogetnya di atas drum! Beda dari yang lain!" kata Inul.
"Biar penonton enggak pergi bagaimana caranya. Kalau penyanyi yang itu pakai buka paha, jogetnya aduhai, aku enggak perlu kayak begitu," lanjutnya.
Cak Sodiq dan OM Monata adalah salah satu musisi yang tenar karena dangdut koplo di Indonesia. Indonesia/Adi Maulana Ibrahim |
Popularitas Inul menjamur bersamaan dengan tren teknologi cakram padat (VCD) dan rekam amatir pada awal milenium. Penampilan para biduan direkam secara amatiran, direplikasi dalam cakram padat, dan beredar ke berbagai pelosok.
"Waktu itu luar biasa. Bikin kaset, VCD dengan genre koplo itu luar biasa, produksinya wah," cetus Cak Sodiq sambil pamer jempol. "Istilahnya kalau bahasa Jawa itu 'kita panen'. Sebagai musisi Jawa Timur kita panen,"
Pengamat musik Denis Setiaji pun menilai bahwa VCD adalah kendaraan riil dari cara koplo bisa menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Apalagi kala itu, Pemerintah Indonesia loyo soal hak cipta.
"Dulu kan terkait dengan pembajakan, undang-undangnya masih belum begitu. Beredar tuh VCD bajakan," kata Denis yang tumbuh di Bandung itu.
"Saya juga dulu SD tuh kayak, 'Wah ini ada yang bagus, Inul!'. Kayak, 'Kok meliuk-meliuk gini'. Fenomenal lah waktu itu," lanjutnya.
Menurut Brian Walsh dari Time Asia (2003) dalam Weintraub, berjuta-juta keping VCD dengan wajah Inul telah terjual sebelum ia ditawari kontrak rekaman. Popularitas ini pula yang menarik televisi menggaet goyang ngebor Inul untuk disorot dan tampil di layar kaca.
D Asmarani dari Straits Times (2003) menyebut Trans TV cabang Surabaya termasuk yang pertama memilih menyiarkan Inul kala pentas. Hasilnya, tayangan itu menarik rating positif dan mendorong produser membawa Inul ke Jakarta dan merekam pertunjukannya dengan lebih rapi.
Pendangdut Inul Daratista ketika beraksi pada acara "Pestapora 2022" di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta, Jumat (23/9/2022). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU) |
Kemunculan Inul yang jadi anomali ini disebut Weintraub sebagai "pendatang gelap" di komunitas dangdut yang sudah ajek sebelumnya. Apalagi, citra penyanyi dangdut perempuan saat itu adalah kalem dan santun, seperti Cici Paramida atau Ikke Nurjanah.
Kehadiran Inul dengan citra berani dan tegas pun bikin gonjang-ganjing panggung dangdut. Ia menciptakan perbandingan dalam waktu yang sama alias jukstaposisi yang menandai titik balik koplo dalam sejarah musik Indonesia.
Hanya dalam beberapa tahun, Inul mengubah citra koplo dari musik pinggiran menjadi pengerek rating televisi. Weintraub pun menilai televisi serta media arus utama memainkan peran penting dalam menginfiltrasi 'virus' koplo ke masyarakat.
"Mediasi televisual Inul terjadi di tingkat nasional dan tayangan-tayangan televisi ini meluncur balik ke Jawa Timur dan Jawa Tengah," kata Weintraub.
Alhasil, muncul pemaknaan koplo secara luas yang kemudian melebur dengan entitas budaya tradisional setempat, terutama di Pulau Jawa.
Lanjut ke sebelah...
Koplo Dicerca dan Dikecam Keras
BACA HALAMAN BERIKUTNYATerkini Lainnya
-
Polisi Tangkap Pasutri Bogor Admin Judi Online
-
Danny Pomanto Restui Istri Maju Pilwalkot Makassar
-
MK Bakal Putus Sengketa Pileg 2024 Paling Lambat pada 10 Juni
-
Bakal Capres AS Ditangkap Gegara Ikut Demo Pro Palestina
-
AS Turun Tangan Bujuk ICC Agar Tak Rilis Surat Penangkapan Netanyahu
-
VIDEO: Horor Tornado Melanda Guangzhou China, 5 Tewas
-
Daftar 23 Pengusaha Penyumbang Bonus Rp23 M Buat Timnas U-23
-
Langkah Pasti Menteri BUMN Erick Thohir Berdayakan UMKM Lokal
-
Menkeu Minta Bea Cukai Tingkatkan Layanan Usai Ramai 'Dirujak' Netizen
-
FOTO: Bagnaia Kalahkan Marquez, Rossi pun Tersenyum
-
Bek Uzbekistan Was-was Hadapi Indonesia 'Si Pembunuh' Korea Selatan
-
Harga Pasar Skuad Indonesia vs Uzbekistan: Garuda Kalah Jauh
-
BSSN Ungkap Modus Bobol Rekening Lewat WhatsApp, Cek Cara Cegahnya
-
Jabar Selatan Diprediksi Hujan Deras usai Kena Gempa, Waspada Longsor
-
Pakar Cuaca Blak-blakan Soal Gelombang Panas Serbu Asia
-
Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang karena Harga Ketinggian
-
Mengenal Sensor ISC yang Jaga Rpm Mesin Mobil Tak Goyang-goyang
-
Rangkaian Acara Daihatsu Kumpul Sahabat 2024 Dibuka di Bekasi
-
Jadwal Bioskop Trans TV 29 April-5 Mei 2024
-
IU Janji Konser Lagi di Indonesia: Saya Akan Kembali Secepatnya
-
Kenapa Tidak Ada Pertarungan Besar di Episode Final Shogun?
-
Army Bersiap, BTS Pop-Up Store Hadir di Metro Mal Gancit Mulai 9 Mei
-
Ada Berapa Tanggal Merah Bulan Mei 2024? Cek di Sini
-
Ci(n)ta Rasa William Wongso