yoldash.net

Hacker Rusia Serbu Israel, Peretas India Klaim Tumbangkan Situs Hamas

Pakar mendeteksi gelombang serangan siber dari Rusia terhadap Israel, dan rangkaian upaya peretasan dari India terhadap Palestina.
Ilustrasi. Serangan hacker meramaikan konflik Hamas vs Israel. (iStockphoto)

Jakarta, Indonesia --

Kelompok peretas yang terkait Rusia terlacak menyerang situs pemerintah dan media Israel saat kelompok pejuang Hamas berperang dengan negara zionis. Pada saat yang sama, hacker India menyasar fasilitas Palestina.

Mengutip Time, kelompok relawan peretas Rusia, Killnet, mengumumkan pada Minggu (8/10) mengaku akan menargetkan semua sistem pemerintah Israel dengan serangan penolakan layanan terdistribusi (denial-of-service/DDoS).

"Jelas peretas Rusia lainnya juga memilih keberpihakan dan secara aktif mendukung Hamas dalam perang mereka melawan Israel," ucap Mattias Wåhlén, pakar intelijen di perusahaan keamanan siber Truesec AB.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serangan siber ini bentuknya membanjiri situs web dengan traffic dan memaksa target offline.

ADVERTISEMENT

Kelompok tersebut juga menyalahkan Israel atas pertumpahan darah tersebut dan menuduh negara tersebut mendukung Ukraina dan NATO.

Killnet kemudian mengklaim sudah mematikan situs web pemerintah Israel dan situs badan keamanan Shin Bet selama jangka waktu tertentu pada Minggu (8/10).

Klaim kelompok tersebut sejauh ini belum bisa dibuktikan. Namun, menurut situs pemantauan situs web check-host.net, kedua situs web tersebut memang tidak aktif selama beberapa saat pada hari itu.

"Tindakan mereka lebih terlihat seperti serangan oportunistik. Konflik ini menjadi berita utama yang menarik kelompok seperti Killnet yang mencoba memonetisasi serangan DDoS," lanjut Wåhlén.

"Hal ini mengirimkan pesan bahwa Rusia berada di pihak Hamas dan melawan Israel."

Selain itu, kelompok Anonymous Sudan, sebuah kelompok peretas yang dicurigai dari Rusia, menyatakan dukungannya terhadap "perlawanan Palestina" dan mengaku bertanggung jawab atas serangan yang membuat situs media Jerusalem Post offline sebentar pada Senin (9/10) pagi.

Surat kabar tersebut menulis dalam sebuah pernyataan yang diposting di X alias Twitter bahwa mereka telah "ditargetkan oleh berbagai serangan siber." Situs web tersebut kini sudah pulih.

Senada, perusahaan keamanan siber Group-IB mengungkap kelompok peretas AnonGhost menyusup ke aplikasi telepon seluler yang digunakan untuk mengeluarkan peringatan rudal kepada warga Israel selama periode perang.

Group-IB menyebut para peretas mengeksploitasi kerentanan dalam aplikasi untuk memasukkan pemberitahuan palsu, dengan frasa seperti "kematian bagi Israel" dan "bom nuklir akan datang," di samping swastika. Para peretas pun mengunggah tangkapan layar hasil kerja mereka.

Pakar mengatakan aplikasi tersebut tampaknya telah dihapus dari Google Play Store dan telah diunduh 1 juta kali. Pengembang tidak menanggapi permintaan komentar.

AnonGhost, dalam sebuah pernyataan yang diposting di Telegram pada Selasa (10/10), mengaku menargetkan beberapa aplikasi Israel lainnya yang mengeluarkan peringatan rudal.

Mereka juga memposting apa yang diklaim sebagai nomor telepon seorang pejabat dunia maya Israel sambil mendorong para pendukungnya untuk melakukan "spam."

Israel sering menjadi sasaran serangan siber. Peretas Iran terus-menerus jadi kambing hitam atas beberapa serangan tersebut. Namun, masih belum jelas apakah pasukan peretas Iran terlibat dalam konflik saat ini.

Sejumlah geng hacktivist lainnya bahkan mengklaim melancarkan peretasan terhadap infrastruktur Israel, menargetkan situs web yang terkait dengan pembangkit listrik dan sistem peringatan rudal.

Banyak dari serangan tersebut tidak dapat dicek kebenarannya.

Serangan pro-Israel

Di pihak lain, kelompok pro-Israel juga melancarkan serangan siber yang menargetkan organisasi-organisasi Palestina.

Satu kelompok, yang menamakan dirinya Indian Cyber Force, mengaku menutup situs National Bank Palestina dan situs Hamas pada Minggu (8/10). Kedua situs ini sempat tidak dapat diakses pada Senin (9/10). Kini, tinggal situs Hamas yang masih tak terjangkau.

Gil Messing, kepala staf perusahaan keamanan siber Israel, Check Point Software Technologies Ltd., mengatakan serangan siber sejauh ini berdampak kecil.

"Beberapa hari terakhir tidak terlalu menonjol dalam hal siber. Beberapa kelompok melakukan serangan DDoS di beberapa situs berita dan situs pemerintah tetapi tidak ada serangan yang serius atau berkepanjangan," kata Messing.

"Jadi secara keseluruhan sejauh ini hal tersebut tidak signifikan. Hal ini tentu saja bisa berubah."

Rob Joyce, direktur keamanan siber di National Security Agency (NSA), mengatakan belum ada komponen siber yang besar dalam konflik ini.

Meski begitu, dia mengungkap ada serangan DDoS dan perusakan web dalam skala kecil, serta harapan pihak luar bergabung dan memperkuat pesan atas nama Hamas.

"Mungkin akan terjadi peristiwa-peristiwa penting, semakin banyak peretas, semakin banyak orang yang menggunakan senjata siber untuk membela tujuan mereka," katanya, dalam konferensi keamanan.

"[Serangan siber] ini tidak akan canggih di masa-masa awal. Terkadang Anda tidak perlu menjadi canggih untuk memberi dampak," tandas Joyce.

[Gambas:Video CNN]

(tim/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat