yoldash.net

Sains Ungkap Dugaan Penyebab Prancis Kalah Penalti dari Argentina

Sejumlah penelitian menyebut beberapa faktor penting dalam tendangan penalti. Mungkinkah itu jadi penyebab kekalahan Prancis?
Sains mengungkap dugaan penyebab Prancis kalah adu penalti dari Argentina di final Piala Dunia 2022. (AP/Hassan Ammar)

Jakarta, Indonesia --

Lewat beberapa penelitian, ahli dari berbagai universitas menyebut beberapa faktor yang menentukan sukses atau tidaknya tendangan penalti. Mungkinkah faktor-faktor itu yang jadi penyebab Prancis kalah dan Argentina menjadi juara Piala Dunia 2022?

Argentina keluar sebagai juara Piala Dunia 2022 usai mengalahkan Prancis lewat babak adu penalti dengan skor 4-2 usai bermain imbang 3-3 hingga perpanjangan waktu, Minggu (18/12) malam WIB di Lusail Stadium, Qatar.

Dalam babak penalti, dua eksekutor Prancis: Kingsley Coman dan Aurelien Tchouameni gagal menuntaskan tugasnya. Sementara itu, empat eksekutor Argentina masing-masing Lionel Messi, Paulo Dybala, Leandro Paredes, dan Gonzalo Montiel sukses.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah penelitian oleh Max Slutter dan Nattapong Thammasan dari University of Twente menyebut ada perbedaan aktivitas otak antara eksekutor penalti yang sukses dengan yang tidak.

Hal itu diperoleh Max usai melakukan eksperimen pengukuran aktivitas otak terhadap pemain sepak bola selama tendangan penalti.

ADVERTISEMENT

"Kami menemukan bahwa pemain yang bisa sukses tampil di bawah tekanan mengaktivasi area yang berkaitan dengan tugas di otak mereka. Contohnya, peningkatan aktivitas korteks motor yang berkaitan dengan bekerja di bawah tekanan," kata Nattapong seperti dikutip dari Frontiersin.

"Hal itu terlihat logis karena pergerakan adalah salah satu elemen paling penting ketika mengambil penalti," lanjutnya.

Lihat Juga :

Sementara, Nattapong mencatat, korteks pre-frontal lebih aktif pada pemain yang gugup serta gagal mengambil tendangan penalti. Area korteks pre-frontal pada otak sendiri berkaitan dengan lama berpikir, menyiratkan bahwa pemain-pemain itu berpikir soal konsekuensi jika tendangannya gagal.

Alhasil, hal tersebut berdampak kepada tendangan mereka sendiri.

Nattapong dan Slutter melakukan studinya lewat eksperimen terhadap 22 sukarelawan untuk menendang penalti. Dalam artikel mereka di jurnal Frontiers, para ahli menyebut sukarelawan itu berasal dari pemain profesional hingga amatir yang diharuskan mengambil 15 tendangan penalti.

Menggunakan teknik functional near-infrared spectroscopy (fNIRS), mereka lalu mengukur aktivitas otak para sukarelawan. Caranya adalah, para sukarelawan harus memakai headset, dan dapat mengukur aktivitas otak mereka saat bergerak.

Para sukarelawan juga mencoba tendangan penalti di situasi berbeda mulai dari santai seperti tanpa kiper, melawan kiper yang ramah, hingga dalam tekanan tinggi seperti melawan kiper yang mengganggu dan ada yang trofi yang dilombakan.

"Ketika pemain yang kurang pengalaman gugup, mereka membiarkan aktivasi temporal korteksnya meningkat yang bisa berindikasi bahwa mereka terlalu memikirkan situasinya dan mengabaikan skill mereka sendiri," tulis para ahli.

"Di samping itu, aktivasi korteks temporal kiri terlihat lebih tinggi jika para pemain tak berpengalaman sukses mencetak gol penalti," tulisnya lagi.

Bintang bukan jaminan

Di sisi lain, sebuah studi oleh Geir Jordet dari Norwegian School of Sport Science menunjukkan status sebagai pemain bintang bukan jaminan penalti akan mulus. Dalam risetnya, dikutip dari Telegraph, Jordet menemukan tingkat kesuksesan pemain bintang mengeksekusi penalti hanya 63 persen.

Data tersebut berdasarkan remak jejak tendangan penalti Piala Dunia, Piala Eropa, dan Liga Champions antara tahun 1976 hingga 2006.

Lihat Juga :

Hasilnya, pemain yang telah mendapatkan reputasi internasional semisal Ballon d'Or justru tampil lebih buruk saat penalti daripada pemain dengan level yang sama namun belum memenangkan penghargaan internasional

Jordet menggolongkan data itu menjadi tiga yakni 'pemain dengan status di masa depan', 'pemain tanpa status', dan 'pemain dengan status'. Hasilnya, 'pemain dengan status di masa depan' alias pemain muda potensial punya tingkat kesuksesan penalti di atas 80 persen.

Sementara, 'pemain non-status' tingkat kesuksesannya ada di angka sekitar 68 persen. Paling bawah, ada 'pemain dengan status' dengan sekitar 63 persen.

[Gambas:Video CNN]

(lth/lth)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat