yoldash.net

Membongkar Alasan 2 Raksasa Eropa Batal Investasi Smelter Nikel Rp42 T

Membongkar alasan dua perusahaan raksasa Eropa, BASF dan Eramet, memutuskan hengkang dari investasi smelter nikel senilai Rp42 triliun di Maluku Utara.
Membongkar alasan dua perusahaan raksasa Eropa, BASF dan Eramet, memutuskan hengkang dari investasi smelter nikel senilai Rp42 triliun di Maluku Utara. (Foto: REUTERS/AJENG DINAR ULFIANA)

Jakarta, Indonesia --

Dua perusahaan raksasa asal Eropa, BASF dan Eramet, membatalkan rencana investasi proyek pemurnian (smelter) nikel senilai US$2,4 miliar atau setara Rp42,66 triliun (asumsi kurs Rp15.408 per dolar AS).

Kedua perusahaan itu rencananya bakal berinvestasi pada Proyek Sonic Bay di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara. BASF dan Eramet sudah mengantongi legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN) untuk menggarap proyek tersebut.

Adapun proyek ini berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan membeberkan keputusan BASF dan Eramet untuk membatalkan investasinya adalah keputusan bisnis yang diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.

ADVERTISEMENT

Ia mengklaim keputusan BASF dan Eramet tidak menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor hilirisasi di Indonesia.

"Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga pada akhirnya mengeluarkan keputusan bisnis membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay ini," ujar Nurul melalui keterangan resmi, Kamis (27/6).

Keputusan BASF dan Eramet untuk tidak meneruskan rencana investasi didasarkan pada pertimbangan akan perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan. Hal ini khususnya pada pilihan nikel yang menjadi suplai bahan baku baterai kendaraan listrik.

Ujungnya, BASF memutuskan tak ada lagi kebutuhan untuk melakukan investasi suplai material baterai kendaraan listrik.

BASF merupakan perusahaan kimia terbesar di dunia asal Jerman. Perusahaan ini tengah berekspansi ke seluruh dunia, terutama ke Asia. Pada 2002-2005, mereka menginvestasikan 5,6 miliar euro Eropa atau Rp98,30 triliun (asumsi kurs Rp17.554 per euro Eropa) di Asia untuk pabriknya di Nanjing dan Shanghai, China dan Mangalore di India.

Sementara Eramet adalah perusahaan pertambangan dan metalurgi multinasional Prancis. Perusahaan itu memproduksi logam non-ferrous dan turunannya, nikel dan paduan superalloy, dan baja khusus berkinerja tinggi.

Lantas apa sebenarnya alasan dibalik hengkangnya kedua raksasa tersebut dari proyek smelter di Maluku Utara?

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat hengkangnya BASF dan Eramet mengindikasikan beberapa faktor. Menurutnya, hal ini harus jadi pelajaran penting bagi Indonesia.

Faktor pertama, dalam pernyataan BASF, perusahaan tidak lagi melihat urgensi membangun fasilitas pengolahan nikel. Menurut Bhima, itu bisa jadi terkait dengan cadangan nikel Indonesia untuk bahan baku kendaraan listrik yang semakin terbatas.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Banyak Alternatif Nikel hingga Masalah Pendataan Jadi Pertimbangan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat