yoldash.net

Contoh Khutbah Idul Adha 2024, Meneladani Pengorbanan Nabi Ibrahim

Berikut ini beberapa contoh khutbah Idul Adha 2024 yang dapat dijadikan referensi yang dapat disampaikan setelah melaksanakan sholat Id.
Ilustrasi. Berikut ini beberapa contoh khutbah Idul Adha 2024 yang dapat dijadikan referensi yang dapat disampaikan setelah melaksanakan sholat Id (Basri Marzuki)

Jakarta, Indonesia --

Khutbah merupakan bagian yang penting dalam perayaan Idul Adha. Pelaksanaan khutbah biasanya dilakukan usai menunaikan sholat Id Idul Adha.

Berikut contoh khutbah Idul Adha 2024 yang dapat dijadikan referensi yang dapat disampaikan pada saat sholat Id selesai ditunaikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teks khutbah ini dapat dicontoh jika hendak belajar menulis teks khutbah Idul Adha. Khutbah Idul Adha sendiri umumnya memiliki pesan tentang kurban sebagai perwujudan dari ketakwaan kita sebagai hamba kepada Allah Swt.

Selain itu, khutbah juga bisa berisi mengenai pesan-pesan kemanusiaan dan kepedulian sosial. Dihimpun dari laman NU Online dan berbagai sumber lainnya, berikut contoh khutbah Idul Adha 2024.

ADVERTISEMENT

1. Meneladani kisah Nabi Ibrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jemaah sholat Idul Adha rahimakumullah, Idul Adha yang dirayakan oleh umat Islam pada setiap bulan Zulhijah merupakan hari raya yang sangat identik dengan dua ibadah, yakni haji dan kurban.

Idul Adha, haji, dan kurban juga tak bisa dipisahkan dari kisah dan perjalanan hidup Nabi Ibrahim beserta keluarga karena banyak peristiwa yang mewarnai kehidupannya diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban.

Mari kita menelusuri kembali kisah perjalanan dan perjuangan hidup yang dialami oleh Nabi Ibrahim yang berkaitan erat dengan ibadah haji dan kurban. Dengan mengenang kembali perjuangan Nabi Ibrahim, diharapkan kita mampu mengambil ibrah, hikmah, dan nilai-nilai spiritual sebagai modal dalam menjalani kehidupan ini.

Kita awali kisah perjalanan dan perjuangan keluarga Nabi Ibrahim dan istrinya yang bernama Siti Hajar dari saat Allah menganugerahi mereka seorang putra yang sudah diidam-idamkan sejak lama.

Kelahiran putra yang diberi nama Ismail ini diiringi dengan perintah dan cobaan dari Allah Swt untuk menempatkan Siti Hajar dan Ismail di daerah lembah yang tandus dan gersang. Kisah ini diabadikan dalam Al Quran surat Ibrahim ayat 37:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ

Artinya: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan sholat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur."

Ketika tinggal di lembah itu, suatu hari Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui Ismail. Ia pun mencari air ke sana-kemari sambil berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Peristiwa inilah yang kemudian diabadikan menjadi salah satu rukun haji, yakni Sa'i atau berlari-lari kecil antara kedua bukit tersebut.

Di tengah kesusahan tersebut, Allah menurunkan pertolongan melalui mata air yang muncul dari tanah, tepat di bawah kaki Ismail, yang saat itu sedang menangis kehausan. Di tempat inilah keluar air penuh berkah yang sampai saat ini bisa terus dinikmati oleh umat Islam seluruh dunia bernama air zam-zam.

Cobaan keluarga Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai di situ. Nabi berjuluk "Khalilullah" (kekasih Allah) ini mendapatkan perintah dari Allah Swt melalui mimpi untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail.

Perintah ini juga menjadi sebuah ujian keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim kepada Allah. Sebab sebelumnya, ia pernah mengeluarkan janji bahwa jika Allah menghendaki Ismail untuk dikurbankan, maka ia akan melakukannya.

Perintah itu pun akhirnya benar-benar datang kepadanya. Awalnya, ketika bermimpi diperintahkan untuk menyembelih Ismail, Ibrahim merasa ragu. Ia pun melakukan perenungan apakah ini benar-benar perintah Allah. Peristiwa ini kemudian diabadikan dengan nama Tarwiyah yakni hari perenungan di mana kita disunnahkan berpuasa pada tanggal 8 Zulhijah.

Setelah perenungan ini, kemudian hilanglah keragu-raguan itu. Karena Nabi Ibrahim kembali bermimpi hal yang sama untuk menyembelih Ismail dan tahu jika itu adalah benar-benar perintah Allah Swt. Peristiwa ini yang kemudian diabadikan dengan nama hari Arafah yang berarti 'mengetahui' di mana kita juga disunahkan berpuasa pada tanggal 9 Zulhijah.

Jemaah sholat Idul Adha rahimakumullah, Setelah Nabi Ibrahim tahu dan yakin perintah itu datang dari Allah, maka ia pun menyampaikan dan berdiskusi dengan Ismail. Dialog bersejarah antara ayah dan anak ini pun diabadikan dalam Al Quran surat As-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: "Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar."

Hari itu pun datang ketika Ibrahim dengan keimanan dan ketakwaannya serta Ismail dengan keyakinannya akan melaksanakan prosesi penyembelihan.

Pada waktu itu, setan juga terus membisikkan kepada Ibrahim, Ismail, dan juga Siti Hajar untuk tidak usah menjalankan perintah Allah ini. Namun, keyakinan mereka tidak goyah sedikit pun.

Untuk mengusir setan yang mengganggu, Nabi Ibrahim pun melemparinya dengan batu yang kemudian peristiwa ini diabadikan dalam ritual ibadah haji, yakni melempar jumrah.

Ketika detik-detik Ibrahim akan menyembelih Ismail, tiba-tiba Allah Swt berfirman dan memerintahkan Ibrahim berhenti tidak menyembelih Ismail. Firman ini termaktub dalam Al Quran surat As-Saffat ayat 107-110:

وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ. كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: "Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, 'Salam sejahtera atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan'."

Atas peristiwa ini Malaikat Jibril yang membawakan hewan untuk disembelih sebagai pengganti Ismail pun berseru "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar."

Takbir ini disambut Ibrahim dengan "Lailaha illahu Allahu Akbar" yang kemudian disambung oleh Ismail "Allahu Akbar Walillahil Hamdu.'

Dari peristiwa inilah, umat Islam kemudian disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban di hari raya Idul Adha pada 10 Zulhijah. Peristiwa ini juga menegaskan bahwa seseorang dilarang keras mengalirkan darah manusia.

Jemaah shalat Idul Adha rahimakumullah, dari peristiwa bersejarah keluarga Nabi Ibrahim ini, kita bisa banyak mengambil hikmah dan keteladanan.

Dimulai dari keteladanan perjuangan hidup sampai dengan keteguhan iman dan takwa dalam menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Kisah-kisah Nabi Ibrahim, yang termaktub dalam Al Quran dan terwujud dalam bentuk ibadah seperti Sa'i, melempar jumrah, puasa tarwiyah dan Arafah, serta menyembelih hewan kurban ini harus semakin meningkatkan keyakinan dan keteguhan kita dalam beribadah. 

Dalam menjalankan ibadah haji dan kurban, kita membutuhkan keteguhan dan keyakinan yang kuat karena harus rela mengeluarkan harta yang kita miliki.

Jemaah sholat Idul Adha rahimakumullah, demikian khutbah Idul Adha yang mengangkat tentang kisah inspiratif penuh perjuangan dari keluarga Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban.

Semoga bisa menambah pengetahuan kita sekaligus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dan semoga Allah Swt senantiasa menurunkan hidayah dan rezekinya kepada kita sehingga kita bisa menjalankan tugas kita untuk beribadah khususnya mampu untuk melakukan ibadah haji dan berkurban. Amin.

2. Kurban sebagai perwujudan takwa

Hadirin yang dimuliakan Allah, pada pagi yang cerah ini marilah kita panjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan kenikmatan sehingga kita dapat hadir di tempat ini untuk menunaikan salah satu ibadah yang diperintahkan kepada kita.

Sholawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw yang telah memberi petunjuk-petunjuk yang benar kepada kita, yang dapat dijadikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Hadirin kaum Muslimin yang dirahmati Allah, Setiap tahun, dalam suasana menyambut hari raya Idul Adha 10 Zulhijah, kita mengumandangkan kalimat-kalimat tauhid, takbir, tahmid, dan tahlil.

Mengumandangkan kalimat tauhid menunjukkan suatu pengakuan yang kokoh bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kalimat takbir memberi kesan yang kuat dalam diri kita bahwa Allah Mahabesar dan Mahaagung, tidak ada satu pun yang dapat menyamai kebesaran dan keagungan-Nya.

Kalimat tahmid mengandung makna bahwa zat yang patut dipuji hanyalah Allah Swt dan pujian seluruhnya hanya diperuntukkan bagi-Nya. Kalimat tahlil menegaskan kalimat tahmid bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah.

Kalimat-kalimat itu sedang dikumandangkan oleh umat Islam di seluruh pelosok dunia. Sementara di tempat nan jauh di sana, di tanah suci Makkah, tempat terpancarnya fajar Islam, umat Islam, tamu Allah, yang sedang menunaikan ibadah haji menyerukan pula kalimat talbiyah, yaitu:

لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ

Artinya: "Kupenuhi panggilan-Mu ya Allah, kupenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagimu, sesungguhnya puja, limpahan karunia dan kekuasaan hanya pada-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu."

Kalimat takbir, tahmid, dan talbiyah itu ditanamkan ke dalam hati sehingga pengaruhnya terpancar dalam wujud nyata yang direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan amal ibadah.

Pengakuan kita terhadap kebesaran Allah, yang tiada sekutu bagi-Nya, pengakuan kita bahwa tidak ada yang patut dipuji melainkan Allah, kepatuhan kita untuk meninggalkan larangan-larangan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan pengakuan mereka dalam memenuhi panggilan-Nya untuk menunaikan ibadah haji itu, merupakan realisasi dari apa yang kita ucapkan dan yakini.

Hadirin jemaah Idul Adha yang dirahmati Allah, Idul Adha yang juga disebut hari raya Kurban mengingatkan kita kepada Nabiyullah Ibrahim as bersama putranya, Ismail. Ismail adalah putra tunggal Nabi Ibrahim yang telah bertahun-tahun dirindukan kehadirannya.

Sebagai putra tunggal, Ismail sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Dalam suasana saling kasih sayang seperti itu, turunlah perintah dari Allah kepada sang ayah, yaitu Nabi Ibrahim, untuk melakukan kurban dengan menyembelih anak kandungnya sendiri, yaitu Ismail.

Nabi Ibrahim as, dengan penuh ketaatan dan kepatuhan bersedia melaksanakan perintah itu, dan ketika diceritakan oleh Ibrahim kepada Ismail tentang adanya perintah dari Allah untuk menyembelihnya, Nabi Ismail tidak gentar sedikit pun juga. Ia rela menerima perintah itu dan meyakinkan ayahnya bahwa ia menerima perintah itu juga dengan penuh ketaatan dan kesabaran.

Keduanya dengan jelas telah sama-sama menunjukkan sikap ingin berkorban yang luar biasa besarnya. Kesediaan Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah itu, dan kerelaan Ismail untuk menerima perintah itu, merupakan perwujudan dari kepatuhan mereka yang tiada taranya terhadap perintah Allah.

Pengorbanan yang dilakukan oleh kedua hamba Allah ini merupakan ujian dan pengorbanan yang amat besar, yang tiada bandingan dan taranya dalam sejarah umat manusia sampai hari ini.

Pengorbanan dan ujian yang beliau berdua lakukan itu kini tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa yang diabadikan sepanjang masa, yang kita namakan Idul Qurban.

Pengorbanan dan ujian seperti itu kiranya dapat kita tanamkan dalam hati sebagai pelajaran yang berharga. Sebaliknya, alangkah kecilnya ujian dan pengorbanan kita yang hanya mengorbankan sebagian dari apa yang kita miliki demi memenuhi perintah Allah dalam hari raya Kurban ini.

Hadirin jamaah Idul Adha, pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail patut kita teladani dan ikuti.

Dengan kemampuan yang ada, bersedia mematuhi dan menaati perintah Allah dengan mengorbankan sebagian dari harta yang kita miliki dan mengorbankan apa yang kita lakukan yang dipandang tidak sesuai dengan perintah dan tuntunan Allah.

Pada hari raya Idul Adha diperintahkan kepada mereka yang mampu untuk menunjukkan kesediaan berkurban dengan penyembelihan seekor hewan ternak.

Penyembelihan terhadap hewan kurban itu mengalirkan darah dan menghasilkan daging yang akan dibagi-bagikan kepada yang berhak.

Patut kiranya dicatat bahwa yang dinilai oleh Allah dalam penyembelihan itu bukan darah yang terpancar dan bukan pula daging yang bergelimpangan itu, melainkan kesucian jiwa dan keikhlasan hati serta kesediaan melakukan kurban. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an, Surat Al-Hajj (22) ayat 37:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْ

Artinya: "Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah kurban itu, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah takwamu."

Kesucian jiwa dan keikhlasan hati dalam melaksanakan kurban merupakan satu unsur yang sangat urgen yang harus mendapat perhatian kita. Hal ini merupakan landasan yang menjadi dasar dalam melaksanakan segala perbuatan dan ibadah kita.

Pernyataan Allah dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pengorbanan yang ditampilkan tidak dilihat dari segi materi, kuantitas, dan bentuk lahiriahnya, tetapi yang dilihat adalah keikhlasan dan niat yang memberi kurban.

Perintah berkurban yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim dengan menyembelih putranya, Ismail, pada hakikatnya adalah ujian bagi kekuatan iman dan takwa Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah ingin melihat sejauh mana kerelaan dan kesediaan keduanya di dalam melaksanakan perintah itu.

Akhirnya, keduanya telah lulus dari ujian Allah dan telah sanggup menunjukkan kualitas iman dan takwa mereka, dan dengan kekuasaan Allah Nabi Ismail yang ketika itu hendak disembelih digantikan dengan seekor kibas oleh Allah.

Allahu akbar 3X

Hadirin yang berbahagia, agama kita menetapkan untuk menyembelih kurban binatang, berupa hewan ternak yakni domba, kambing, kerbau, sapi, atau unta.

Semoga Allah perkenankan kita untuk sampai ke Mekkah, Madinah, dan Arafah untuk menjadi tamuNya menjalankan ibadah haji. 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ


Demikian contoh khutbah Idul Adha 2024 yang dapat dijadikan referensi.

(juh/juh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat