yoldash.net

Siapa Bilang Perempuan dan Laki-laki Tak Bisa Bersahabat?

"Orang-orang menyebutnya sebagai hubungan platonik. Sebuah bukti bahwa persahabatan antara perempuan dan laki-laki bukan hal yang muskil."
Ilustrasi. Persahabatan antara perempuan dan laki-laki bukan lagi hal yang muskil. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)

Jakarta, Indonesia --

Memangnya cuma Sherina dan Derby Romero saja yang punya hubungan platonik? Saya juga punya.

"Kamu.. dan kamu," ujar seorang teman sambil menunjuk ke arah saya dan Randu, "Nanti kawin!".

Kalimat itu keluar dari mulut seorang teman pada 14 tahun lalu. Kini, saya telah menikah dengan orang lain. Sementara Randu masih sibuk mencari perempuan masa depannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faktanya, 14 tahun setelah kalimat itu keluar dari mulut si teman, saya dan Randu tidak menikah.

ADVERTISEMENT

Tak terjadi apa-apa antara saya dan Randu selama belasan tahun itu. Kami tetap bersahabat seperti biasanya, menghabiskan waktu bersama. Ada yang salah?

Orang-orang menyebutnya sebagai hubungan platonik. Sebuah bukti bahwa persahabatan antara perempuan dan laki-laki bukan hal yang muskil.

Saya sendiri sesungguhnya tak begitu yakin dengan definisi hubungan platonik. Tapi, ya, boleh-lah kalau orang-orang menganggap kami seperti itu. Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga.

Kami berkenalan pada 2004 lalu. Setahun lagi, maka pertemanan kental kami genap berusia dua dekade. Sesuatu, yang menurut saya, patut disyukuri.

Perkenalan dimulai sejak kami masih sama-sama duduk di bangku SMA. Seperti orang pada masanya, kami berkenalan melalui jejaring media sosial musik bernama MySpace, yang sekarang sudah hilang ditelan zaman.

Two beautiful friends taking selfie with a samrtphone on a music festivalIlustrasi. Hubungan platonik jadi bukti bahwa persahabatan perempuan dan laki-laki bukan hal muskil. (iStockphoto/bernardbodo)

Kesukaan pada musik-lah yang membuat kami dekat. Panggung demi panggung musik kecil kami datangi. Berjanji untuk bertemu di lokasi, meski masing-masing dari kami datang bersama teman-teman yang berbeda.

Memasuki masa menjadi mahasiswa, kami pun semakin dekat. Lokasi kampus kami berdekatan. Kami punya tempat kongko yang sama, sebuah rumah kos tempat teman dari masing-masing kami tinggal di sana.

"Lho, kok kamu di sini?" tanya saya kaget saat pertama kali melihatnya di kosan itu.

"Aku sering ke sini, ke kosan temanku," jawab dia.

Lho.. Lho.. Lho.. Dia lagi, dia lagi.

Entah pekerjaan semesta atau bukan, tapi kebetulan-kebetulan yang hampir serupa terus terjadi pada tahun-tahun berikutnya.

Lambat laun, kami semakin sering menghabiskan waktu bersama. Belanja ke toko buku, menjadi relawan sosial, jalan-jalan keliling kota, datang ke acara demi acara, menghadiri berbagai diskusi, menulis bersama di beberapa zine, hingga karaoke. Haha! Ya, kami sangat suka berkaraoke, berdendang lagu-lagu favorit bersama.

Rasanya, sulit menemukan waktu di masa remaja yang saya habiskan tanpa Randu. Ada, sih, sebenarnya. Tapi tetap saja, ujung-ujungnya dia lagi, dia lagi.

Saking selalu bersama, seorang teman bahkan sampai menganggap kami ibarat Ladan dan Laleh Binjani, si kembar siam yang hanya bisa terpisah oleh maut.

"Aku, tuh, kalau ngelihat kalian kayak Ladan dan Laleh. Enggak bisa dipisah. Di mana ada Randu, di situ ada Arum," ujar si teman.

Kedekatan itu memang betulan terjadi. Bak sepasang kekasih, kami selalu siap saat masing-masing dibutuhkan. Saya, misalnya, yang tanpa pikir panjang selalu menjawab 'let's go' setiap Randu minta ditemani untuk ini dan itu.

Seingat saya, Randu juga selalu melakukan hal yang sama. Selama belasan tahun ini, Randu adalah satu-satunya orang yang hampir selalu siap sedia membantu saya. Saat saya gundah gulana, dia selalu jadi tempat curhat. Saat saya sakit dan harus bedrest, dia pula yang mengantarkan saya pulang dari Jakarta ke Bandung agar bisa istirahat di rumah. Begitu pula saat saya sedang manja di akhir pekan.

"Aku bosan, nih, di rumah aja," tulis pesan saya pada Randu di suatu Sabtu sore.

"Ya, udah. Siap-siap, aku jemput sekarang. Kita jalan," jawabnya.

Tanpa perlu meminta, Randu selalu tahu apa yang saya inginkan.

ilustrasi pasanganIlustrasi. Perempuan dan laki-laki yang bersahabat sering kali dianggap punya hubungan romantis. (istockphoto/AsiaVision)

Banyak teman menganggap hubungan kami aneh. Satu pertanyaan yang selalu muncul: kenapa kalian enggak pacaran aja?

Sampai bosan saya mendengarnya. Apa salahnya kalau saya memilih untuk tetap bersahabat dengannya? Siapa bilang perempuan dan laki-laki tak bisa membangun ikatan persahabatan? Kalau boleh nyinyir, mungkin itu cuma berlaku buat mereka yang baper-an.

Toh, selama belasan tahun pertemanan, masing-masing dari kami sudah bergonta-ganti pasangan. Saya tahu mantan-mantan kekasihnya. Begitu juga Randu yang tahu betul berbagai kisah asmara yang saya lalui. Meski, yah, beberapa kali, pertemanan kental ini bikin masing-masing pasangan kami cemburu.

Simak cerita selengkapnya di halaman berikutnya..

Memangnya Perempuan dan Laki-laki Tak Boleh Bersahabat?

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat