yoldash.net

Menkominfo Minta Warganet Tak Rundung Calon Pemimpin di Medsos

Menkominfo, Johnny G. Plate meminta warganet tidak merundung calon pemimpin di media sosial.
Ilustrasi. Menkominfo meminta warganet tidak merundung calon pemimpin di media sosial. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

Jakarta, Indonesia --

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate mengimbau masyarakat tidak menggunakan media sosial (medsos) sebagai wadah untuk merundung sejumlah calon pemimpin di Indonesia.

Hal itu disampaikan dia agar ekosistem digital tidak memperkeruh kondisi demokrasi.

"Saya juga berharap bahwa ruang digital tidak digunakan untuk mem-bully calon pemimpin apakah kepala daerah, apakah calon anggota legislatif, apakah calon presiden, calon wakil presiden," ujar Plate di sela acara peluncuran Indeks Masyarakat Digital Indonesia 2022, Selasa (20/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di samping itu Plate berharap ruang digital bisa digunakan untuk menguji program-program visi dan misi para calon pemimpin, sehingga bisa lebih bermanfaat.

ADVERTISEMENT

"Itulah caranya untuk menghasilkan demokrasi atau meningkatkan demokrasi yang baik dan menghasilkan pemimpin yang betul-betul kita butuhkan," tuturnya.

Kendati demikian saat ini pihaknya sudah membentuk gugus tugas hoaks pemilu bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memonitor narasi hoaks di media sosial.

Saat ini, kata Plate pihaknya sudah melakukan monitoring. Hasilnya, masih ada temuan misinformasi dan ujaran kebencian di media sosial. Namun ia tidak merinci di mana saja dan berapa banyak hasil temuannya.

"Di seluruh jenis media sosial itu bisa muncul. Bisa muncul di mana saja dan itu (hoaks dan ujaran kebencian) masih ada," katanya.

Sebelumnya, Kemenkominfo membentuk gugus tugas atau task force untuk mengawasi konten hoaks menjelang Pemilu 2024.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan gugus tugas itu berisikan beberapa kementerian dan lembaga untuk merumuskan aksi tersebut.

"Kita bersepakat untuk membentuk taskforce atau gugus tugas untuk mengawal agar Pemilu berlangsung lancar dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi," kata dia, di kantornya, Jakarta, Selasa (18/10).

Ia mengatakan pemerintah sadar betul terjadi perubahan pola demokrasi antara Pemilu 2014, 2019, 2024. Perubahan itu adalah semakin maraknya kampanye di ruang digital.

Pada Pemilu sebelumnya, kampanye politik terjadi di ruang fisik atau ruang sosial. Sementara di Pemilu 2024 bahkan sejak 2019, kampanye berlangsung di ruang digital.

"Dan kita tahu ruang digital ini sangat rawan bagi terjadinya polarisasi," ucap dia.

Di samping itu Usman mengklaim gugus tugas akan mengawal dan membersihkan ruang digital dari hoaks.

Hal Itu lantaran saat ini, ruang digital kerap digunakan untuk membentuk opini publik bukan dengan fakta-fakta rasional, tetapi dengan menggunakan emosional atau yang dikenal sebagai politik identitas.

Pihaknya mengaku punya sederet amunisi untuk mengawal ruang digital. Di antaranya, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Peraturan Pemerintah No. 71/2019 dan Peraturan Menteri Kominfo No. 5/2020.

Pasal di UU ITE yang mengatur soal penghinaan termuat di Pasal 27 ayat 3 yang berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"

Kemudian pada pasal 45 ayat 1 memuat hukuman terhadap orang yang memenuhi unsur yang terdapat di pasal 27 ayat 1, 2, dan 3. Pasal 45 ayat 1 berbunyi "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)"

[Gambas:Video CNN]

(can/lth)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat