yoldash.net

Beda Harga Starlink di RI, Malaysia, dan Singapura, Mana Lebih Murah?

Berikut perbandingan harga Starlink di Indonesia dengan negara-negara tetangga saat muncul tudingan dari kompetitor.
Ilustrasi. Dugaan 'predatory pricing' Starlink di Indonesia mencuat. (AFP/YASUYOSHI CHIBA)

Jakarta, Indonesia --

Starlink di Indonesia jadi sorotan lantaran layanan internet berbasis satelit milik miliarder Elon Musk itu jauh dari harga layanan sejenis. Simak perbedaan tarifnya.

Perusahaan mulanya menjual perangkat keras berupa parabola penerima sinyal senilai Rp7,8 juta. Mereka kemudian banting harga hingga Rp4,68 juta buat pelanggan awal. Sementara, biaya langganan bulanannya senilai Rp750 ribu.

Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) pun menyoroti harga layanan dan perangkat Starlink yang lebih murah dibandingkan pemain satelit lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harga Starlink lebih murah dibanding pemain lokal. Contoh harga lokal yang paling murah untuk VSAT yang unlimited itu Rp3,5 juta, sedangkan harga Starlink itu Rp750.000. Bisa dihitung berapa kali perbedaan harganya," kata Sekjen ASSI Sigit Jatipuro, mengutip detikcom.

"Kemudian, harga perangkat yang paling murah di lokal itu Rp9,1 jutaan dan Starlink untuk harga promo itu Rp4,6 jutaan," lanjut dia.

ADVERTISEMENT

Lantas, bagaimana perbandingan harga Starlink di Indonesia dan di negara-negara tetangga?

Sebelum di Indonesia, Starlink lebih dulu beroperasi di beberapa negara di dunia. Di kawasan Asia Tenggara, Starlink sudah melayani empat negara, yakni Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Filipina.

Merujuk situs resmi Starlink, biaya bulanan layanan internet berbasis satelit itu di Singapura dibanderol dengan harga 110 Dollar Singapura atau setara Rp1,3 juta rupiah. Untuk perangkat kerasnya, Starlink Singapura membanderol dengan harga setara Rp7,98 juta.

Di Malaysia, Starlink membanderol biaya layanan mereka 220 Ringgit atau sekitar Rp758 ribu per bulannya. Untuk perangkat kerasnya dibanderol 1.150 Ringgit atau sekitar Rp3,9 jutaan.

Kemudian di Filipina, Starlink menetapkan harga langganan bulanan 2.700 Peso atau setara Rp747 ribu kepada penggunanya. Harga perangkat kerasnya 28 ribu Peso atau setara Rp7,7 juta.

Bantah predatory pricing

Melalui kuasa hukumnya, Starlink Indonesia membantah melakukan predatory pricing atau strategi diskon gede-gedean buat mematikan pesaing. Perusahaan beranggapan potongan harga perangkat keras itu berlaku sementara.

"Sama sekali tidak ada predatory pricing. Promosi yang dilakukan Starlink hal wajar yang diperbolehkan oleh hukum," kata Senior Associate Soemaipradja & Taher, Krishna Vesa.

Dugaan predatory pricing Starlink ini membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan dengan menggelar Forum Group Discussion, Rabu (29/5).

Forum tersebut melibatkan pihak-pihak terkait, mulai dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI), dan perwakilan Starlink Indonesia.

Anggota KPPU Hilman Pujana mengatakan potensi dugaan predatory pricing perlu dibuktikan lebih lanjut. Menurutnya tidak bisa dikatakan predatory pricing dengan hanya menjual produk lebih murah.

"Potensi adanya predatory pricing, dari sisi praktik di kompetisi tentunya predatory pricing ini butuh proses. Jadi, tidak hanya kita bicara orang jual lebih murah, bukan seperti itu konsepnya," kata Hilman.

"Jadi, orang pelaku usaha yang melakukan predatory pricing ini ada beberapa persyaratan untuk bisa disebut sebagai aksi dari predatory pricing," lanjut dia.

[Gambas:Video CNN]

(tim/dmi)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat