yoldash.net

Mistik, Dulu Ditakuti Kini 'Dikejar'

Hal berbau mistik tak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sejak beratus tahun lalu. Di era teknologi, nilai mistik yang dulu ditakuti bergeser jadi hiburan.
Ilustrasi dukun sebagai bagian dari hal mistik. (Foto: SIA KAMBOU / AFP)

Jakarta, Indonesia -- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, mistis merupakan kata sifat dari mistik. Mistik, adalah 'hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia yang biasa'.

Manusia yang telah diberi anugerah berupa akal budi memang kerap penasaran dengan hal-hal yang tak terjangkau oleh logika. Terlebih, mistik sendiri terbilang telah mengakar di Indonesia, bahkan dalam perjalanannya, juga menjadi tradisi.

Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki hak mistik yang berbeda-beda. Barangkali, hanya berbeda istilah atau sebutan. Sebelum agama masuk ke Indonesia, sama seperti di negara-negara lain, animisme memegang peranan penting.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berasal dari bahasa Latin 'anima' atau roh, animisme artinya kepercayaan adanya roh dalam setiap benda. Dulu, masyarakat primitif memuja Matahari. Umumnya pemujaan dilakukan terhadap hal-hal besar yang datang dari alam, seperti gunung atau pohon.

Dalam menjalani kepercayaan animisme itu, mengorbankan manusia atau makhluk hidup lainnya adalah hal lazim. Setelah masyarakat Indonesia mengenal agama, lambat laun kepercayaan animisme menjadi tidak populer.

ADVERTISEMENT

Tidak populer, bukan berarti tak lagi dipercaya.

Cerita tentang Raja Ilato dari Gorontalo misalnya. Penyebar agama Islam tersebut dikatakan memiliki ilmu menghilang. Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga dikisahkan memiliki ilmu magis.

Cerita-cerita itu dituturkan turun temurun dan pada akhirnya, menjadi semacam legenda. Tidak ada yang tahu kebenarannya, namun kisah mistik selalu disukai.

Ilustrasi sesajen. (Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Berganti era, mistik terlihat semakin terpinggirkan. Masyarakat jadi lebih tertarik pada teknologi dan digitalisasi, yang mana mengubah nilai mistik itu sendiri.

Antropolog Imam Ardhianto berpendapat, modernisasi tidak membuat dunia terpisah dari spirit atau dalam hal ini, roh.

"Bahkan dalam berbagai bentuk kebudayaan popular seperti film dan cerita, hal mistis dan praktik klenik bisa saja termodifikasi oleh unsur-unsur yang datang dari globalisasi dan modernisasi," kata Imam kepada Indonesia.com.

Ia memberi contoh, jual beli jin atau jenglot di forum di internet. Imam menyebut, ketertarikan pada hal mistik sebagai kecenderungan manusia.

"Pada batas-batas tertentu, [manusia] mempersonifikasi kejanggalan-kejanggalan di luar akal sehat. Hal itu biasanya terkait pula dengan penjelasan kenapa kejanggalan itu ada dan apa dampaknya, dan kenapa dialami oleh orang yang mengalami," ujarnya.

Teknologi disebut turut membantu mengubah nilai mistik menjadi hiburan masyarakat era modern. (Foto: dhester/morgueFile)
Seiring meningkatnya kebutuhan manusia terhadap teknologi, hal mistik lambat laun bergeser menjadi hiburan. Antropolog Budi Rajab mengiyakan hal ini.

Terlebih, kata Budi, mistik mempunyai sensasi tersendiri bagi manusia.

"Itu sifat manusia, selalu penasaran, ingin tahu, dan itu dibarengi dengan takut, senang, atau sebuah kepuasan tersendiri," katanya.

Mistik sebagai hiburan jelas memiliki pasar tersendiri. Rasanya, apapun yang berbau gaib atau horor selalu disukai. Jika dulu hanya dalam bentuk film atau buku, atau barangkali di wahana bermain, kini tak sedikit orang yang mencoba level lain.

Misalnya dengan aksi live di aplikasi tertentu, mengeksplorasi kawasan yang dianggap angker. Ghost Panic Team, kelompok asal Bandung yang melakukan hal itu, bisa mendapat sekian juta dari eksplorasi tempat angker.

Indonesia.com mengulas mistik sebagai hiburan, lewat media film serta aplikasi. Terlepas dari percaya atau tidak, di era modern seperti hari ini, hal mistik yang dulu ditakuti pun kini diburu karena menghasilkan uang. (rea/rea)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat